Revolusi Prinsip Evolusi Raih Nobel Kimia 2018

Award News
oleh : pandangan Jogja
Konten dari Pengguna
4 Oktober 2018 0:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Award News tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
 Revolusi Prinsip Evolusi Raih Nobel Kimia 2018
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penghargaan Nobel Kimia 2018 diberikan kepada tiga saintis yang berhasil mengembangkan prinsip-prinsip evolusi. Ketiganya menjadi pelopor sains dalam penciptakan protein yang bisa digunakan sebagai enzim dan antibodi yang telah lama difungsikan untuk memproduksi obat dan bahan bakar ramah lingkungan.
ADVERTISEMENT
Penghargaan yang diumumkan oleh Akademi Swedia pada 3 Oktober tersebut diberikan kepada Frances Arnold dari California Institute of Technology yang mendapatkan setengah dari hadiah uang tunai USD 1 juta. Dua lainnya adalah George Smith dari Universitas Missouri dan Gregory Winter dari MRC.
Frances Arnold (62 tahun) merupakan profesor dalam bidang rekayasa kimia sekaligus perempuan kelima yang memenangkan penghargaan prestisius tersebut. Sedangkan untuk tahun ini, menjadi perempuan kedua yang memenangkannya pada tahun ini setelah Donna Strickland dalam bidang fisika. Ia seorang janda tiga anak yang pernah menderita penyakit kanker payudara.
 Revolusi Prinsip Evolusi Raih Nobel Kimia 2018 (1)
zoom-in-whitePerbesar
Latimes.com
Menurut Claes Gustafsson, kepala Komite Akademi Nobel Kimia, Frances Arnold mampu, “menerapkan prinsip Darwin yang biasanya dikenal dalam biologi. Mereka menggunakan pemahaman molekuler yang kita pahami pada bidang biologi, lantas merekayasa ulang proses tersebut dalam laboratorium.” Di dalam laboratorium, proses evolusi bisa diciptakan ribuan kali lebih cepat dan mengarahkannya pada penciptaan protein baru.
ADVERTISEMENT
Metodenya dengan menulis ulang DNA untuk meniru proses evolusi. Hasilnya bisa memecahkan beragam masalah praktis dalam kehidupan, seperti mengganti bahan kimia yang berisiko, baik untuk pengobatan dan bahan bakar menjadi lebih ramah lingkungan.
Sementara Smith dan Winter mengembangkan metoda yang dinamakan tampilan fag, di mana bakteriofag, virus yang selama ini bisa menginfeksi bakteri dialihfungsikan untuk membuat protein baru. “Penemuan George Smith dan Greg Winter memiliki dampak besar dalam kehidupan, terutama pengobatan yang menggunakan obat antibodi yang tidak memiliki efek samping berlebih serta sangat efisien,” kata Goran Hansson, kepala Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan Swedia, di laman Nobel Prize.
Rekayasa Evolusi
 Revolusi Prinsip Evolusi Raih Nobel Kimia 2018 (2)
zoom-in-whitePerbesar
Prinsip dasar evolusi adalah seleksi. Makhluk yang bisa bertahan di tengah perubahan merupakan makhluk yang unggul. Caranya tentu dengan menyesuaikan diri. Kemampuan menyesuaikan diri dengan alam akan menghilangkan gesekan makhluk tersebut dengan alam yang lebih besar dan kuat. Siapa yang tidak mampu menyesuaikan diri, pada akhirnya akan punah.
ADVERTISEMENT
Prinsip evolusi yang digaungkan oleh Alfred Wallace dan diteorisasikan oleh Charles Darwin beberapa dekade lalu, telah lama digunakan dalam ilmu biologi. Bagaimana melakukan rekayasa, mengutak-atik spesies lain untuk tujuan evolusi, seperti memelihara anjing dan membiakkan tanaman yang lebih produktif.
Namun, apa yang ditawarkan oleh para pemenang Nobel Kimia tahun ini adalah bagaimana menggunakan prinsip-prinsip evolusi yang sama, tidak hanya dalam rekayasa genetika. Tetapi dalam hal yang paling kecil dan spesifik, yaitu enzim dan antibodi.
Frances Arnold mengambil inisiatif dalam bidang enzim. Enzim merupakan biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang bisa mempercepat proses reaksi namun tidak habis berekasi) dalam suatu reaksi kimia organik. Dalam praktik yang paling sederhana, enzim bekerja untuk mencacah tepung menjadi gula, merakit protein, atau menyalin DNA.
ADVERTISEMENT
Tetapi bagaimana jika enzim hendak dialifungsikan menggunakan prinsip evolusi, misalnya mengubah tanaman yang mengandung tepung seperti jagung menjadi bahan bakar yang ramah lingkungan. Tentu diperlukan prosedur yang baru, serta teknologi penelitian yang mampu mewujudkan hal itu.
Instrumen utamanya tetap bagaimana menyeleksi partikel yang sesuai dengan tujuan penelitian. Pertama-tama, menguji molekul biologis dalam makhluk hidup, seperti misalnya enzim. Setiap enzim yang berbeda-beda yang berada dalam satu makhluk dicacah lantas diuji menggunakan bakteri, enzim mana yang bisa bertahan dan tetap menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya. Dalam prosedur ini, sang enzim dikatakan telah mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Selanjutnya enzim-enzim yang terpilih lalu dibiakkan, dan dari keturunan mereka dipilih yang terbaik. Proses itu berjalan terus-menerus untuk menghasilkan enzim yang terbaik.
ADVERTISEMENT
Dalam sebuah laporan penelitian yang ditulis Frances Arnold pada 1993, dia melaporkan bahwa dengan menggunakan teknik ini mampu menghasilkan enzim yang masih bisa bekerja dengan baik bahkan ketika diuji dengan bahan kimia yang bisa membunuh enzim pada lazimnya. Arnold berkesimpulan bahwa terdapat enzim dari makhluk hidup di dunia ini yang bisa lolos dai seleksi alam yang natural. Kesimpulan ini sangat bermanfaat bagi penelitian selanjutnya, sebab memungkinkan enzim yang bisa lolos seleksi tersebut digunakan dalam berbagai bidang. Enzim-enzim tersebut sebagai bagian molekuler alam, bisa digunakan untuk kebutuhan manusia dalam skala terkecil.
Metode Arnold tersebut kini telah digunakan dalam berbagai bidang, misalnya untuk memproduksi obat-obatan yang minim efek samping. Obat-obatan itu dibuat dari molekul yang bisa menyesuaikan diri dengan baik bagi DNA, partikel serta unsur-unsur di dalam tubuh. Selain itu, penelitian tersebut juga digunakan untuk menciptakan enzim dalam bahan bakar yang ramah lingkungan.
ADVERTISEMENT
Sementara Smith dan Winter menggunakan prinsip evolusi untuk mengembangkan metoda yang disebut tampilan fag. Mereka menggunakan virus yang dapat menginfeksi bakteri, yang dikenal sebagai bakteriofag, untuk menghasilkan protein baru.
Dalam serangkaian makalah di tahun 1980-an, Smith menemukan bahwa bakteriofag menampilkan protein tertentu di permukaannya, membuatnya lebih mudah untuk menyaring varian. Dia juga menemukan bahwa dia dapat mengubah protein permukaan dan membuat salinan dari molekul yang diinginkan.
Winter kemudian menggabungkan teknik tampilan fag dengan evolusi terarah untuk menghasilkan antibodi baru bagi sistem kekebalan untuk mengidentifikasi ancaman. Dia melaporkan hasilnya pada tahun 1990. Kanal berita Vox menulis bahwa pada tahun 2002, terapi pertama yang menggunakan evolusi antibodi disetujui dan sekarang digunakan untuk mengobati psoriasis, rheumatoid arthritis, dan penyakit radang usus.
ADVERTISEMENT
Namun, Komite Nobel mencatat bahwa teknik-teknik ini masih baru dan belum dijadikan bahan utama untuk melawan penyakit atau membuat bahan bakar baru. “Kita berada di masa awal revolusi prinsip evolusi yang diarahkan, yang dalam banyak cara berbeda, akan membawa manfaat besar bagi umat manusia.” (Muhammad Aswar/YK-1)