Generasi Milenial dan Bahaya Perang Dingin Narkoba

Konten dari Pengguna
19 Februari 2019 9:59 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bambang Soesatyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi narkoba.  Foto: Andina Dwi Utari/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi narkoba. Foto: Andina Dwi Utari/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketua DPR Bambang Soesatyo mengingatkan bahwa tingginya gelombang penyelundupan narkoba patut dipahami sebagai bukti nyata perang proxy (perang dingin) yang menargetkan generasi milenial Indonesia. Jelas bahwa masa depan NKRI pun menjadi taruhannya.
ADVERTISEMENT
Selama dua dekade belakangan ini, anak dan remaja Indonesia nyata-nyata menjadi target perang proxy.
Modusnya, menggoda dan mencekoki mereka dengan aneka ragam produk Narkoba (narkotika dan obat-obatan) terlarang.
Ruang publik kini terus dibanjiri ragam produk narkoba akibat masih tingginya intensitas penyelundupan.
Data resmi yang dipaparkan ke publik oleh Badan Narkotika Nasional (BNN), Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan hingga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) patut digarisbawahi oleh semua pihak.
Maret 2018, KPAI mengungkap data tentang korban kelompok anak. Dari total 87 juta populasi kelompok anak, sebanyak 5,9 juta sudah menjadi pecandu narkoba.
Untuk menggugah kepedulian bersama, BNN berulangkali mengingatkan dengan data bahwa setiap harinya 50 orang muda meninggal karena mengonsumsi narkoba.
Ilustrasi barang bukti narkoba. Foto: Nugroho Sejati
Jumlahnya akan terus bertambah jika persoalan narkoba hanya diserahkan kepada penegak hukum.
ADVERTISEMENT
Kepedulian keluarga dan komunitas menjadi sangat penting dan strategis, karena kejahatan ini masih sulit dibendung.
Generasi milenial menjadi target perang proxy karena ragam produk narkoba itu diselundupkan oleh sindikat internasional, bekerjasama dengan antek-antek mereka di dalam negeri.
Tahun lalu, BNN mengidentifikasi 83 sindikat internasional yang menyelundupkan dan mengedarkan narkoba di dalam negeri. Tahun sebelumnya tercatat 99 sindikat. Barang haram itu dimasukan diedarkan pada 654 daerah penyebaran narkoba.
Sebuah strategi baru harus digagas untuk menghentikan atau minimal mereduksi kejahatan ini. Pengguna dan ragam akibat pemakaian narkoba jangan lagi hanya dilihat sebagai ekses kenakalan anak, remaja maupun orang dewasa.
Data-data yang dipaparkan BNN, Ditjen Bea Cukai serta KPAI patut dimaknai sebagai skenario perang proxy yang ingin merusak dan memperlemah generasi milenial Indonesia.
ADVERTISEMENT
Perang proxy bermodus membanjiri Indonesia dengan ragam produk narkoba tidak akan terlihat masif seperti sekarang ini jika tidak ada komunitas penjahat lokal yang menjadi mitra semua sindikat internasional itu.
Memang, seperti itulah strategi melancarkan perang proxy (proxy war). Identitas lawan tak mudah dibaca karena berkamuflase sebagai pelaku tindak kriminal yang membangun kolaborasi dengan komunitas penjahat di negara yang menjadi target serangan. (Bamsoet)