Menjadi Ibu EPING? Siapa Takut!

Babyologist
The trusted and resourceful media for pregnancy & maternity in Indonesia. Our vision is to make The Journey beautiful and enjoyable!
Konten dari Pengguna
19 Mei 2019 15:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Babyologist tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masalah breastfeeding memang sangat populer di kalangan ibu, tidak terbatas pada ibu baru seperti saya saja, ibu dengan tiga anak pun terkadang mengalami permasalahan breastfeeding. Seperti saya yang mencoba memunculkan puting yang tenggelam, yang hasilnya puting muncul tetapi berdiameter besar dan rata seperti tutup botol minuman. Dengan keadaan puting yang demikian saya tetap memaksakan bayi saya untuk direct breastfeeding, hasilnya tidak sampai dua minggu puting saya luka hingga cuil dan berdarah, hingga bayi saya muntah darah, yang ternyata darahnya dari puting saya.
ADVERTISEMENT
Sejak kejadian itu kegiatan menyusui adalah nightmare buat saya, dan sangat tidak menikmati DBF, selain sakit luar biasa, saya tidak tega menyuapi anak saya darah puting tiap kali menyusui. Maka saya memutuskan untuk memompa payudara dengan pompa elektrik dengan kekuatan terendah agar darahnya tidak ikut mengucur, kemudian memberikannya kepada bayi saya dengan media lain.
Drama per-ASI-an tidak berhenti sampai di situ. Ketika saya mencoba banyak media pada bayi saya, dia menolak semua media yang dapat menyelamatkannya dari bingung puting (media selain botol). Dia memberontak, menangis sampai mukanya merah dan berteriak hingga menumpahkan ASI dari media yang saya coba tersebut, saat itu buat saya ASI sangat berharga hingga lebih baik membuang berbagai jenis media tersebut ketimbang membuang ASI. Kemudian saya cobakan berbagai macam botol dan syukurlah dia mau salah satu botol susunya.
ADVERTISEMENT
Digunakanlah botol tersebut selama menunggu puting saya kering, kira-kira butuh waktu 2 minggu. Saat itu demi mencukupi ASI bayi, saya pumping setiap 2 jam, seolah kejar-kejaran dengan ASI yang ada di botolnya. Tidak ada waktu tidur, pumping tetap harus lanjut demi memenuhi keinginan untuk memberikan bayi saya ASI eksklusif.
Setelah puting sembuh ternyata bayi saya sudah bingung puting dan tidak mau sama sekali menyusu di puting saya. Sedih? Jelas, kecewa? sudah pasti. Awalnya sedih saya tak berkesudahan, segala cara saya coba agar dia mau kembali DBF, mulai dari ke konselor laktasi, pakai nipple shield hingga mencoba menyugestikan bayi saya bahwa DBF adalah cara ternyaman untuk menyusu, tapi semuanya gagal. Sakit hati, menyalahkan diri sendiri, merasa diri ini tidak becus mejadi ibu, apalagi mom-shamming oleh keluarga sendiri karena tidak DBF menambah stres saya saat itu. Hingga akhirnya suami saya berkata, "Apa salahnya dengan ASI pumping? sama-sama ASI, pumping aja terus sampai 2 tahun, tetap ASI eksklusif juga kan namanya?" saat itu saya merasa ada yang berdiri di pihak saya, dan membuang stres jauh-jauh dan memutuskan untuk menjadi ibu eping alias eksklusif pumping.
ADVERTISEMENT
Berkomitmen untuk menjadi Ibu Eping memang tidak mudah, awalnya merasa terganggu, harus memompa ASI setiap 2-3 jam, rasa malas yang tiada tara apalagi di malam hari saat kita merasa lelah seharian mengurusi bayi. Tapi lama kelamaan kegiatan memompa ASI menjadi kebiasaan yang justru akan merasa aneh jika tidak dilakukan.
Orang sekitar saya termasuk orang tua saya khawatir payudara saya akan kering jika tidak DBF, memang kekhawatiran itu bukannya tidak beralasan, tapi dari beberapa artikel yang saya baca, dan mendengarkan langsung dari narasumber yang seorang eping, bukan tidak mungkin untuk mengASIhi selama 2 tahun, tinggal seberapa rajin dan seberapa kuat tekad kita untuk berkomitmen memompa ASI kapan pun waktu pompa tiba.
ADVERTISEMENT
Sekarang saya sedang bersemangat untuk membuktikan bahwa Ibu eping juga bisa mengASIhi hingga 2 tahun. Semangat mengasihi! Pompa ASI jangan kasih kendor! Jadi Ibu EPING? Siapa takut!