Memaknai "Kemenangan" Kontestasi di Pilkada

Bambang Widjojanto
Tim penasihat hukum KPK, pendiri Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Kontras, dan Indonesian Corruption Watch (ICW).
Konten dari Pengguna
9 Mei 2017 11:55 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bambang Widjojanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pemungutan suara ulang di TPS 01 Gambir (Foto: Aprilio Akbar/Antara)
Guncangan pada Pilkada DKI masih terasa. Bahkan, riaknya seolah tak kunjung henti, disinyalir ada pihak yang dengan sengaja serta melakukannya begitu “tulus dan khidmat” untuk mengkapitalisasinya secara terus menerus. Semula, “riak” itu diduga sebagai efek “psikologi” dari kontestasi yang belum sepenuhnya diterima dengan sifat dan nalar kedewasaan serta karakter kenegarawanan. Kayaknya kok enggak sepenuhnya benar, tuh!
ADVERTISEMENT
Tapi, sudahlah! Tak begitu penting dan tidak ada manfaatnya untuk menuduh dan mencari tahu, apakah ada kebutuhan terselubung yang sengaja mengkapitalisasi soal maturitas yang di sebagiannya berwatak keangkuhan? Letakkan saja secara natural dan proporsional, kontestasi tentu dapat menimbulkan “riak dan luka”. Kita mempunyai tugas kewarasan dan kemuliaan, mempunyai sikap dan perilaku serta mendesain program yang lebih baik, berikhtiar untuk menaklukkan masa depan dengan belajar dari segala kehebatan periode kepemimpinan sebelumnya.
Tentu saja, belajar secara utuh dan menyeluruh pada pemimpin masa lalu, maksudnya, baik karena kehebatan profesionalitas atas kompetensinya maupun tidak melakukan “kebrengsekan atas kedahsyatannya” dalam memanipulasi citra seolah absolut kebaikannya dari pimpinan pemerintahan terdahulu. Pendeknya, manfaatkan yang terbaik dan “kuburlah” semua kebusukan. Kesemuanya itu ditujukan bagi kepentingan kemaslahatan publik yang berpijak pada daulat kemanusiaan untuk menciptakan kesejahteraan dan keadilan sosial yang sejati, bagi seluruh kehidupan.
ADVERTISEMENT
Pada konteks di atas, makna kemenangan dalam suatu kontestasi pilkada harus dimaknai sebagai kemenangan dari rakyat dalam memilih program terbaik dan pimpinan yang “suitable” dan dipandang mampu mewujudkan kebutuhan riel yang dikehendaki rakyat pada lima tahun mendatang.
Pada situasi ini, pilihannya menjadi makin jelas, interpretasi kemenangan dari suatu kontestasi, dimaknai bila seluruh program dari “sang pemenang” ditujukan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan hanya untuk kepentingan kapital semata atau menyodorkan sikap dan perilaku manipulatif. Misalnya, tindakan “menggusur” rakyat kecil papa dan dhuafa yang seharusnya dilindungi, seolah-olah, untuk sepenuh-penuhnya kepentingan pembangunan.
Oleh karena itu, kemenangan itu harus juga dimaknai dengan keinginan kuat dan sungguh-sungguh untuk melibatkan publik, bahkan “merangkul” semua kalangan, tidak peduli siapapun mereka. Yang sangat penting, pelibatan dalam tahapan pembangunan untuk kota ditujukan untuk sepenuh-penuhnya kepentingan warga dilakukan secara jujur. Pembangunan bukan sekadar membangun infrastruktur tapi ditujukan untuk bermanfaat bagi warganya.
ADVERTISEMENT
Rumah Partisipasi yang baru saja dirilis keberadaannya oleh Gubernur Jakarta periode 2017-2022, perannya dapat menjadi strategis bila dioptimalkan secara otentik dan dapat mengakselerasi partisipasi publik secara plus-plus. Maksudnya, pergi dan datangi masyarakat yang sebagiannya adalah “silent majority” yang biasanya “speechless” dan berada di sudut-sudut kelurahan, daerah kumuh, dan tingkat hunian padat penduduk serta di lokasi di mana para kawula penopang kota Jakarta berada.
Tentu juga, temui juga seluruh pemangku kepentingan lainnya, mulai dari kaum perempuan, kalangan anak muda milenial, kaum profesional dan kelas menengah, buruh kontrakan dan pegawai kantoran kelas kaum kebanyakan. Ada cukup banyak warga kota lainnya, seperti: pedagang kali lima, pelaku ekonomi kreatif skala kecil dan menengah serta kaum intelektual yang tengah “menjadi”.
ADVERTISEMENT
Jangan juga dilupakan, keterlibatan dari berbagai LSM (misalnya: LBH, Lembaga Anti Korupsi, Lembaga Studi, Advokasi dan Penguatan Masyarakat, dan lainnya) maupun lembaga negara (misalnya: Komnas HAM, Ombusdman, Komisi Informasi dan KPK) yang mempunyai peran strategis untuk dapat mengawal seluruh partisipasi publik dan menjadi watchdog dan watch document (Watch Doc) bagi kepala daerah terpilih.
Mereka tidak hanya dapat dijadikan mitra strategis di dalam meningkatkan kualitas partisipasi saja tapi juga kualitas pembangunan. Bahkan, juga dapat dilibatkan untuk memastikan agar tidak terjadi potensi dan fakta abuse of power. Pendeknya, mendinamisir seluruh partisipasi publik, agar bisa “saling menyapa”, “turun tangan”, dan bahkan dengan “tangan di atas”, bekerja bersama dan bergotong royong serta berlomba-lomba memberi kontribusi dan manfaat sehingga dapat mengakselerasi, tidak hanya mari bekerja saja tapi juga ikhlas memberi untuk semua, bukan atas dasar identitas sempit, kelompok dan golongan saja.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, kemenangan juga harus dimaknai sebagai tak hanya sekedar menjaga kebhinekaan karena perbedaan adalah suatu keniscayaan, tapi yang jauh sangat penting, menegakkan persatuan yang berbasis dan bertumpu pada keadilan sosial yang genuine, fairness yang substantif dalam memberikan kesempatan pada seluruh lapisan masyarakat serta dilakukannya diskriminasi positif secara sengaja oleh pemerintahan pada kaum “hamba sahaja” yang lebih memerlukan dukungan ketimbang “para paduka” para pemilik dan pialang kapital. Para penguasa juga perlu keadilan dalam konteks perlindungan atas jaminan kesempatan usahanya dari perilaku premanisme kekuasaan.
Kemenangan juga harus dimaknai sebagai keinginan kuat dan kepemimpinan yang bertekad sungguh-sungguh di dalam mendengar dengan baik melalui “mata hati” tidak sekedar dengan “nalar positivistik” belaka, atas semua usulan dan mentransformasinya agar dapat bermanfaat bagi kemaslahatan. Oleh sebab itu, hindarilah “sok paling pintar”, “berlagak hebat” dan “sok kuasa”, apalagi tidak “menguwongke” serta memandang rendah orang lain karena itu tidak meninggikan kebermanfaatanmu.
ADVERTISEMENT
Komunikasi produktif dan positif menjadi penting dilakukan karena meng-engage setiap warga untuk terlibat dan memberikan kontribusinya, menghargai setiap kontribusi secara proporsional dan mengambil tanggung jawab atas suatu kesalahan sesuai dengan derajat persoalannya. Juga, kepemimpinan yang menginspirasi dan menjadikannya teladan bagi seluruh aparatur birokrasi yang dipimpinnya, bukan malah menciptakan ketakutan dan sekedar “keponggahan” sesat dan sesaat.
Kemenangan juga harus diwujudkan dengan menampilkan sikap dan perilaku leadership yang utuh, kokoh dan santun tanpa basa-basi. Sudahlah, berhentilah dan cukup sudah perilaku yang suka menyalahkan anak buah padahal memiliki ketidakmampuan dalam mengendalikan pengawasan, tidaklah perlu memaki-maki bawahan untuk menunjukan sikap superioritas untuk menaikkan pencitraan padahal yang diperlukan bawahan adalah ketegasan dan keteladanan, hentikanlah perilaku tidak menghargai warga dan bahkan “menghina-hinanya” padahal dulu kita “memulung” suara darinya, dan janganlah suka melakukan kebohongan yang tanpa henti serta mengkhiananti janji pada rakyat.
ADVERTISEMENT
Kemenangan juga harus dimaknai sebagai suatu kesadaran, bahwa amanah yang diberikan untuk memegang jabatan kepemimpinan dalam suatu periode tertentu adalah waktu pembuktian yang paling krusial untuk menguji seberapa tinggi engkau memiliki kemampuan merendahkan hatimu, seberapa dahsyat engkau mewakafkanmu dirimu selebar-lebarnya tanpa jeda, mensujudkan diri setaklik-takliknya dihadapan Zat Yang Maha Dahsyat untuk mengemis dan mendapatkan tingginya kemuliaan hanya dari sisi-Nya saja.
Selamat datang kemenangan yang hakiki, otentik, dan substantif. Kemenangan yang bukan hanya karena memenangkan 57 persen suara dari pemilih Jakarta, namun kemenangan yang mampu memajukan kotanya, membahagiakan seluruh warganya karena sungguh-sungguh ditujukan untuk mencerdaskan serta mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial.
DR. Bambang Widjojanto Senior Partner di WSA Lawfirm dan Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Trisakti
ADVERTISEMENT