Tak Punya Ponsel Pintar, Shirly Janjian Belajar dengan Guru

Konten Media Partner
8 Februari 2021 11:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
 Shirly Cahaya, siswi yang duduk di kelas VII Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al Hidayah Desa Gadung Kecamatan Toboali, Bangka Selatan semangat belajar dengan segala keterbatasan.
zoom-in-whitePerbesar
Shirly Cahaya, siswi yang duduk di kelas VII Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al Hidayah Desa Gadung Kecamatan Toboali, Bangka Selatan semangat belajar dengan segala keterbatasan.
ADVERTISEMENT
Kementerian Pendidikan mengambil kebijakan untuk menerapkan belajar dari rumah secara daring untuk menekan laju penularan COVID-19. Hal ini demi keamanan dan kesehatan peserta didik maupun tenaga pendidik.
ADVERTISEMENT
Namun tentunya kebijakan ini tidak selamanya berjalan dengan mulus. Belajar daring membutuh perangkat berupa ponsel android dan pulsa internet. Bagi sebagian orang tua yang berpenghasilan pas-pasan tentunya merasa keberatan, jangankan untuk membeli ponsel android dan mengisi pulsa internet, mengisi perut pun mereka sangat kerepotan.
Kondisi ini lah yang dialami oleh seorang siswi di Bangka Selatan yakni Shirly Cahaya. Siswi yang duduk di kelas VII Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al Hidayah Desa Gadung Kecamatan Toboali, Bangka Selatan sangat kesulitan untuk belajar daring, lantaran berasal dari keluarga tak mampu.
Kediaman Shirly berada di pinggiran Kota Toboali, tak jauh di belakang Kantor KPU Bangka Selatan. Kawasan tersebut merupakan hutan dan kebun, bekas pertambangan timah.
ADVERTISEMENT
Jalan menuju rumah berukuran tiga meter kali empat meter tersebut masih menelusuri sedikit hutan, bertanah puruh dan sedikit becek.
Senyum sumringah dari sang ayah Shirly, yakni Slamet Cahyadi saat menyambut babelhits.com ketika bertandang ke rumah tersebut.
Kondisi gelap gulita terasa di dalam rumah yang tidak mempunyai jendela. Slamet pun bergegas mengambil baterai atau aki motor untuk menghidupkan lampu yang satu-satunya di ruang tamu dan juga sebagai tempat tidur mereka.
"Inilah pak keadaanya, di rumah saya tidak ada jaringan listrik, jadi pakai aki untuk menghidupkan lampu, kalau aki habis kita pakai penerangan lampu lilin agar Shirly bisa belajar atau baca buku," tutur Slamet, Sabtu (6/1/2021).
Guna memenuhi kebutuhan sehari-hari, keluarga kecil tersebut mengandalkan hasil kebunnya untuk dijual ke pasar terdekat. Uang yang dihasilkan dari jualan sayuran itu pun harus dibagi untuk membeli beras dan beli bibit sayur.
ADVERTISEMENT
"Itulah pak untuk menyambung hidup, Alhamdulillah biaya sekolah Shirly ini gratis dari MTs karena ikut program kelas unggulan. Intinya kita bersyukur dan jalani hidup apa adanya," ungkap Slamet dengan penuh semangat.
Putri semata wayang pasangan Slamet Cahyadi dan Erna ini jika sudah besar bercita-cita ingin menjadi seorang dokter.
"Mau jadi dokter biar bisa mengobati orang yang tidak mampu secara gratis," begitu ucap Shirly malu-malu saat ditanya cita-citanya.
Shirly mengaku setiap harinya membantu kedua orang tua berkebun, saat petang barulah ia belajar. Lantaran tak memiliki ponsel android, Shirly terpaksa janjian dengan sang ibu guru yakni Siti Awaliyah untuk belajar di rumah sang guru.
"Jadi Shirly ini setiap pulang bantu orang tuanya berkebun, ia langsung ke rumah saya untuk belajar tatap muka," ungkap Siti Awaliyah kepada babelhits, Sabtu (6/2/2021).
ADVERTISEMENT
Siti Awaliyah dengan rela meluangkan waktunya untuk mengajar Shirly agar tidak ketinggalan pelajaran.
"Shirly ini anak pintar, dari SD hingga MTs (SMP-Red) selalu juara kelas. Namun adanya pandemi ini dan kebijakan harus belajar dari rumah, prestasi Shirly menurun karena tidak mempunyai HP. Karena itu saya berinisiatif untuk membantu Shirly mendapatkan HP melalui buka donasi atau status di media sosial di grup Kabar Basel Kite," imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bangka Selatan, Sumadi mengatakan kebijakan belajar dari rumah tersebut masih mengikuti surat edaran bupati di tingkat SD dan SMP/MTs.
"Sampai saat ini masih berlaku di Kota Toboali saja, karena kita melihat kasus Covid-19 masih tinggi di wilayah ini. Untuk di kecamatan lain ada yang daring dan ada yang tatap muka. Tergantung kebijakan setiap sekolah dan kondisi kasus Covid-19 di masing-masing wilayah," katanya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, lanjut Sumadi, bagi pelajar yang tidak mempunyai ponsel untuk belajar daring, setiap guru di sekolah mewajibkan untuk membuka kelas pelajaran tatap muka bagi anak murid yang tidak mempunyai ponsel.
"Solusinya seperti itu, jadi selain itu seperti terkendala jaringan di desa-desa yang terkena blank spot, bisa dilakukan belajar secara offline atau tatap muka," tukasnya.
Kementerian Pendidikan mengambil kebijakan untuk menerapkan belajar dari rumah secara daring untuk menekan laju penularan COVID-19. Hal ini demi keamanan dan kesehatan peserta didik maupun tenaga pendidik.
Namun tentunya kebijakan ini tidak selamanya berjalan dengan mulus. Belajar daring membutuh perangkat berupa ponsel android dan pulsa internet. Bagi sebagian orang tua yang berpenghasilan pas-pasan tentunya merasa keberatan, jangankan untuk membeli ponsel android dan mengisi pulsa internet, mengisi perut pun mereka sangat kerepotan.
ADVERTISEMENT
Kondisi ini lah yang dialami oleh seorang siswi di Bangka Selatan yakni Shirly Cahaya. Siswi yang duduk di kelas VII Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al Hidayah Desa Gadung Kecamatan Toboali, Bangka Selatan sangat kesulitan untuk belajar daring, lantaran berasal dari keluarga tak mampu.
Kediaman Shirly berada di pinggiran Kota Toboali, tak jauh di belakang Kantor KPU Bangka Selatan. Kawasan tersebut merupakan hutan dan kebun, bekas pertambangan timah.
Jalan menuju rumah berukuran tiga meter kali empat meter tersebut masih menelusuri sedikit hutan, bertanah puruh dan sedikit becek.
Senyum sumringah dari sang ayah Shirly, yakni Slamet Cahyadi saat menyambut babelhits.com ketika bertandang ke rumah tersebut.
Kondisi gelap gulita terasa di dalam rumah yang tidak mempunyai jendela. Slamet pun bergegas mengambil baterai atau aki motor untuk menghidupkan lampu yang satu-satunya di ruang tamu dan juga sebagai tempat tidur mereka.
ADVERTISEMENT
"Inilah pak keadaanya, di rumah saya tidak ada jaringan listrik, jadi pakai aki untuk menghidupkan lampu, kalau aki habis kita pakai penerangan lampu lilin agar Shirly bisa belajar atau baca buku," tutur Slamet, Sabtu (6/1/2021).
Guna memenuhi kebutuhan sehari-hari, keluarga kecil tersebut mengandalkan hasil kebunnya untuk dijual ke pasar terdekat. Uang yang dihasilkan dari jualan sayuran itu pun harus dibagi untuk membeli beras dan beli bibit sayur.
"Itulah pak untuk menyambung hidup, Alhamdulillah biaya sekolah Shirly ini gratis dari MTs karena ikut program kelas unggulan. Intinya kita bersyukur dan jalani hidup apa adanya," ungkap Slamet dengan penuh semangat.
Putri semata wayang pasangan Slamet Cahyadi dan Erna ini jika sudah besar bercita-cita ingin menjadi seorang dokter.
ADVERTISEMENT
"Mau jadi dokter biar bisa mengobati orang yang tidak mampu secara gratis," begitu ucap Shirly malu-malu saat ditanya cita-citanya.
Shirly mengaku setiap harinya membantu kedua orang tua berkebun, saat petang barulah ia belajar. Lantaran tak memiliki ponsel android, Shirly terpaksa janjian dengan sang ibu guru yakni Siti Awaliyah untuk belajar di rumah sang guru.
"Jadi Shirly ini setiap pulang bantu orang tuanya berkebun, ia langsung ke rumah saya untuk belajar tatap muka," ungkap Siti Awaliyah kepada babelhits, Sabtu (6/2/2021).
Siti Awaliyah dengan rela meluangkan waktunya untuk mengajar Shirly agar tidak ketinggalan pelajaran.
"Shirly ini anak pintar, dari SD hingga MTs (SMP-Red) selalu juara kelas. Namun adanya pandemi ini dan kebijakan harus belajar dari rumah, prestasi Shirly menurun karena tidak mempunyai HP. Karena itu saya berinisiatif untuk membantu Shirly mendapatkan HP melalui buka donasi atau status di media sosial di grup Kabar Basel Kite," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bangka Selatan, Sumadi mengatakan kebijakan belajar dari rumah tersebut masih mengikuti surat edaran bupati di tingkat SD dan SMP/MTs.
"Sampai saat ini masih berlaku di Kota Toboali saja, karena kita melihat kasus Covid-19 masih tinggi di wilayah ini. Untuk di kecamatan lain ada yang daring dan ada yang tatap muka. Tergantung kebijakan setiap sekolah dan kondisi kasus Covid-19 di masing-masing wilayah," katanya.
Selain itu, lanjut Sumadi, bagi pelajar yang tidak mempunyai ponsel untuk belajar daring, setiap guru di sekolah mewajibkan untuk membuka kelas pelajaran tatap muka bagi anak murid yang tidak mempunyai ponsel.
"Solusinya seperti itu, jadi selain itu seperti terkendala jaringan di desa-desa yang terkena blank spot, bisa dilakukan belajar secara offline atau tatap muka," tukasnya.
ADVERTISEMENT