2019 LBH Bandung Fokus Pada Kasus Eksploitasi Buruh Migran

Konten Media Partner
27 Desember 2018 17:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
2019 LBH Bandung Fokus Pada Kasus Eksploitasi Buruh Migran
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Demo buruh di Bandung. (Iman Herdiana)
BANDUNG, bandungkiwari – Sindikat perdagangan manusia (trafficking) menjadi salah satu modus kejahatan yang terjadi di 2018. Sasarannya tenaga kerja di luar negeri, buruh, sampai anak-anak di perkotaan.
ADVERTISEMENT
Kepala Departemen Sipil dan Politik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung Harold Aron mengatakan, selama 2018 pihaknya menerima laporan 4 kasus trafficking. Dari empat kasus itu, pihaknya menduga ada sindikat yang bekerja mengincar buruh migran.
Salah satu kasusnya tentang seorang tenaga kerja wanita yang tengah kerja di luar negeri. TKW tersebut dihubungi sindikat melalui media sosial. Korban dijanjikan akan dinikahi.
Mereka lalu janjian di Bandara Soekarno-Hatta. Namun setelah bertemu, pelaku membawa kabur hasil kerja korban selama bekerja di luar negeri.
Kasus lainnya adalah pelaku yang mengincar anak usia 14 tahun di Cicaheum, Bandung. Anak ini diiming-imingi kerja, kemudian dibawa ke Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT). “Sampai di Labuan Bajo dia dipekerjakan sebagai pekerja seksual,” kata Harold, di Bandung, baru-baru ini.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, modus tersebut tergolong baru mengingat selama ini pelaku trafficking mengincar orang-orang di pedesaan.
“Kita lihat perdagangan manusia dulu mengincar pedesaan, tapi kemudian dengan kasus ini jadi tahu ada upaya mereka mengincar anak perkotaan yang secara ekonomi memang miskin. Ini jadi satu perhatian bagi kawan-kawan kita ke depan. Ini isu yang jarang di ketahui, tapi terjadi,” katanya.
Divisi Perburuhan dan Miskin Kota LBH Bandung Syahri Dalimunthe menambahkan, pihaknya juga mendapat temuan buruh di Kabupaten Bandung Barat yang keluar karena tergiur menjadi buruh migran.
Buruh tersebut terdorong menjadi buruh migran kerena upah yang didapat dari perusahaan tempatnya bekerja tidak layak.
“Mereka merasa kekurangan kerja di pabrik. Akrinya memilih mundur atau PHK dan mereka memilih menjadi buruh migran,” tutur Syahri.
ADVERTISEMENT
Bagi mereka, buruh migran mendapat gaji lebih tinggi, bisa sekolahkan anak untuk kebutuhan pokok, kebutuhan tempat tinggal, dan kesejahteraan.
“Tanpa mereka sadari kondisi buruh bigran minim perlindungan, rentan eksploitasi, dan berbeda dengan yang dijanjikan. Di sana mereka tak tentu jam kerjanya, hak lembur, kesehatan, akibatnya eksploitasi yang mengarah pada korban perdagangan orang. Ini yang menjadi konsen LBH Bandung ke depan,” paparnya. (Iman Herdiana)