Polemik Galian C di Kota Sorong Pengawas Lingkungan Hidup Terkesan "Tidur" (2)

Konten Media Partner
2 Maret 2021 7:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
tampak perusahaan tengah melakukan aktivitas reklamasi pantai.
zoom-in-whitePerbesar
tampak perusahaan tengah melakukan aktivitas reklamasi pantai.
ADVERTISEMENT
7 tahun terakhir ini, pemilik PT. BJA atas nama TTH atau biasa dikenal dengan sebutan Mr. Hung kembali mencuat setelah melakukan kegiatan galian c dan reklamasi di Jalan Obet Mubalus, Kelurahan Saoka, Kecamatan Maladumes Kota Sorong ini diduga telah berdampak pencemaran lingkungan.
ADVERTISEMENT
Kasus pencemaran lingkungan ini telah dialami masyarakat selama 7 tahun. Bahwa dampak tersebut telah membawa perubahan terhadap 7 taman wisata milik masyarakat adalah sebuah kasus yang kunjung mendapat perhatian serius dari pemerintah khususnya Dinas Lingkungan Hidup.
Jika pun baru muncul ada perhatian dari pemerintah, itu berarti selama 7 tahun terakhir pihak terkait sedang "dininabobokan" sampai lupa ada tanggung jawab penting yang mesti diselesaikan.
Kasus dugaan pencemaran lingkungan ini telah menjadi perjuangan masyarakat terdampak dengan mendatangi pemerintah khususnya bagian penanggung jawab lingkungan hidup. Namun hasilnya selama 7 tahun belum tampak sampai saat ini.
Demikian dikisahkan, Salma Warfandu. Menurutnya Dinas Lingkungan Hidup Kota Sorong telah melakukan upaya dan berhasil mempertemukan masyarakat terdampak dengan perusahaan terkait untuk mencari solusi terkait dampak yang telah terjadi.
ADVERTISEMENT
"Memang sudah ada pertemuan tapi hasil pertemuan tersebut belum ada sama sekali hingga saat ini," akunya kepada media ini via telepon, Jumat (26/2).
Kepala Dinas Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Kota Sorong, Julian Kelli Kambu
Padahal, lanjutnya harapan untuk menggantikan kerugian yang telah dialami selama 7 tahun terhadap 7 taman wisata menjadi satu hal penting yang mesti ditindak lanjuti. Karena, sambungnya selama masa perjuangan 7 tahun, semala itulah 7 taman wisata terdampak mengalami penurunan income.
Salah satu anggota dewan sebagai pemerhati lingkungan, Syafudin Sabonnama memberikan tanggapan serius terkait masalah tersebut. Ia sangat menyayangkan aktivitas galian C dan reklamasi pantai yang telah berimbas pada pencemaran lingkungan.
Dengan sikap tegas politisi Partai Amanat Nasional Kota Sorong ini mempertanyakan kepemilikan analisis dampak lingkungan perusahaan pengelola galian c dan reklamasi.
ADVERTISEMENT
"Pencemaran lingkungan di sepanjang pantai di Saoka harus menjadi perhatian serius pemerintah kota karena aktivitas masyarakat yang tinggal di pesisir pantai sangat menggantungkan pendapatan dari taman wisata lokal yang kini sudah tercemar," akunya
Pemerintah harus segera memastikan bahwa seluruh aktivitas yang kini dilakukan perusahaan terkait adalah aktivitas legal, bukan ilegal. Jika aktivitas tersebut legal, maka pemerintah juga perlu memastikan aktivitas tersebut telah memenuhi seluruh kriteria-kriteria yang mendukung aktivitas galian C dan reklamasi sehingga kemudian dampaknya terminimalisir bahkan jika mungkin tidak terdapat dampak.
"Jika kemudian kriteria-kriteria tidak dipenuhi dalam pelaksanaan aktivitas galian C dan reklamasi maka otomatis dampaknya akan mencemari lingkungan bahkan masyarakat akan menjadi korban berkepanjangan," tegasnya.
Karena itu diharapkan kepada badan lingkungan hidup dan stakeholder terkait untuk melakukan langkah konstruktif. Jika tidak, maka kasus ini akan menggerogoti industri pariwisata berbasis masyarakat lokal.
ADVERTISEMENT
Menanggapi kasus dugaan pencemaran lingkungan oleh PT. BJA, Kepala Dinas Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Kota Sorong, Julian Kelli Kambu mengatakan menyikapi laporan dugaan pencemaran lingkungan yang berdampak pada 7 taman wisata pihaknya tidak tinggal diam. Buktinya, lanjut Kelli sehari setelah kasus ini mencuat, pihaknya langsung terjun ke lokasi untuk meninjau secara langsung dan memastikan dugaan pencemaran lingkungan.
Warga terdampak pencemaran lingkungan tengah menunjukan kondisi pantai wisatanya.
"Alangkah baik ketika warga melayangkan laporan terkait kasus dugaan pencemaran lingkungan harus disertai dengan bukti konkrit supaya menjadi dasar bagi kami untuk menggugat perusahaan bersangkutan," katanya di kantornya pekan lalu.
Karena di dalam undang-undang telah diamanatkan kepada PPLH untuk melakukan gugatan terhadap perusahaan terkait ketika itu terbukti bersalah.
Selama ini, sebutnya PPLH belum masuk ke tahap gugatan melainkan masih dalam taraf pembinaan terhadap para pelaku usaha baik dari sisi managementnya maupun perilaku berbisnis sehingga dalam melaksanakan usaha bisnis perlu memperhatikan lingkungan.
ADVERTISEMENT
"Jadi berbisnis tidak dilarang tetapi menjaga lingkungan agar tidak terdampak dari bisnis itulah yang menjadi poin penting untuk diperhatikan," jelasnya.
Disebutkan PT. BJA sendiri telah memiliki dokumen lingkungan dengan nama Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) bukan Amdal.
Namun diakui pula bahwa Perusahaan BJA telah lalai dalam memberikan laporan pertanggung jawaban UKL-UPL setiap 6 bulan sekali kepada dinas terkait.
Ternyata, katanya kebanyakan masyarakat belum paham benar batas amdal dan batas UKL-UPL. Ada dua hal yang terjadi di Saoka yakni pertama pengaduan masyarakat terkait dengan pencemaran lingkungan.
"Kalau menurut kami itu bukan pencemaran tetapi kerusakan karena ada perbedaan definisi kerusakan dengan pencemaran, itu dua hal berbeda," sebutnya.
ADVERTISEMENT
Kedua, terdapat sedikit aktivitas reklamasi di Saoka dan belum bisa dipastikan bahwa reklamasi itu dilakukan oleh PT. BJA atau pemerintah.
Reporter: Vini