Astagfirullah, Sulsel Diserbu Korupsi

Bambang Widjojanto
Tim penasihat hukum KPK, pendiri Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Kontras, dan Indonesian Corruption Watch (ICW).
Konten dari Pengguna
27 Februari 2021 13:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bambang Widjojanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Korupsi. Foto: Indra Fauzi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Korupsi. Foto: Indra Fauzi/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Alhamdulillah, kepala daerah koruptor yang diduga Gubernur Sulawesi Selatan, Prof. Dr. Ir. H. M. Nurdin Abdullah, M.Agr., berhasil dicokok KPK di ujung malam, Jumat 26 Februari 2021, jelang dini hari tengah malam.
ADVERTISEMENT
Ucapan Proviciat perlu dihaturkan, penyelidik dan penyidik senior dan Timnya di KPK masih bertaji untuk kepentingan kemaslahatan kendati harus terus-menerus ditimpa tekanan karena “digerogoti, diganggu, diguncang” kesabaran dan kesadarannya.
Ada 5 fakta korupsi yang selalu saja tanpa jeda berulang dalam kasus dugaan korupsi Nurdin Abdullah, sekaligus menegaskan pola kejahatan korupsi, yaitu:
Kesatu, ada MEGA PROYEK Makassar New Port (MNP) yang nilainya mencapai Rp 2,8 triliun yang diduga sebagai pintu masuk kejahatan korupsi.
Kedua, pihak yang diamankan dalam OTT selalu “hampir sama”, yaitu: orang yang sebagiannya terdiri dari kontraktor dan ASN yang menjadi pejabat struktural pemprov.
Ada pihak kontraktor itu selalu punya relasi yang bersifat “istimewa” dengan kepala daerah. Misalnya saja, AS yang juga dicokok KPK, ternyata, diduga pemilik PT Agung Perdana Bulukumba yang sudah menjadi langganan Nurdin Abdullah di beberapa tender proyek dalam belasan tahun terakhir sejak Nurdin jadi Bupati Bantaeng. Ada korporasi yang diduga terafliasi PT Banteng Laut Indonesia dan PT Nugraha Indonesia Timur, milik dari pihak yang diduga menjadi bagian dari Tim Sukses Nurdin di Pilkada.
ADVERTISEMENT
Ketiga, sumber daya alam (SDA) selalu menjadi sasaran empuk untuk dikorupsi melalui “transaksi” perizinan. Fakta ini menegaskan bukan penyederhanaan yang perlu dapat fokus perhatian tapi “jual beli” kewenangan yang harus diawasi dan terus diberantas. Pada konteks ini, Quo Vadis UU Omnibus Law!
Keempat, rekam jejak digital korporasi di atas sudah punya masalah tapi punya indikasi terus “dipelihara”. Misalnya, korporasi terlibat dalam perkara di KPPU. PT Agung Perdana Bulukumba menjadi pemenang dalam paket lelang yang menjadi objek baik dalam Perkara No. 16/KPPU-I/2018 maupun Perkara No. 17/KPPU-I/2018;
Kelima, pelaku kejahatan, sebagiannya, selalu saja menjadi bagian dari The Ruling Party atau partai yang menjadi bagian dari kekuasaan karena Nurdin Abdulah, ternyata, diusulkan dan didukung oleh Partai Penguasa.
ADVERTISEMENT
Yang mengenaskan, Nurdin Abbdullah berkali mendapatkan penghargaan yang seolah “memuliakannya” tapi malah meninggikan-kejatuhannya, mulai dari Bung Hatta Anti-Corruption Award, Penghargaan Tempo, 10 Kepala daerah Teladan hingga Good Governance Award 2020. Kita akan lihat, apakah pemberi penghargaan, punya “keberanian moral” untuk mencabut seluruh gelar kehormatan itu.
"Prof Andalan" yang merupakan akronim dari Profesor Nurdin Abdullah dan Andi Sudirman Sulaiman, diduga, bisa saja, tidak hanya “disuap” uang satu koper sebesar Rp 1 miliar yang sudah diamankan dari Rumah Makan Nelayan Jalan Ali Malaka, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar, karena korupsi adalah kejahatan terorganisir yang terjadi dalam rentang waktu yang sudah lama. Jika benar ada korupsi di Sulsel dan diduga melibatkan Gubernurnya, semoga penyidikan KPK mau dan mampu mengungkap itu semua.
ADVERTISEMENT
**Bambang Widjojanto, 27 Februari 2021