Tidak Boleh Ada Anak Didik yang Haknya Dirampas oleh Pola PPDB

Konten dari Pengguna
26 Juni 2019 10:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bambang Soesatyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pendidikan Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pendidikan Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Filosofi yang menjadi pijakan Permendikbud No.51/2018 sudah benar. Bahkan Permendikbud ini layak menjadi langkah awal perbaikan serta pembenahan pendidikan dasar dan menengah, guna mewujudkan keadilan bagi semua anak didik.
ADVERTISEMENT
Saya setuju bahwa penerapan Permendikbud No.51/2018 pada tahun ini memerlukan evaluasi karena adanya protes dari masyarakat di berbagai daerah. Namun, saya juga berharap pemerintah konsisten menerapkan mekanisme PPDB berbasis zonasi demi terwujudnya keadilan bagi semua anak didik.
Saya mengingatkan lagi bahwa dalam bidang pendidikan, prioritas kebijakan, dan kewajiban negara yang tidak bisa ditawar-tawar adalah memberi akses yang sama besar bagi semua anak didik. Maka, pola penerimaan siswa berbasis zonasi paling tepat. Bukankah posisi atau lokasi sekolah negeri yang didirikan dan dibiayai negara itu disesuaikan dengan kebutuhan warga pada radius wilayah tertentu? Kalau ada anak didik dalam radius itu tidak mendapatkan akses, dia diperlakukan tidak adil.
Pada sisi lain, tergambar juga kelemahan pengawasan atau pengendalian oleh negara ketika banyak sekolah negeri mengembangkan standar nilai maksimal, yang menyebabkan tertutupnya akses bagi anak didik dengan nilai rata-rata atau standar.
ADVERTISEMENT
Mereka yang menjadi korban dari standar tinggi itu harus berjibaku mencari sekolah negeri yang jauh dari domisili keluarga. Di Jabodetabek saja, cukup banyak ditemui siswa/i yang berdomisili sangat jauh dari sekolahnya, karena tertutupnya akses untuk diterima di sekolah terdekat
Sudah barang tentu bahwa anak didik berkualifikasi cerdas atau ber-IQ tinggi pun harus diakomodasi oleh negara. Maka, negara bisa menyediakan beberapa sekolah negeri khusus bagi anak didik dengan kualifikasi yang demikian. Terpenting, tidak boleh ada anak didik yang haknya dirampas oleh pola PPDB yang tidak berkeadilan.
Karena itu, DPR berharap agar Presiden Joko Widodo bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy, tetap mempertahankan kebijakan dan semangat Permendikbud No.51/2018 itu. Semangat atau filosofi Permendikbud ini layak diterima sebagai kebijakan awal melakukan perbaikan.
ADVERTISEMENT
Kebijakan holistik seperti itu diperlukan untuk memperbaiki kesalahan atau kekeliruan yang sudah terjadi. Dalam proses perbaikan itu, segala sesuatunya memang tidak mudah, termasuk menuai protes dari masyarakat seperti yang terjadi tahun ini. Perbaikan memang selalu butuh waktu.