Donald Trump Presiden Amerika Paling Konyol? Buku Fear Menjelaskannya

Award News
oleh : pandangan Jogja
Konten dari Pengguna
25 September 2018 13:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Award News tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penonton berdiri di depan balon udara yang menggambarkan Presiden AS Donald Trump, di Parliament Square. (Foto: REUTERS / Peter Nicholls)
zoom-in-whitePerbesar
Penonton berdiri di depan balon udara yang menggambarkan Presiden AS Donald Trump, di Parliament Square. (Foto: REUTERS / Peter Nicholls)
ADVERTISEMENT
Tak satu pun orang yang menghormatinya. Kepala Staff Kepresidenan Amerika menyebut Trump sebagai orang gila; Sekertaris Negara menyebutnya pandir sialan; Menteri Pertahanan membandingkannya seperti anak kecil umur belasan tahun ketika mempertanyakan mengapa harus mengirim sekitar 30 ribu tentara ke Korea Selatan. Penasihat ekonomi kepercayaan Trump dan pengacara pribadinya menyebutnya sebagai pembohong profesional.
ADVERTISEMENT
Tak ada seorang kabinet Trump pun yang tidak pernah bermasalah dengannya, bahkan perang yang berlanjut di media sosial. Semenjak Trump diangkat menjadi presiden dan menduduki Gedung Putih, tak sehari pun orang-orang di sana tidak mendengarkan kata-kata kasar, perundungan, dan kebohongan. Tak ada yang benar-benar betah berada di sampingnya. Mungkin hanya ular atau psikopat yang bisa hidup bersamanya.
Demikian salah satu cuplikan buku terbaru Bob Woodward, seorang jurnalis spesialis Gedung Putih, yang terbit 11 Setember 2018, sebagaimana dikutip dari stasiun berita The Newyork Times. Judulnya "Fear, Trump in the White House" terbitan Simon & Schuster.
ADVERTISEMENT
Isi di dalam buku ini langsung disangkal oleh Trump lewat akun twitternya sebagai, “sebuah lelucon yang memuat begitu banyak kebohongan dan dikutip dari sumber-sumber palsu”; atau “Penulis buku ini menggunakan segala muslihat untuk merendahkan dan mengucilkan saya. Saya berharap orang-orang awam bisa melihat apa yang sesungguhnya terjadi di Gedung Putih.”
Mattis, Menteri Pertahanan Trump juga mengeluarkan komentar yang sama. Dia membantah pernah mengatakan kata-kata yang dimuat Woodward dalam bukunya tentang Trump, “Saya tak pernah mengatakan itu dan Trump tidak pernah berkata seperti itu di hadapan saya.”
Namun nyatanya buku tersebut laku keras. Laporan jurnalistik yang ditulis dengan gaya prosa tersebut menempati peringkat pertama dari buku yang pernah diterbitkan oleh Simon & Schuster selama 94 tahun.
ADVERTISEMENT
Menurut catatan CNBC, buku tersebut laku terjual sebanyak 1,1 juta kopi di minggu pertama dalam bentuk cetak, e-book, dan format audio. Buku tersebut juga menjadi rekor buku penjuala pre-order (PO) dan penjualan hari pertama Simon & Schuster, yang laku 900 ribu eksemplar di hari pertama.
Investigasi ala Watergate
Donald Trump (Foto: EUTERS/Jonathan Ernst)
zoom-in-whitePerbesar
Donald Trump (Foto: EUTERS/Jonathan Ernst)
Woodward merupakan Jurnalis senior yang pernah bekerja untuk The Washington Post selama 47 tahun dan dikenal luas setelah membongkar Skandal Watergate yang melibatkan elite-elite politik di Gedung Putih.
Peristiwa tersebut begitu ramai karena berfokus pada politik tidak sehat mantan presiden Amerika Richard Nixon dan menerbitkannya dalam sebuah buku berjudul "All The President’s Man: The Most Devasting Political Detective Story of the 20th Century" yang terbit pertama kali pada 14 Juni 1947.
ADVERTISEMENT
Buku ini mendapatkan penghargaan Pulitzer Prize dan buku Woodward selanjutnya pada 2003, membahas terorisme pasca serangan 9/11. Total, Woodward telah menerbitkan 18 buku dan 12 di antaranya menjadi best seller.
Woodward dalam menulis buku "Fear: Trump in White House" memakai model investigasi yang sering ia lakukan dengan mewawancarai informan dalam Gedung Putih yang identitasnya disamarkan.
Sama seperti Skandal Watergate yang 40 tahun kemudian baru terbongkar bahwa informan Woodward adalah orang nomor dua di FBI. Dalam buku "Fear" ini, Woodward mencari apa sebenarnya yang tengah berlangsung di Gedung Putih, kegaduhannya di bawah presiden yang parlente dan tak mengetahui apapun tentang politik global; sementara dia membawahi staf kenamaan yang seringkali menggiring pendapat Trump sesuai keinginan mereka tanpa pernah ia sadari.
ADVERTISEMENT
Salah satu contohnya ketika Trump memerintahkan Mattis untuk membunuh presiden Suriah Bashar Al-Assad pada 2017 lalu, setelah melakukan serangan zat kimia. Mattis mengiyakan dan melancarkan serangan rudal terbatas yang tidak mengancam nyawa Assad.
Mattis tidak menghendaki Presiden Suriah tersebut meninggal. Serangan rudal tersebut yang bagi Trump gagal menyelesaikan tugasnya, tak pernah disadarinya sebagai siasat Mattis untuk menjaga Assad agar tetap hidup.
Begitu juga tentang peristiwa penghapusan satu paragraf dari persetujuan dagang Amerika dan Korea Selatan, negara yang menjadi salah satu tumpuan besar Amerika di tengah memanasnya Laut China Selatan. Penghapusan satu paragraf itu dilakukan oleh Cohn yang akan segera ditandatangani oleh Trump.
Cohn mencoba sebisa mungkin untuk mengalihkan perhatian Trump pada isi perjanjian tersebut dan berharap Trump langsung menandatanganinya. Dan benar. Trump membacanya tapi tidak mengerti apa yang tertulis di dalam surat tersebut.
ADVERTISEMENT
Popularis, Bukan Populis!
Donald Trump Presiden Amerika Paling Konyol? Buku Fear Menjelaskannya (2)
zoom-in-whitePerbesar
leadingauthorities.com
Buku ini menempatkan Trump sebagai sosok yang seharusnya tidak pernah menjadi presiden Amerika. Ia flamboyan namun slengean. Ia dikenal dunia tapi tidak bisa membaca pergerakan politik dunia.
Hal ini sangat berbahaya, setidaknya bagi orang-orang yang menjalankan pemerintahan Trump, bagi posisi Amerika sebagai negara Adikuasa. Terutama berbagai permasalahan ekonomi dan politik global yang semakin memanas. Kehadiran Trump sepertinya tidak berimbas apa-apa pada perbaikan ranah itu.
Salah satu contoh kecerobohan Trump yang diungkap dalam buku ini, The Hindu Business Line menulis pertemuan Steve Bannon dan Trump pada 2010 yang membahas siasat politik untuk maju pada pemilihan presiden 2012 lewat Partai Republik.
ADVERTISEMENT
Bannon dan David Bowie, ketua Partai Republik pada waktu itu mengajarkan politik kepada Trump dengan singkat. Trump sama sekali tak memiliki pengetahuan akan politik namun dengan kebohongannya merasa mengetahui politik, mencoba berdalih dan memalsukan hasil voting suara.
Akhirnya, ketika Bannon merekomendasikan Trump untuk berdiri melawan elite negara dengan politik populisme untuk masyarakat umum, Trump tersanjung dan berkata, “Aku suka itu. Aku memang popularis.” Bannon meluruskan, “Tidak. Bukan popularis tetapi populis.” Trump tetap bersikeras, “Ya, seorang popularis.”
Telah banyak buku yang ditulis dan ratusan tulisan-tulisan tersebar di berbagai media cetak dan online tentang Trump dan sepak terjangnya sebagai presiden dan kehidupannya di Gedung Putih.
Namun berbeda dari yang lain, karangan Woodward ini tidak mencoba mendramatisir apa yang ia temukan di Gedung Putih. Dia telah menghabiskan beratus jam untuk mewawancarai informan-informan yang identitasnya disamarkan, yang kesemuanya bekerja di Gedung Putih.
ADVERTISEMENT
Judulnya, Fear, diambil dari perkataan Trump saat diwawancarai oleh Woodward pada 2016 lalu, bahwa “Kekuasaan yang sejati adalah, saya tak pernah ingin menggunakan kata ini, ketakutan (fear).”
Buku ini menggambarkan kecemasan orang-orang yang berada di dalam pemerintahan Trump. Citranya di depan elite negara sangatlah lemah. Terutama, orang-orang itu mengindikasikan, Trump tidak tahu bagaimana caranya untuk menyelesaikan masalah negara dan global.
Buku ini laku keras menandai kekhawatiran mayoritas masyarakat Amerika dengan segala kejadian selama Trump menjadi presiden. Semua orang was-was dan merasa getir. Begitu juga di Gedung Putih, orang-orang pemerintahan itu merasa khawatir menatap masa depan politik Amerika dalam tingkat nasional dan global. Hanya Trump yang tidak. (Muhammad Aswar/YK-1)
ADVERTISEMENT