Investasi Migas di Kabupaten Sorong, Papua Barat, Terkendala Sengketa Lahan

Konten Media Partner
5 Maret 2021 18:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ekplorasi Migas, foto : Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Ekplorasi Migas, foto : Istimewa
ADVERTISEMENT
PT Pertamina EP sesuai jadwal yang telah ditentukan, akan melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya minyak dan gas di wilayah Distrik Salawati Tengah, Kabupaten Sorong, Papua Barat, pada 24 Februari 2021.
ADVERTISEMENT
Namun hal tersebut terpaksa harus mengalami penundaan, dikarenakan adanya sengketa lahan antar marga yang ada di wilayah Distrik Salawati Tengah, Kabupaten Sorong, Papua Barat.
Sebagaimana diketahui bahwa berbagai upaya telah dilakukan baik oleh pihak SKK Migas, PT Pertamina EP bersama dengan Pemerintah Kabupaten Sorong dan Kepala Distrik Salawati Tengah, Kabupaten Sorong, Papua Barat, untuk mencari solusi atas persoalan terkait sengketa lahan yang bakal dijadikan areal eksplorasi.
FGD antara Pemkab, Kadistrik Salawati Tengah, SKK Migas dan Pertamina EP, guna membahas soal sengketa lahan antar marga belum lama ini, foto : Yanti/Balleo News
Beberapa persoalan yang dihadapi terkait rencana eksplorasi dan eksploitasi sumber daya minyak dan gas di wilayah Distrik Salawati Tengah, Kabupaten Sorong, Papua Barat, diantaranya masalah sengketa lahan antar marga Son dan Sarim. Kedua marga ini sama-sama mengklaim bahwa lahan yang rencananya akan dijadikan tempat eksplorasi, merupakan hak ulayat milik mereka. Sengketa lahan yang terjadi antar dua marga ini, menyebabkan kegiatan eksplorasi terpaksa harus tertunda hingga permasalahan sengketa lahan diselesaikan.
ADVERTISEMENT
Sehubungan dengan adanya sengketa lahan antar marga di wilayah Distrik Salawati Tengah, Kepala Distrik Salawati tengah Naomi Ormak angkat bicara. Menurutnya, tidak hanya marga Son dan Sarim yang bersengketa dan berada diatas lahan yang akan dijadikan tempat eksplorasi, akan tetapi ada juga beberapa marga lainnya diatas lahan tersebut.
Kepala Distrik Salawati tengah Naomi Ormak, foto : Yanti/Balleo News
"Awalnya marga Son dan Sarim 'makan bersama' diatas lahan tersebut. Tapi sejak adanya rencana proyek eksplorasi minyak diatas lahan tersebut, kedua marga ini langsung sama-sama mengklaim kepemilikan hak ulayat. Untuk menyelesaikan sengketa lahan diantara dua marga, maka dilakukan penyelesaian secara adat," ungkapnya.
Lanjut Naomi, sebagai Kepala Distrik, dirinya terus berupaya mendekati masyarakat dari kedua marga yaitu Son Sarim, agar dapat mengizinkan pihak Pertamina EP melakukan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi yang tertunda dengan menggunakan pendekatan dari hati.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, Staf Ahli Bupati Sorong Bidang Administrasi Klaas Osok menyatakan, sebelum pekerjaan eksplorasi dimulai maka pihak Pertamina EP terlebih dahulu harus menindak lanjuti beberapa hal yang menjadi tuntutan masyarakat.
"Sebelum pekerjaan eksplorasi dimulai, pihak perusahaan terlebih dahulu harus menindak lanjuti beberapa hal yang menjadi tuntutan masyarakat. Setelah tuntutan warga dijawab, baru kemudian pemerintah daerah bisa mengeluarkan rekomendasi," tegasnya.
Dibeberkan Klaas, sebelumnya Pemkab Sorong bersama pihak Pertamina EP telah melakukan rapat bersama untuk melakukan mediasi antara pemilik lahan, yaitu marga Son dan Sarim yang masih bersengketa.
Tampak perwakilan SKK Migas dan Pertamina EP, hadir dalam FGD dengan Pemkab Sorong belum lama ini, foto : Yanti/Balleo News
Sementara itu, Kepala Divisi Humas SKK Migas Papua-Maluku Galih Setiawan menambahkan, berdasarkan UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, bahwa Pertamina EP sebagai pelaksana eksplorasi sudah mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Sementara itu, mengenai Peraturan Daerah berupa petunjuk teknis terkait tata cara penyelesaian pemenuhan hak kepada pihak ketiga, memang belum ada.
ADVERTISEMENT
"Pihak SKK Migas dalam hal ini Pertamina EP merasa kebingungan, untuk melakukan ganti rugi lahan terdampak pengeboran hulu migas di Distrik Salawati Tengah, kepada masyarakat adat," tandasnya.
Diakui Galih, kebingungan itu lantaran Peraturan Daerah terkait ganti rugi lahan sudah diganti. Hal ini yang menyebabkan pihaknya tidak tahu berapa besar ganti rugi yang harus dibayarkan kepada pihak ketiga. Ditambahkannya, jika tidak ada petunjuk teknis, maka pihaknya tidak bisa asal membayar.
Kata Galih, sebenarnya proses persiapan lahan pengeboran hulu migas sebagai objek vital nasional dan proyek strategis nasional, tidak dapat ditunda.
"Sebenarnya tidak dapat ditunda, tapi kenyataannya kegiatan ini sudah tertunda. Hal ini mengakibatkan, terjadi pembengkakan biaya yang berdampak pada pengurangan pendapatan negara dan terganggunya jadwal kinerja pengeboran nasional dan penerimaan negara," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Ditambahkannya, PT Pertamina EP sebagai pelaksana ekslporasi mengharapkan agar kegiatan operasional tetap dapat berjalan sesuai rencana, tanpa harus menunggu selesainya proses validasi dan legitimasi oleh Pemerintah Kabupaten Sorong.
"Pemda Kabupaten Sorong diharapkan dapat memfasilitasi, validasi dan legitimasi terhadap penentuan hak-hak pihak ketiga," tandasnya.