Aligator Gigit Bocah di Lapas Sukamiskin, Pemilik Terancam 6 Tahun Bui

Konten Media Partner
7 Januari 2020 10:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi: pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: pixabay.com
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Adanya kejadian bocah yang digigit ikan aligator di kolam Lapas Perempuan Kelas II Sukamiskin Kota Bandung pada Jumat (3/1) memunculkan pertanyaan di masyarakat. Sebagian mempertanyakan keberadaan ikan yang berbahaya itu bisa berada di kolam peliharaan.
ADVERTISEMENT
Koordinator Protection of Forest and Fauna (ProFauna) Indonesia Jawa Barat, Nadya Andriani, menjelaskan bahwa ikan aligator termasuk ke dalam ikan yang invasif dan berpotensi merusak ekosistem asli serta memangsa satwa-satwa endemik.
"Memelihara ikan berbahaya dan invasif seperti ikan aligator sangat tidak diperbolehkan. Memeliharanya termasuk menyalahi hukum dan siapa pun yang melanggar akan dikenai hukuman kurungan juga denda," ujarnya Senin (6/1).
Nadya merujuk aturan terkait memelihara aligator ini dari Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 yang diubah menjadi Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41 Tahun 2014.
"Sebagaimana peraturan yang ada, memelihara ikan aligator termasuk perbuatan melanggar hukum," katanya.
Mereka yang memelihara ikan-ikan berbahaya, merujuk pada aturan itu, dapat dikenai hukuman pidana penjara 6 tahun dan denda Rp 1,5 miliar. Sedangkan, jika melepasliarkan ke perairan umum bisa dikenai hukuman pidana penjara 10 tahun dan denda Rp 2 miliar.
ADVERTISEMENT
ProFauna menilai kecenderungan orang memelihara ikan jenis ini semakin bertambah. Indikatornya terlihat di pasar ikan atau pasar hewan.
"Pada 2018, bahkan saya pernah menemukan ikan ini dijual di pasar mingguan di daerah Karawang," ujarnya.
Nadya juga mengatakan bahwa sebagai ikan yang dikategorikan invasif, ikan aligator dapat mengancam habitat.
"Pertumbuhan ikan yang relatif cepat dan sifatnya yang karnivora justru membahayakan satwa-satwa endemik. Terlebih, saat ikan semakin besar biasanya pemelihara cenderung lepas tangan dan main lepas liar sembarangan," ungkapnya.
Nadya mengajak masyarakat yang menemukan ikan ini untuk menyerahkannya ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) atau Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM).
"Jangan dilepas liar sembarangan karena ini bukan satwa asli Indonesia dan bersifat invasif yang berpotensi merusak ekosistem asli dan memangsa satwa-satwa endemik," imbau Nadya. (Ananda Gabriel)
ADVERTISEMENT