Gen Z, Flexing, dan Paylater: Drama di Balik Layar Sosial Media

Azmalita Bintang Mahadewi
Saya merupakan mahasiswa aktif dengan jurusan Ilmu Komunikasi di UPN Veteran Jakarta
Konten dari Pengguna
28 November 2023 17:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Azmalita Bintang Mahadewi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://www.canva.com/
zoom-in-whitePerbesar
https://www.canva.com/
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Beberapa waktu ini, kata Flexing dan Gen Z sering terdengar, kira-kira apa sih hubungan diantara keduanya?
ADVERTISEMENT
Gen Z adalah mereka yang lahir pada tahun 1995-2010. Generasi Z adalah salah satu generasi yang tumbuh dalam era digital, mereka sangat identik dengan kelihaian dan kepandaian dalam menggunakan teknologi dan internet. Perkembangan teknologi yang makin cepat, sangat memengaruhi kehidupan masyarakat dari berbagai aspek, dan membuat para penggunanya mampu melihat dunia dalam perspektif yang lebih luas.
Media sosial adalah salah satu contoh dari perkembangan teknologi dan internet yang sangat digandrungi oleh mereka para Gen Z. Kehadiran media sosial ini membuat siapapun bebas menjadi siapa saja, bahkan menjadi seseorang yang bertolak belakang dengan kenyataannya di kehidupan nyata. Dalam kata lain, media sosial saat ini sudah menjadi panggung bagi para Gen Z untuk mengekspresikan diri, membagikan keseharian dan momen yang terjadi dalam hidup mereka. Namun, terkadang ada beberapa diantara mereka yang memilih untuk mengekspresikan diri melalui gaya hidup yang terkesan glamour dan mewah.
ADVERTISEMENT

Ketika Kemewahan Menjadi Ajang Pamer "Flexing" di Media Sosial

https://www.canva.com/
Flexing, atau dikenal sebagai sebuah fenomena memamerkan kemewahan dan gaya hidup yang cukup mahal, seperti foto-foto liburan hingga koleksi barang-barang mewah. Aktivitas “flexing” yang dilakukan oleh para Gen Z tidak hanya sebagai bentuk mengekspresikan diri, tetapi juga menjadi salah satu cara untuk menarik perhatian/followers, meningkatkan citra di kehidupan sosial, dll.
Namun, di balik kemewahan postingan di media sosial, tentu ada beberapa hal yang mungkin tidak terlihat oleh mata kita, karena hanya melihat mereka dari postingannya di media sosial. Hal ini kadang membuat pertanyaan-pertanyaan kritis mengenai realitas dan dampaknya pada kehidupan sehari-hari muncul di tengah euphoria seseorang memamerkan barang-barang mahal dan pengalaman eksklusif. Contohnya seperti "apakah gaya hidup yang ditampilkan di media sosial ini sesuai dengan kenyataan finansial penggunanya?"
ADVERTISEMENT
Dalam perlombaan yang terjadi untuk menampilkan gaya hidup yang mengesankan, Gen Z seringkali mendapat tekanan untuk selalu tampil sempurna di media sosial, meskipun, kenyataannya, terdapat cerita hidup yang mungkin tidak seindah foto-foto yang mereka tampilkan di media sosial.
Beberapa di antara mereka yang memilih gaya hidup mewah di media sosial seringkali tidak mencerminkan realitas finansial yang mereka miliki. Drama di balik foto-foto mewah ini melibatkan stress finansial, kekhawatiran akan image yang mereka bangun, bahkan terkadang ada diantara mereka yang rela membeli barang-barang mewah dengan cara meminjam uang atau menggunakan fitur paylater demi mempertahankan citra yang ada.

Paylater: Kenyamanan atau Jebakan Finansial?

https://www.canva.com/
Fitur paylater, yaitu di mana individu dimudahkan aksesnya dalam melakukan pembelian barang atau jasa tanpa harus membaya segera dan dapat membayar barang atau jasa tersebut nanti dalam jangka waktu tertentu. Fitur ini merupakan salah satu fitur yang menjadi salah satu alat pembayaran yang populer di kalangan Gen Z.
ADVERTISEMENT
Memang tidak ada yang salah dengan menggunakan fitur paylater, tetapi terkadang kenyamanan dari fitur ini bisa saja menjerumuskan seseorang ke masalah yang lebih besar. Di satu sisi, Paylater memungkinkan akses lebih mudah ke produk dan layanan yang mungkin tidak dapat dibeli secara langsung oleh banyak individu. Namun, di sisi lain, penggunaan Paylater yang tidak bijak dapat memperburuk masalah finansial, terutama jika digunakan untuk "flexing" dan menciptakan citra yang mungkin tidak sesuai dengan realitas keuangan seseorang.

Pengaruh yang ditimbulkan dari membeli barang branded menggunakan paylater demi flexing di media sosial

Menurut sebuah artikel dari 34th Street Magazine, flexing di media sosial bisa menimbulkan inferioritas dan iri terhadap gaya hidup mewah orang lain, atau biasa disebut "Instagram Envy". Hal ini bisa saja membuat orang lain jadi percaya bahwa kebahagiaan itu bergantung pada benda materi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, jika membeli suatu barang dengan menggunakan paylater hanya untuk flexing di media sosial, hal ini dapat menyebabkan akumulasi utang yang tidak terkendali, terlebih jika pengguna tidak mampu membayar tagihan paylater mereka tepat waktu.
Bahkan, ketika seseorang sudah terbiasa flexing dan membeli barang dengan metode pembayaran paylater, kemudian ia tidak sanggup membayar tagihan tersebut, ditakutkan hal ini dapat menciptakan tekanan sosial dan kebutuhan akan validasi dari orang lain. Hal ini tentu saja dapat memengaruhi kesehatan mental seseorang dan menciptakan sikap yang tidak sehat terhadap kekayaan dan kepemilikan atas suatu benda materi.
Maka dari itu, meskipun paylater menawarkan kehidupan yang lebih nyaman dan membuat penggunanya mampu mewujudkan kehidupan sosial yang mewah dan sekaligus bisa menjadi bahan flexing, Generasi Z juga harus selalu memahami bagaimana keseimbangan antara mengejar gaya hidup yang ingin ditampilkan di media sosial dengan tanggung jawab finansial yang sebenenarnya harus selalu dalam batas yang wajar. Jangan sampai perlombaan untuk menunjukkan kehidupan yang mewah malah menjerumuskan mereka kepada hutang-hutang karena tidak sanggup membayar tagihan paylater yang mereka miliki.
https://www.canva.com/