Mengapa Pemain Timnas Perlu Belajar Menari Sejak Dini

Award News
oleh : pandangan Jogja
Konten dari Pengguna
25 September 2018 14:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Award News tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Mengapa Pemain Timnas Perlu Belajar Menari Sejak Dini
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Dailymail.co.uk
Euforia tim nasional sepak bola Indonesia menggebu-gebu, dari kategori usia 16 tahun sampai senior, dibicarakan di mana-mana. Begitulah kami memulai perbincangan tentang Timnas suatu malam di sebuah kedai kopi, di pinggiran Jogja, di antara bermacam tema yang kami bicarakan selagi gelas kopi masih terisi.
ADVERTISEMENT
Kami berlima ketika itu, duduk melingkar. Pengunjung lain sedang menonton bola dengan layar lebar disediakan pengelola kedai. Namun kami tidak masuk dalam euforia itu. Kami bukannya tidak tertarik, tetapi terdapat suatu pertanyaan yang membuat kami lebih memilih berdiskusi ketimbang menonton.
Pertanyaannya, mengapa Timnas Indonesia hanya bisa menang melawat tim-tim dari negara Asia Tenggara? Sesekali memang menang melawan tim Asia atau benua lain, tetapi itu jarang. Kompetisi-kompetisi internasional yang mereka ikuti memiliki peluang juara jika itu tingkat Asia Tenggara.
Sementara tingkat Asia, pada pagelaran Asian Games beberapa waktu lalu, timnas U-23 yang diperkuat nama-nama besar hanya mampu lolos ke babak 16 besar. Terbaru, timnas U-16 yang sedang mengikuti turnamen Piala Asia U-16 menang melawan Iran dan seri berhadapan dengan Vietnam. Kita belum tahu, apakah idola baru yang masih sangat muda ini mampu terus lolos hingga Piala Dunia U-16.
ADVERTISEMENT
Ada apa? PSSI mendatangkan pelatih sekaliber Luis Milla yang melahirkan berbagai nama di timnas Spanyol. Hasilnya? Tak ada yang dia menangkan. Indra Syafri memenangkan Piala AFF U-19 2013 silam, begitu juga Fakhri Husaini memenangkan Piala AFF U-16 beberapa bulan lalu. Di level Asia? Belum ada.
Semua orang sudah tahu bahwa Indonesia merupakan salah satu skuat terbaik di Asia Tenggara bersama Thailand, Malaysia dan Vietnam. Tetapi hanya sampai di Asia Tenggara. Selebihnya belum ada.
Banyak sangkalan bisa dibikin, seperti kami berlima di malam itu dengan segala argumentasinya. Faktor fisik, jam terbang, keruwetan PSSI dengan segala dramanya; demikian jawaban-jawaban yang terus berulang entah mulai kapan.
Seorang kawan malam itu berpendapat lain: pemain kita tidak diajari menari dalam latihan. Mengapa?
Mengapa Pemain Timnas Perlu Belajar Menari Sejak Dini (1)
zoom-in-whitePerbesar
modernbrazil.wordpress.com
ADVERTISEMENT
Baiklah. Menari mungkin dianggap sebagai suatu kesenian yang dipanggungkan. Namun lebih dari itu, menari juga memiliki dimensi matematika dan kesadaran ruang. Bagaimana, ketika dua orang atau lebih, berada di dalam satu paduan dengan gerakan yang sama harus menyelaraskan gerakan dan jaraknya terhadap penari lain sepanjang pertunjukan.
Setiap penari harus bisa menghitung jarak agar pada gerakan tertentu ia tidak bergesekan dengan penari lainnya; atau ia harus sadar ruang, di mana ia berdiri dan berapa luas panggung yang diberikan kepadanya dan penampil lain.
Bukankah sepak bola demikian? Dalam sistem sepak bola tiki-taka ala Pep Goardiola, luas lapangan bola 110 meter itu dibagi tiga bagian, sayap kanan dan kiri serta bagian tengah. Full-back kanan dan forward kanan menjaga sayap kanan, begitu juga di kiri.
ADVERTISEMENT
Sementara center-midfield mendistribusikan bertanggung jawab pada bagian tengah lapangan, di samping mendistribusikan bola ke belakang, depan dan samping. Konsep triangle dalam tiki-taka melibatkan setidaknya satu pemain sayap, satu pemain tengah, dan satu pemain belakang atau depan. Syaratnya, tiga pemain itu harus terus menjaga jarak agar konsep triangle tidak bisa dipotong pihak lawan. Dalam konsep ini, pemain yang paling harus mengerti jarak adalah pemain tengah.
Begitu pula konsep permainan Chelsea yang kini diasuh oleh Maurizio Sarri. Konsep utama Sarri adalah jarak antara pemain bertahan dengan pemain depan harus 15 meter. Dalam posisi menyerang, pemain bertahan akan naik agar jarak itu tetap, begitu pula ketika bertahan maka pemain depan harus turun lebih dalam. Dengan begitu, ketika dalam posisi menyerang dan bertahan, kerapatan pemain akan susah ditembus oleh lawan.
Tari kolosal HUT Gianyar (Foto: ANTARA FOTO/Fikri Yusuf)
zoom-in-whitePerbesar
Tari kolosal HUT Gianyar (Foto: ANTARA FOTO/Fikri Yusuf)
Lantas bagaimana dengan pemain timnas? Mari kita perhatikan Febri Hariadi yang biasanya berposisi di sayap kiri. Ketika dia berlari kencang, adakah pemain timnas lainnya yang mendekati? Sangat jarang.
ADVERTISEMENT
Biasanya, pemain timnas yang lain akan berlari ke dalam kotak penalti lawan, menunggu Febri mengumpan bola. Dalam banyak kasus, Febri telah ditunggu setidaknya dua pemain lawat.
Situasi ini membuat Febri kehilangan bola dengan cepat. Atau jika Febri berhasil mengumpan silang, pemain timnas yang menunggu dengan postur tubuh yang kecil tentu akan kalah berduel udara dengan pemain yang lebih tinggi. Mengapa, misalnya salah satu atau dua pemain timnas lainnya berlari mendekati Febri, lantas saling mengumpan hingga ke kotak penalti lawan dan menjebolnya?
Atau yang terbaru, gol kedua yang dilesakkan pemain Thailand pada laga PSSI International Tournament Cup U-19. Seorang pemain timnas kehilangan bola di tengah lapangan, lantas direbut oleh seorang pemain Thailand.
ADVERTISEMENT
Ia menggiring bola jauh lalu menembakkannya dari luar kotak pinalti. Tak ada pemain timnas yang mengganggu atau menghalanginya. Tiga pemain bertahan timnas justru berlomba-lomba turun dan menunggu di depan gawang.
Mengapa salah satu dari tiga pemain itu tidak menyadari bahwa mereka sedang berlari ke dalam kotak penalti sendiri, sementara tak ada yang hendak mengganggu pemain Thailand yang sedang membawa bola.
Kesadaran ruang dan jarak antar kawan, bisa dipelajari dari tarian. Klub sebesar Arsenal memiliki jadwal tersendiri bagi para pemainnya untuk menari balet. Atau jika tidak, bagaimana timnas Brazil dengan warisan tari Sambanya bisa menjadi salah satu tim yang selalu diunggulkan dalam turnamen internasional.
Mengapa Pemain Timnas Perlu Belajar Menari Sejak Dini (3)
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Mari kita cari pembuktian. Setiap negara yang melestarikan tariannya juga memiliki kualitas sepak bola yang tinggi. Negara-negara di Amerika Latin sebagai contohnya. Sementara negara yang tidak memiliki tradisi atau tidak melestarikan tradisi tariannya juga memiliki kualitas sepak bola yang tidak baik.
Di Indonesia, hampir seluruh suku mewarisi tradisi tarian. Mengapa kita tidak mengangkat warisan adiluhung itu ke sebuah domain yang lebih modern seperti sepak bola. Daripada kita terus-menerus menggulirkan wacana untuk merawat tradisi, mengapa tradisi itu tidak bisa dibungkus dengan kemasan yang lebih modern dan populer.
Saya tidak berkomentar terhadap pendapat kawan malam itu. Saya terus memusatkan perhatian pada pembicaraannya dan pada pertandingan sepak bola yang ditayangkan lewat layar lebar. Sesekali saya merenungi kebenaran tentang tarian itu di tengah doa saya semoga pembicaraan ini bisa sampai pada orang-orang yang memiliki akses dan berpendapat di PSSI sana. (Muhammad Aswar/YK-1)
ADVERTISEMENT