Mengulik Budaya Patriarki pada Novel PdTN Karya Nawal El-Saadawi

Ayu Indah
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
1 Januari 2022 6:26 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ayu Indah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Novel Perempuan di Titik Nol karya Nawak El-Saadawi Foto: Ayu Indah/Penulis
zoom-in-whitePerbesar
Novel Perempuan di Titik Nol karya Nawak El-Saadawi Foto: Ayu Indah/Penulis
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), patriarki adalah perilaku yang mengutamakan laki-laki daripada perempuan dalam masyarakat atau kelompok sosial tertentu. Dalam hal ini perempuan ditempatkan di posisi lebih rendah, dan dibatasi setiap perannya karena menganggap ranah perempuan masih terlalu domestik, lain halnya dengan laki-laki yang memiliki peran sebagai kontrol utama dan pemegang kendali. Pembatasan peran perempuan oleh budaya patriarki membuat perempuan terkurung dan mendapatkan perlakuan diskriminasi. Ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan menjadi salah satu hambatan yang menyebabkan individu dalam masyarakat tidak memiliki akses yang sama.
ADVERTISEMENT
Kehadiran nilai-nilai patriarki sering kali hadir dalam bentuk tersirat hingga sulit disadari dan telah menjadi norma dari generasi ke generasi hal ini yang menyebabkan patriarki disebut sebagai budaya. Mulai dari lingkup keluarga. Contohnya, sebagai kepala keluarga seorang ayah memutuskan segala pilihan untuk seluruh anggota keluarganya, seorang istri harus menuruti kehendak suaminya dan tidak memiliki wadah berdiskusi. Budaya patriarki juga merupakan salah satu penyebab terjadinya kasus KDRT. Sistem patriarki yang kental pada kebudayaan masyarakat memicu adanya kesenjangan dan ketidakadilan gender yang mempengaruhi hingga ke berbagai aspek kehidupan yang kerap kali terjadi. Di berbagai aspek kehidupan sosial terdapat ketidakadilan gender, di mana perempuan sering tidak diuntungkan dan dinomorduakan jika dibandingkan dengan laki-laki. Budaya patriarki menempatkan laki-laki sebagai pemegang dan pengendali kekuasaan serta mendominasi dalam peran kepemimpinannya.
ADVERTISEMENT
Berikut beberapa bentuk adanya budaya patriarki yang terdapat dalam novel “Perempuan di Titik Nol”.
Salah satu permasalahan serius yang kerap kali terjadi di kalangan masyarakat adalah kekerasan terhadap perempuan. Budaya patriarki yang begitu kental menjadikan laki-laki berbuat semena-mena terhadap perempuan dan kesewenang-wenangan laki-laki dalam patriarki begitu mencolok. Terlihat pada kutipan berikut:
… “bagaimana memukul istrinya dan memperbudak tiap malam.” (halaman 15)
... “paman membawa ke rumah seorang gadis kecil pembantu yang tidur di kamar saya. Tempat tidur hanya disediakan bagi saya, maka ia tidur di lantai. Pada suatu malam yang dingin saya katakan kepadanya untuk tidur bersama saya di atas tempat tidur, tetapi ketika istri paman saya memasuki kamar dan melihat kami berdua, dia memukulnya. Kemudian ia pun memukul saya.” (halaman 35)
ADVERTISEMENT
“pada suatu peristiwa dia memukulnya seluruh badan saya dengan sepatunya. Muka dan badan saya menjadi bengkak dan memar.” (halaman 70)
“Suatu hari dia memukul saya dengan tongkatnya yang berat sampai darah keluar dari hidung dan telinga saya.” (halaman 72)
Budaya patriarki membuat wanita diperlakukan semena-mena hingga tidak manusiawi. Seorang ayah yang seharusnya menjaga dan melindungi keluarganya dengan teganya memukul istri dan anaknya, yang mana hal ini membuat perempuan hidup dalam ketidaknyamanan, kesengsaraan dan ketidakbebasan. Itulah yang dialami Firdaus pada novel ini.
Pelecehan seksual termasuk pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan pada seseorang dengan orang lain dengan adanya tujuan tertentu. Pelecehan seksual terjadi dengan landasan memegang atau menyentuh bagian tertentu dari tubuh perempuan dengan bermacam cara dan kesempatan dengan paksa dan tanpa persetujuan dari pemilik tubuh. Dalam novel ini Firdaus sudah mengalami pelecehan seksual sejak dia masih berusia di bawah umur.
ADVERTISEMENT
“seorang anak lelaki kecil yang bernama Muhammadin biasanya mencubit saya dari bawah dan mengikuti saya ke sebuah teratak kecil yang terbuat dari batang-batang pohon jagung. Ia menyuruh saya tiduran di atas tumpukkan jerami, dan mengangkat galabeya saya. Kami bermain-main menjadi ‘pengantin perempuan dan pengantin laki-laki.’ Dari bagian tertentu tubuh saya, di bagian mana saya tidak tahu dengan pasti, timbul suatu perasaan nikmat luar biasa.” (halaman 18)
… “sampai pada suatu saat saya melihat tangan paman saya pelan-pelan bergerak dari balik buku yang sedang ia baca menyentuh kaki saya. Saat berikutnya saya dapat merasakan tangan itu menjelajahi kaki saya sampai paha dengan gerakan yang gemetaran dan sangat berhati-hati.” (halaman 19)
“dia pulang tengah malam, menarik kain penutup dari tubuh saya, menampar muka saya, dan merebahkan tubuhnya di atas tubuh saya dengan seluruh berat badannya. Saya tetap memejamkan mata dan menyingkirkan tubuh saya. Demikianlah saya tergeletak di bawahnya tanpa bergerak, kosong dari segala berahi, atau rasa nikmat, malahan rasa nyeri, tidak merasakan apa-apa.” (halaman 80)
ADVERTISEMENT
… “dia menggigit bahu saya dan menggigit buah dada saya beberapa kali, kemudian perut saya.” (halaman 81)
Budaya patriarki menempatkan laki-laki sebagai pihak yang kuat dan cenderung memiliki keleluasaan untuk melakukan apa pun terhadap perempuan. Ini yang menyebabkan terjadi pelecehan seksual pada perempuan. Firdaus sudah terkena pelecehan seksual saat masih kecil oleh temannya, di mana pada saat itu usia mereka masih terbilang kecil dan minimnya pengetahuan akan hal ini. Lalu, selain temannya, Firdaus juga mendapat pelecehan seksual dari pamannya sendiri, paman yang seharusnya menjaga dirinya bukan melakukan pelecehan seksual. Perbuatan yang dilakukan oleh pamannya ini merupakan perbuatan yang tidak seharusnya dilakukan laki-laki dewasa terhadap perempuan yang masih kecil.
ADVERTISEMENT
Banyaknya kasus kekerasan dalam rumah tangga tidak lepas dari masih tetapnya budaya patriarki yang masih melekat sebagai pola pikir hingga menjadi faktor penyebab dari adanya kdrt ini. Budaya patriarki yang melabeli bahwa laki-laki itu lebih kuat dan berkuasa daripada perempuan, sehingga sebagai seorang istri memiliki keterbatasan dalam menentukan dan memutuskan pilihan atau keinginan dan mempunyai kecenderungan untuk menuruti semua keinginan dan perintah suami, bahkan bersifat buruk sekalipun. Dalam novel ini ditemukan adanya kekerasan dalam rumah tangga pada keluarga Firdaus, terlihat pada kutipan berikut:
“Jika salah satu satu anak perempuan mati, ayah akan menyantap makan malamnya, ibu akan membasuh kakinya, dan kemudian ia akan pergi tidur. Seperti itu ia lakukan setiap malam. Apabila yang mati itu seorang anak laki laki, ia akan memukul ibu kemudian makan malam dan merebahkan diri untuk tidur.” (halaman 26)
ADVERTISEMENT
“Bila tukang sampah datang untuk mengambil sampah dari tempatnya, dia akan memeriksa dengan hati-hati sebelum meletakkannya di luar. Suatu hari ia menemukan sisa makanan, dan ia mulai teriak-teriak begitu kerasnya, sehingga semua tetangga dapat mendengar. Setelah peristiwa itu. Ia mempunyai kebiasaan untuk memukul saya, apakah dia mempunyai alasan ataupun tidak.” (halaman 63)
Dari kutipan tersebut menunjukkan adanya kekerasan fisik yang dilakukan ayah Firdaus terhadap istrinya, jika seorang anak laki-laki yang meninggal dalam keluarga. Pada kutipan tersebut menunjukkan jika anak laki-laki merupakan kebanggaan dan kehormatan, apabila meninggal maka menurutnya menjadi sebuah kerugian. Lalu, kekerasan dalam rumah tangga juga dilakukan oleh Syeikh Mahmud pada Firdaus selaku istrinya. Dalam hal ini ayah dan Syeikh Mahmud tidak mencerminkan sosok pemimpin rumah tangga yang seharusnya melindungi dan menjaga keluarganya.
ADVERTISEMENT
Dapat dikatakan bahwa novel Perempuan di Titik Nol karya Nawal El-Saadawi menggambarkan kedudukan laki-laki lebih istimewa dibandingkan perempuan. Laki-laki dapat berbuat semena-mena terhadap perempuan, sementara perempuan akan selalu tertindas, dan tidak mendapatkan kenyamanan serta kebebasan dalam hidupnya, hal ini dikarenakan adanya budaya patriarki yang begitu kental.
Sumber referensi
Pengertian Budaya Patriarki dan Contohnya yang Ada di Indonesia, diakses melalui https://voi.id/lifestyle/103783/pengertian-budaya-patriarki-dan-contohnya-yang-ada-di-indonesia
Sakina, Ade Irma & Siti, Dessy Hasanah. (2017). Menyoroti Budaya Patriarki di Indonesia. Social Work Jurnal. volume 7, nomor 1.
Sa’adah, ‘Ainus. (2021). Representasi Perempuan dalam Budaya Patriarki pada Novel Perempuan di Titik Nol: Pendekatan Teori Marxis dan Sosialis. Bapala. volume 8, nomor 03.
Maulida, Utami. (2019). Feminisme Novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal El-Saadawi. Dirasah. volume 2.
ADVERTISEMENT