Harga Anjlok dan Kemarau Panjang Membelit Petani Lada Babel

Konten Media Partner
26 Agustus 2019 16:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah satu Petani lada Toboali, Matoridi. Saat ditemui Tim Babelhits.com. (Tim Babelhits)
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu Petani lada Toboali, Matoridi. Saat ditemui Tim Babelhits.com. (Tim Babelhits)
ADVERTISEMENT
"Sudah Jatuh Ditimpa Tangga", pribahasa yang tepat untuk petani lada di Bangka Belitung yang saat ini mengalami kesusahan akibat anjloknya harga jual lada ditambah faktor cuaca yang saat ini mengalami musim kemarau berkepanjangan.
ADVERTISEMENT
Dua hal tersebut dialami Matoridi, salah satu petani lada di Desa Keposang, Kecamatan Toboali, Bangka Selatan, yang mengeluhkan harga lada yang tak sesuai dengan biaya modal yang dikeluarkan.
"Dari harga jual lada pada tahun 2018 bisa mencapai Rp 120 ribu per kilogram, hingga sekarang menurun secara signifikan diangka Rp 45 ribu per kilogram sampai dengan Rp 50 ribu per kilogram," ungkap Matoridi, pada Senin (26/08/2019).
Ditambah lagi, petani lada saat ini menghadapi musim kemarau yang berkepanjangan pada tiga bulan terakhir, hingga menimbulkan dampak besar bagi para petani lada di Bangka Belitung.
"Tak hanya harga lada yang tak bersahabat, petani lada saat ini juga di hantam musim kemarau yang mengancam kekeringan hingga bisa menyangkut kualitas lada" ungkap petani lada yang mempunyai 3.000 batang lada di kawasan Bangka Selatan.
ADVERTISEMENT
Matoridi juga mengatakan, dampak musim kemarau ini, kualitas dan kuantitas ladanya menjadi tidak optimal.
"Normalnya sekali petik bisa mendapat rata - rata 10 kilogram per karung, namun pada musim kemarau ini, kita hanya bisa mendapat 6 kilogram per karung, jauh dari harapan kita," tutur Matoridi.
Ditambahkanya, keuntungan yang diraup hanya 30 persen, sisanya habis buat biaya operasionalnya, seperti pupuk dan upah membersihkan kebun.
"Dari hasil panen kita sekarang hanya mendapat keuntungan 30 persen, 70 persen sisanya habis untuk biaya operasional yang tidak mungkin turun seperti biaya pupuk, biaya upah petik lada dan lain - lain," imbuh Matoridi
Sejumlah permasalahan tersebut merupakan ancaman bagi petani lada di Babel untuk gulung tikar di pulau yang dikenal penghasil lada terbesar di dunia ini.
ADVERTISEMENT