Wali Kota Sorong: Non OAP Jangan Jadikan Papua Sebagai Jembatan Menjadi PNS

Konten Media Partner
6 Oktober 2020 12:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wali Kota Sorong Lambert Jitmau, foto : Yanti
zoom-in-whitePerbesar
Wali Kota Sorong Lambert Jitmau, foto : Yanti
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) formasi tahun 2018 di Kota Sorong, Papua Barat, selain mengakomodir anak asli Moi, juga mengakomodir para pelamar yang non orang asli Papua (OAP), yaitu diatas 20 persen. Kebijakan tersebut diambil, karena di Kota Sorong penduduknya memiliki sifat yang heterogen, yakni masyarakat dari seluruh nusantara hampir semua tinggal di Kota Sorong.
ADVERTISEMENT
Terkait hal tersebut, Wali Kota Sorong Lambert Jitmau angkat bicara. Ditegaskannya, dalam seleksi penerimaan CPNS di Kota Sorong, dirinya mengambil keputusan untuk keberimbangan baik antara OAP dan non OAP. "Masyarakat heterogen tinggal di Kota Sorong ini, makanya saya lebih mengutamakan keberimbangan. Tapi tetap saya memprioritaskan orang asli papua, khususnya anak asli Moi sebagai pemilik tanah ini. Orang Moi tidak ada dimana-mana, mereka hanya ada di tanahnya sendiri. Makanya kita harus memprioritaskan anak Moi, dalam setiap seleksi penerimaan CPNS di Kota Sorong," ungkapnya kepada Balleo News.
Meskipun membuat keputusan dengan tetap menerima non OAP dalam seleksi penerimaan CPNS, namun Lambert Jitmau menegaskan agar non OAP tidak menjadikan penerimaan seleksi CPNS di Kota Sorong khususnya dan Papua Barat umumnya, sebagai jembatan untuk menjadi PNS.
ADVERTISEMENT
"Saya berharap bagi non OAP yang diterima dalam seleksi CPNS di Kota Sorong, tidak menjadikan penerimaan CPNS di Papua sebagai batu loncatan untuk mendapatkan gelar PNS. Jangan setelah diterima jadi PNS, terus tugas baru dua sampai tiga tahun sudah urus minta pindah ke daerah asal. Tolong pemikiran itu dihilangkan. Di Kota Sorong setiap bulan banyak yang melakukan hal tersebut, dengan berbagai alasan baru dua atau tiga tahun sudah urus pindah," tegasnya.
Menurut Lambert, jika sudah datang dan tes CPNS di tanah Papua, maka harus bisa mengabdi di tanah Papua. Karena dengan diterimanya non OAP sebagai CPNS, maka itu akan mengurangi jatah orang Papua menjadi CPNS. "Kalau bisa bertugas minimal 20 tahun disini, sudah mau pensiun baru ajukan pindah ke daerah asal. Untuk mengantisipasi terjadinya hal itu, saya akan menyiapkan formulir berisi pernyataan untuk mengabdikan diri di Kota Sorong sampai masa pensiun," ujar Wali Kota Sorong.
ADVERTISEMENT
Lanjut Lambert, dari 361 pelamar yang lulus dalam seleksi CPNS formasi 2018 di Kota Sorong, mengakomodir perwakilan OAP dari kabupaten dan Kota di tanah Papua terutama anak asli suku Moi. "Semua perwakilan OAP dari kabupaten dan kota se-Tanah Papua, diakomodir dalam penerimaan CPNS tahun 2018 di Kota Sorong. Untuk anak Moi yang diterima dan dinyatakan lulus itu sebanyak 75 persen, dari jumlah anak Moi yang ikut tes kemarin. Bagi pelamar OAP dari kabupaten-kabupaten tetangga yang tidak lulus seleksi, harap maklum. Sebab anak Moi tidak ada di mana-mana hanya ada di tanah Moi," beber Lambert.
Kata Wali Kota Sorong, apapun yang dilakukan adalah sangat adil dan sudah sesuai dengan kesepakatan. Meskipun seharusnya penerimaan CPNS, OAP yang diterima sekitar 75 persen dan 25 persen non OAP, namun paling tidak dirinya sudah berusaha yang terbaik.
ADVERTISEMENT
"Jangan ada nada sumbang dan hal lainnya. Kita harus berdoa dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha kuasa, karena semua sudah terakomodir. Saya minta maaf kepada suku besar Malamoi, sebab ada 16 orang anak Moi yang tidak lulus dalam seleksi CPNS formasi tahun 2018. Namun itu akan menjadi tanggung jawab saya. Masih ada 2 tahun, Tuhan sayang ada formasi lagi maka mereka ini akan saya prioritaskan,"pungkasnya.