Mari Pulihkan Harmoni Kehidupan Berbangsa

Konten dari Pengguna
30 Juni 2019 11:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bambang Soesatyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Joko Widodo (kiri) dan Prabowo Subianto berjabat tangan saat mengikuti Debat Ke-IV Pilpres 2019 di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat, Sabtu (30/3). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
zoom-in-whitePerbesar
Joko Widodo (kiri) dan Prabowo Subianto berjabat tangan saat mengikuti Debat Ke-IV Pilpres 2019 di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat, Sabtu (30/3). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
ADVERTISEMENT
Saya mendorong semua komunitas bergiat mengakhiri polarisasi masyarakat. Harmoni kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat harus segera dipulihkan. Memulihkan persatuan dan kesatuan akan menjadikan Indonesia negara yang kuat dan kompetitif.
ADVERTISEMENT
Ekses yang mengemuka sejak sebelum dan sepanjang periode tahun politik 2019 adalah polarisasi masyarakat. Dari 'kampret' versus 'cebong' menjadi '01' versus '02'. Rivalitas itu nyata-nyata tidak sehat dan juga tidak produktif. Fakta tentang polarisasi masyarakat ini harus disikapi dengan sangat serius dan bersungguh-sungguh.
Sebagai sebuah kecenderungan yang tidak sehat dan tidak produktif, polarisasi masyarakat tidak boleh berlarut-larut. Pada gilirannya, polarisasi itu akan berdampak pada ketahanan nasional. Pemerintah, DPR, dan semua institusi negara bersama organisasi besar di bidang keagamaan telah menunjukkan keprihatinan sekaligus kepedulian terhadap masalah polarisasi ini.
Berbagai pendekatan terus diupayakan untuk mengakhir polarisasi. Namun, tanpa kesadaran, kemauan, dan peran serta masyarakat, semua upaya pendekatan itu akan sia-sia. Sebab, pada akhirnya, faktor penentu ada pada kemauan serta niat baik dan tulus semua komunitas di negara ini.
ADVERTISEMENT
Kini, seharusnya tidak ada lagi rivalitas politik antar-komunitas, karena tahun politik 2019 yang memuncak pada Pilpres–Pileg telah berakhir, dan telah difinalisasi oleh keputusan Mahkamah Konstitusi pada 27 Juni 2019. Biarlah panggung rivalitas politik itu selanjutnya diisi dan dilakoni oleh para politisi sebagai sarana untuk memperjuangkan aspirasi konstituennya masing-masing.
Patut untuk diingat dan digarisbawahi oleh semua komunitas bahwa bagi para politisi, tidak ada rivalitas abadi, tidak ada pula musuh abadi, dan tidak ada teman atau anggota koalisi yang abadi. Satu-satunya yang abadi dalam politik adalah kepentingan.
Kalau sudah bicara tentang kepentingan, selalu muncul pertanyaan siapa mendapat apa dan siapa yang harus lebih didahulukan. Kalau sudah begitu, jelas bahwa tidak ada alasan sedikit pun bagi semua elemen akar rumput masyarakat Indonesia untuk mempertahankan atau merawat polarisasi sekarang ini.
ADVERTISEMENT