Wali Kota Bandung Klaim APBD Perubahan 2018 Terlambat karena Pilkada

Konten Media Partner
3 November 2018 7:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wali Kota Bandung Klaim APBD Perubahan 2018 Terlambat karena Pilkada
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Ilustrasi. (Iman Herdiana)
BANDUNG, bandungkiwari - Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan 2018 Kota Bandung ditolak oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat. Penolakan tersebut disebabkan Kota Bandung terlambat mengirimkan pengajuan kepada Pemprov.
ADVERTISEMENT
"Pembahasan KUPA (kebijakan umun perubahan APBD) kemarin terlalu lama. Karena pembahasannya melibatkan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Mestinya cukup dengan TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah)," kata Haru Suandaru, Wakil Ketua DPRD Kota Bandung, lewat sambungan telepon, Jumat (2/11/2018).
Haru menyatakan batas akhir penerimaan rancangan APBD Perubahan 2018 diberikan Pemprov Jawa Barat paling lambat pada 30 September, sementara Kota Bandung baru mengajukan APBD Perubahan pada 14 Oktober.
Sementara itu, Wali Kota Bandung, Oded Mohamad Danial, mengakui jika keterlambatan pengajuan APBD Perubahan 2018 ini disebabkan oleh keikutsertaan tiga pimpinan Kota Bandung di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak.
Pada Pilkada 2017, pimpinan Kota Bandung saat itu yakni Ridwan Kamil ikut dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa barat. Sementara Oded yang menjabat sebagai wakilnya juga mengikuti Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Bandung, kemudian Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung kala itu, Yossi Irianto, juga menjadi kontestan Pilwalkot.
ADVERTISEMENT
"Jadi begini, betul kita telat. Seperti kota-kota lain juga ada, bukan hanya kota Bandung, kota/kabupaten lain juga ada yang telat sama. Hampir semua rata rata, karena pilkada," kata Oded di Plaza Balai Kota, Jalan Wastukencana, Bandung, Jumat (2/11/20184).
Oded menyatakan sekarang ini Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung sedang menginventarisir program penting yang bisa didahulukan. Pihaknya juga melakukan pembahasan bersama Pemprov Jabar dan Kementrian Dalam Negeri.
"Nanti mana-mana saja yang memungkinkan dipandang urgent untuk masyarakat, nah itu sedang ada pembahasan. Jadi Nanti bentuknya jadi perwal, bukan perda," jelasnya\ masa pemerintahannya. Sebab, dia sudah menyiapkan langkah antisipasi jika APBD Perubahan tidak disetujui Pemprov Jawa Barat.
"Insya allah enggak (terhambat), itu saya sudah antisipasi dari awal. Program 100 hari Saya kan seperti Kang Pisman, Seribu Tahfiz Quran, dan soal lingkungan. Saya sengaja sudah melihat ada kekhawatiran dan antisipasi, maka Saya sudah mempersiapkan bentuk kegiatan 100 hari itu hal hal yang tidak menggunakan anggaran yang besar," pungkasnya. (Utara Jaya)
ADVERTISEMENT
Dijelaskan Haru, pembahasan KUPA dengan SKPD membuat proses lama, sebab masing-masing SKPD mengusulkan tambahan anggaran sementara anggarannya desifit. Karena asumsi penerimaan pendapatan tidak tercapai, tetapi belanja bertambah, sehingga menjadi semakkn lama mencapai kesepakatan.
Haru menuturkan terdapat beberapa pembiayaan dan proyek Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung yang terkena imbas atas penolakan APBD Perubahan 2018 tersebut. Proyek tersebut tidak dapat dijalankan pada akhir tahun ini lantaran tidak tercantum dalam APBD murni.
Di antara pembiayaan yang tidak bisa dicairkan, sambung Haru, yaitu tambahan untuk Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK), bantuan operasional RW, honor guru ngaji serta pembelian tanah untuk RSUD. Khusus untuk PIPPK dan bantuan keuangan operasional RW hanya dianggarkan untuk sembilan bulan dalam APBD murni.
ADVERTISEMENT
"Pemkot harus memaksimalkan anggaran yang ada di APBD murni," cetus politisi PKS ini.
Sementara itu, lanjut Haru, untuk keperluan yang bersifat penting dan mendesak, Pemkot Bandung bisa menggunakan peraturan wali kota (perwal) yang dikeluarkan. Sehingga dana dalam APBD murni dapat dianggarkan untuk pembiayaan hal tersebut.
Haru menyontohkan, semisal untuk anggaran pemilu, dana partai politik, dan kewajiban pada pihak ketiga bisa menggunakan perwal. "Kalau diatur UU juga bisa tetap dibayarkan, seperti gaji pegawai, listrik, air, telepon, dll. Sisanya yang tidak urgent tidak bisa," katanya. (Utara Jaya)