Komunikasi yang Baik Melahirkan Generasi yang Baik

Yayasan Balita Sehat Indonesia
Foundation for Mother and Child Health is known as Yayasan Balita Sehat Indonesia. Tackling malnutrition in innovative way. Everyday. Since 2001.
Konten dari Pengguna
22 Januari 2021 9:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yayasan Balita Sehat Indonesia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Rangkaian pelatihan kolaborasi FMCH Indonesia dengan USANA Foundation masih berlanjut! Setelah sebelumnya tentang pentingnya ASI, kali ini tepatnya pada Rabu, 14 Oktober 2020, berhasil terselenggara kelas virtual tentang pentingnya komunikasi dan keterampilan konseling. Masih dengan narasumber yang sama, Farida Ayu Ekawati, kelas ini dihadiri oleh 7 staf FMCH Indonesia zoom meeting. Kelas intensif yang berlangsung selama 4 jam ini diawali dengan pengerjaan pre-test bagi para peserta. Pre-test ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman awal peserta terkait komunikasi dan keterampilan konseling. Kelas pun dimuai setelahnya. Dengan metode kelas dua arah, Farida membawa setiap sesi menjadi mudah diterima dengan baik oleh peserta. Sesi pertama, Farida membawakan topik tentang Kompetensi Konselor Menyusui. Bahwa sebagai konselor kita harus menguasai 12 kompetensi dasar dan 16 kompetensi tambahan agar bisa memfasilitasi ibu dengan baik. Kunci dari kompetensi ini baik dasar maupun tambahan adalah pada kemampuan mendengarkan, mendampingi, memberi dukungan pada ibu, serta kemampuan klinis manajemen laktasi. Kemampuan ini penting sebagai modal awal konselor yang baik.
ADVERTISEMENT
Farida menekankan bahwa dalam melakukan konseling, wajib diingat, bahwa konselor bukanlah penasihat.Sebagai konselor, tugas utama kita adalah membantu ibu menemukan apa yang terbaik bagi dirinya melalui proses sharing guna meningkatkan kepercayaan diri ibu sambil memberi dukungan pada mereka. Berbeda jauh dengan memberi nasihat; yang sifatnya memberi tahu apa yang menurut kita baik tanpa memperhatikan kebutuhan ibu yang sesungguhnya. Kelas semakin menarik tatkala terjadi diskusi tentang bagaimana cara agar ibu mau terbuka dengan konselor. Peserta ada yang menjawab, konselor harus berwajah ramah, ada juga yang mengatakan konselor harus sabar mendengarkan, ada pula yang berkata konselor harus mau berbagi, jangan hanya satu arah meneror si ibu. Jawaban-jawaban ini tepat adanya. Kadangkala, tantangan yang konselor hadapi adalah ibu yang tertutup, tidak mau berbagi keluh kesah nya. Sebagai konselor, kita harus menempatkan diri sejajar dengan mereka, dengan pembawaan seperti yang sudah disebut sebelumnya oleh para peserta: ramah, mau mendengar, dan berbagi. Ciptakan suasana konseling layaknya sedang bercerita satu sama lain.
ADVERTISEMENT
Menuju akhir sesi, Farida semakin mempertajam peserta dengan pengetahuan praktikal. Bahwa sebagai konselor, wajib memperhatikan tangga perubahan perilaku dari orang yang kita dampingi. Tangga perubahan ini dari yang terbawah sampai teratas: (1) tidak tahu, (2) tahu, (3) termotivasi untuk mencoba yang baru, (4) mengadopsi perilaku baru, (5) melestarikan perilaku baru sehingga menjadi bagain dari kebiasaan sehari-hari. Sebagai konselor, tentu kita ingin, orang terutama ibu yang kita damping bisa mengadopsi perilaku baru yang lebih baik di kehidupan sehari-harinya. Guna menajamkan pemahaman peserta, Farida memberi tantangan pada para peserta untuk memecahkan beberapa studi kasus. Seperti misalnya, jika seorang ibu sudah sampai pada tahap mengetahui, untuk naik ke tangga tahap perubahan berikutnya apa yang harus dilakukan oleh konselor? Atau jika ibu sudah mengadopsi perilaku baru, untuk sampai ke puncak perubahan apa yang perlu didorong lagi oleh konselor?
ADVERTISEMENT
Studi kasus ini menjadi pemantik diskusi kelas yang membuat kelas virtual ini terasa sangat mudah diterima. Tambahan untuk mengaplikasikan tangga perubahan perilaku ini, peserta juga diingatkan untuk menerapkan 3 langkah wajib konseling yang disebut 3B atau bertanya, berfikir, lalu bertindak. Tujuannya,agar konseling berjalan efektif sesuai kebutuhan dan memenuhi kebutuhan kedua belah pihak. Menutup sesi ini, Farida juga melakukan simulasi pengamatan menyusi dari konselor pada ibu menggunakan lembar bantuan pengamatan menyusui. Setiap peserta diajak untuk memperhatikan lalu mengisinya. Lembar ini merupakan instrument penting agar konseling berjalan lebih maksimal. Di akhir kelas, terjadi diskusi antar peserta, bukti nyata bahwa kelas ini sungguh mencerahkan. Akhirnya, satu pesan penting yang diperoleh adalah dengan jalannya komunikasi yang baik melalui proses konseling, dipastikan menjadi salah satu jalan optimalnya tumbuh kembang anak demi menjadi generasi selanjutnya yang lebih baik. (Brg/Comms)
ADVERTISEMENT