Berkursi Roda, Djumono dan Kawan-kawan Difabel Sosialisasikan Pemilu

Konten Media Partner
3 Maret 2019 13:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Djumono (53), relawan demokrasi KPU, mensosialisasikan Pemilu 2019 kepada sesama difabel. (Foto-foto: Agus Bebeng/Bandungkiwari)
zoom-in-whitePerbesar
Djumono (53), relawan demokrasi KPU, mensosialisasikan Pemilu 2019 kepada sesama difabel. (Foto-foto: Agus Bebeng/Bandungkiwari)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
BANDUNG, bandungkiwari - Lelaki berkursi roda itu menerjemahkan ucapan dari pembicara dengan keterampilan tangan dan gerak ekspresif wajahnya. Tangannya membentuk bahasa isyarat yang menjadi jembatan pesan penyambung kebuntuan komunikasi antara pembicara dan penyandang tunarungu.
ADVERTISEMENT
Lelaki itu bernama Djumono (53), yang didaulat hari itu menjadi penerjemah bagi rekannya para penyandang tuna rungu. Selama 2 jam dirinya terus menyampaikan isi pembicaraan seputar proses pemilu dan tata cara pencoblosan.
"Pegal," ucapnya pendek ketika diskusi usai. Tangannya memijit bagian rahang, seolah mengembalikan struktur yang bergeser kembali ke posisi semula. Tidak lupa satu tegukan kopi susu seolah menjadi minyak pelumas yang melancarkan pergerakan mesin di rahangnya.
Djumono memang bukan orang baru pada kegiatan difabel di Bandung. Dalam berbagai acara dirinya acapkali terlibat untuk membantu para difabel mendapatkan hak-hak mereka sebagai warga negara Indonesia.
Seperti hari itu Djumono tanpa banyak bicara mengambil peran sebagai penerjemah pada kegiatan KPU Kota Bandung. Sebuah kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih Bagi Pemilih Disabilitas Pada Pemilu Tahun 2019 di Ruang Percasi GOR Padjadjaran Bandung, Rabu (27/2).
ADVERTISEMENT
Selain demi membantu sesama rekan difabel; terutama tuna rungu memahami pembahasan diskusi, Djumono pun melaksanakan mandatnya sebagai Relawan Demokrasi KPU basis pemilih disabilitas.
Relawan Demokrasi alias Relasi memang dibentuk KPU untuk menyukseskan proses pemilu. Selain itu relawan memiliki peran penting dalam meningkatkan partisipasi pemilih, meningkatkan kepercayaan publik terhadap demokrasi, sekaligus membangkitkan kesukarelaan masyarakat sipil dalam agenda pemilu dan demokrasi.
Djumono memang merupakan satu dari tiga orang difabel yang terlibat sebagai relawan demokrasi.
"Beberapa waktu lalu dibuka pendaftaran untuk relawan difabel. Tapi sampai hari terakhir tidak ada yang daftar. Saya bersama dua orang teman difabel lain ikut mendaftar. Akhirnya terpilih sebagai relawan demokrasi basis pemilih disabilitas," ujarnya.
Djumono menegaskan dirinya tergerak untuk terlibat sebagai relawan, karena melihat tidak ada teman difabel yang mau mendaftarkan diri sebagai relawan untuk Pemilu 2019 ini.
ADVERTISEMENT
"Saya mendaftar untuk menjadi relawan agar teman-teman mendapat informasi tentang pemilu, daripada tidak ada sama sekali," ucapnya tegas.
Bersama Popon dan Ria yang sesama difabel, plus seorang mahasiswa UPI jurusan PLB bernama Meliana, Djumono mendapat mandat sebagai suksesor Pemilu.
Menjadi relawan menurutnya sangat penting untuk masyarakat difabel agar memiliki peran pada pemilu mendatang. Setidaknya menurut Djumono rekan-rekannya sesama difabel mampu memilih sesuai dengan keinginan. Pun tentunya dibarengi dengan pemahaman saat memberikan pilihan.
Sebelum menjalankan tugasnya Djumono bersama beberapa relawan basis disabilitas mendapat bimbingan teknis dari KPU dan diberi kelengkapan seragam beserta alat peraga untuk aktifitasnya.
Alat peraga tersebut menjadi barang penting ketika dirinya bertemu massa pemilih difabel. Meski menurutnya sampai saat ini template braille untuk tunanetra belum dimilikinya, karena masih dalam proses percetakan.
ADVERTISEMENT
"Para pemilih disabilitas ini unik daripada basis pemilih lainnya. Karena karakter difabel itu berbeda. Semisal untuk tunanetera dan tunarungu pendekannya jelas berbeda," ucap Djumono yang pernah mencalonkan diri sebagai Caleg.
Untuk menjalankan tugasnya Djumono mengandalkan jaringan difabel yang selama ini dirinya geluti. Pendekatan secara kekeluargaan dan pemahaman zona difabel menjadi ruang untuknya bergerak.
Apalagi dirinya tidak mendapatkan database difabel dari KPU, untuk itu sosialisasi yang dilaksanakan Djumono lebih banyak mengunjungi komunitas maupun rumah teman-teman difabel.
Namun tak jarang dirinya melakukan improvisasi ketika melaksanakan tugasnya. "Ketika jalan lihat ada panti pijat tunanetra langsung belok," di ucapnya sambil tertawa.
Di tempat pijat itu dirinya melakukan sosialisasi terhadap sesama rekan difabel. Namun pernah pula dirinya mendapat informasi panti pijat di Buah batu. Tanpa pikir panjang dengan semangat perang revolusi fisik 45, Djumono mendatangi area tersebut. Akan tetapi ternyata nihil. Tempat yang dicari telah berpindah. Kadung melangkah Djumono tetap melakukan sosialisasi, meski harus menjelaskan Pemilu kepada seorang difabel di pinggir jalan.
ADVERTISEMENT
"Kalau sengaja mengumpulkan teman-teman difabel sangat berat. Karena harus menyiapkan anggaran, sementara tidak ada untuk itu buat relawan," jelas Djumono.
Terlepas dari persoalan tersebut, kehadiran Djumono, bersama Popon, Ria dan Melina tentu penting bagi proses Pemilu 2019. Kehadiran mereka tentu akan memberikan pencerahan tentang Pemilu yang berimplikasi berkurangnya Golput di lingkungan difabel.
Siang nan terik di ruangan berasbes, telah membuat keringat bercucur. Sementara Rompi relawan demokrasi dan seperangkat alat peraga telah siap menemani perjalanan Djumono menyusur jalanan Bandung; menjadi pemburu difabel. (Agus Bebeng)