HUT Ke-95, PWNU Babel Gelar Dialog Kebangsaan

Konten Media Partner
10 Februari 2021 20:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana dialog kebangsaan yang dilaksanakan oleh PWNU Babel. (Ist)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana dialog kebangsaan yang dilaksanakan oleh PWNU Babel. (Ist)
ADVERTISEMENT
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Bangka Belitung menggelar Dialog Kebangsaan dalam rangka memperingati harlah Nahdlatul Ulama (NU) ke-95 di Bangka City Hotel Pangkalpinang, Rabu (10/2/2021).
ADVERTISEMENT
Acara ini dihadiri Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Republik Indonesia (RI) Muhammad Dawam; Kapolda Babel Irjen Pol Anang Syarif Hidayat; Danrem 045/Gaya Brigjen M Jangkung Widyanto; Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Babel, KH A Ja'far Shaddiq; beserta Tokoh, Ulama dan Umarah
Muhammad Dawam menyebutkan ulama dan umarah ibarat dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Ulama sendiri adalah tiang, sementara umarah merupakan penjaganya bangunan.
“Tanpa tiang maka bangunan akan rubuh, sedang bangunan tanpa penjaganya akan sirna, hilang dan lenyap,” sebut Muhammad Dawam.
Ia pun mengapresiasi upaya yang dilakukan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo selepas dilantik, dengan berkunjung ke sejumlah ormas-ormas Islam, di antaranya PBNU dan Muhammadiyah serta Rabithah Alawiyyah.
ADVERTISEMENT
“Ini memiliki pesan dalam keseriusan beliau untuk menjadikan polisi sebagai organisasi yang Transparansi Berkeadilan yakni PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, transparansi, berkeadilan)," tuturnya.
Diakuinya, meski Kompolnas memiliki fungsi pengawasan eksternal, hanya saja tidak bisa mempengaruhi profesionalitas dan kemandirian Polri.
"Kompolnas memiliki fungsi pengawasan fungsional terhadap kinerja Polri untuk menjamin profesionalisme dan kemandirian Polri. Semangat keagamaan menjiwa proses pelaksanaan pada sistem tata kelola pemerintahan, tak terkecuali di Kepolisian," ungkap Muhammad Dawam.
Sementara itu, Kapolda Babel, Irjen Pol Drs. Anang Syarif Hidayat menegaskan intoleransi adalah masalah seluruh bangsa dan dunia. Sedangkan radikalisme adalah akar dari terorisme.
“Tidak ada satu negara di dunia secara mandiri dapat mengatasi masalah terorisme,” tegas Jenderal Bintang dua.
Ia pun menyebutkan sejumlah kelompok yang dikategorikan radikalisme adalah PKI (Partai Komunis Indonesia), HTI (Hizbut Tahrir Indonesia), FPI (Front Pembela Islam), NII (Negara Islam Indonesia), GAM (Gerakan Aceh Merdeka) dan OPM (Organisasi Papua Merdeka)
ADVERTISEMENT
Untuk di Babel sendiri, Anang mengatakan sepanjang lima tahun terakhir tidak ada kasus intoleransi yang terjadi
“Bukti Babel secara umum masih aman dan kondusif, mari kita rawat keberagaman ini agar situasi aman dan damai tetap terjaga, bersama kita cegah intoleransi radikalisme dan terorisme,” kata Anang.
Anang kembali menegaskan Intoleransi radikalisme dan aksi terorisme adalah paham dan gerakan yang terbukti anti NKRI dan anti ideologi Pancasila dan perundang-undangan yang berlaku dan anti kebhinekaan. Intoleransi, paham radikal dan aksi terorisme tidak boleh berkembang karena akan mengganggu stabilitas keamanan dan pembangunan.
“Seluruh elemen harus mendukung upaya dan tindakan pemerintah dan aparatur negara untuk mencegah berkembangnya intoleransi, radikalisme dan terorisme,” tegasnya.
Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Babel, KH A Ja'far Shaddiq, menuturkan dalam memperingati kelahiran Nahdlatul Ulama ke-95, semenjak NU berdiri sampai hari ini. Pihaknya tetap menjadi garda terdepan dalam membela NKRI, sebelum kemerdekaan sampai dengan hari ini.
ADVERTISEMENT
“Dengan merawat keberagaman baik beragam agama, suku bangsa, dan budaya sampai saat ini NU tetap merajut keberagaman itu," kata KH Ja'far
Menurutnya proses pengintegrasian nilai Islam ke dalam nasionalisme ini membuktikan NU telah melerai ketegangan antara Islam sebagai Ideologi Universal dan Pancasila sebagai Ideologi Nasional serta antara Islam sebagai paham theokratis dan NKRI sebagai bangunan negara-bangsa.
Dalam hal ini NU terus membangun hubungan harmonis antara Islam dan kemodernan, yang diimplementasikan atas penerimaan NU terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia dan digerakkan melalui demokratisasi dalam jangka panjang karena NU memahami nasionalisme tidak dalam kerangka identitas dan wilayah, melainkan kerakyatan.