news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Di Balik Penulisan Roman Perempuan Bandar Seni

Konten Media Partner
20 Mei 2018 11:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Di Balik Penulisan Roman Perempuan Bandar Seni
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Ahda Imran (tengah) dan Jais Darga (kanan) dalam acara “Membincang Jais Darga Namaku" di Auditorium Institut Francais Indonesia (IFI) Jalan Purnawarman No.32 Bandung. (Foto: Iman Herdiana/Bandungkiwari.com)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari – Butuh tiga tahun bagi penulis Ahda Imran merampungkan roman yang kemudian diberi judul “Jais Darga Namaku”. Selama itu, Ahda harus bolak-balik Bandung-Bali untuk wawancara dengan Jais Darga, perempuan bandar seni rupa atau lukisan.
Ahda mengaku dengar nama Jais Darga ketika seniman Jeihan Sukmantoro pameran di Paris, Prancis, tahun 1999. “Itu kali pertama kenal. Saya kira lelaki,” kenang Ahda Imran, dalam acara “Membincang Jais Darga Namaku" di Auditorium Institut Francais Indonesia (IFI) Jalan Purnawarman No.32 Bandung, Senin, (14/5/2018) lalu.
Waktu itu Ahda belum sempat bertukar sapa. Kemudian di Bali, Jais Darga menggelar pameran. Ternyata, Jais Darga seorang perempuan yang sukses sebagai art dealer.
Ahda kemudian melakukan pementasan monolog Inggit Garnasih di Jakarta. Saat pementasan monolog yang mengisahkan istri pertama Presiden Soekrno itu, Jais Darga hadir menonton.
ADVERTISEMENT
Ahda dan Jais kemudian kembali bertemu dalam sebuah seminar di Bandung. “Saat itulah kami ngobrol lalu muncul ide untuk menulis biografi,” katanya.
Di Balik Penulisan Roman Perempuan Bandar Seni  (1)
zoom-in-whitePerbesar
Pembacaan roman "Jais Darga Namaku" oleh kelompok teater Mainteater dalam acara “Membincang Jais Darga Namaku" di Auditorium Institut Francais Indonesia (IFI) Jalan Purnawarman No.32 Bandung. (Foto: Iman Herdiana/Bandungkiwari.com)
Ide tersebut belum ajeg, pilihannya antara bikin monolog dan biografi. Baru ketika Ahda wawancara, konsep biografi dalam bentuk roman muncul.
Sedangkan teknik penggalian data dilakukan dengan wawancara di ruma Jais Darga di Bali. Ahda sudah seperti ngekos di rumah Jais Darga.
Ahda juga melakukan riset artikel atau pemberitaan perempuan yang sempat menghebokan jagat seni rupa Indonesia karena mendatangkan lukisan karya Pablo Picasso.
ADVERTISEMENT
Selama tinggal bersama Jais Darga, Ahda menanyakan setiap peristiwa yang dialami perempuan bandar seni tersebut, mulai dari masalah yang paling personal sampai soal nilai kontrak-kontrak seninya.
Selama menulis Jais Darga, Ahda mengaku heran mengapa riwayat perempuan harus ditulis oleh laki-laki. Bahkan beberapa karyanya terkait dengan perempuan, antara lain Inggit Garnasih.
“Saya merasa diri saya feminis. Juga lebih tertantang untuk menulis seorang perempuan,” kata Ahda.
Dalam proses penulisannya, Ahda menggabungkan unsur fiksi dan fakta. Sehingga buku yang diterbitkan Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) setebal 540 halaman itu menjadi roman semi biografis.
Jais Darga yang hadir dalam kesempatan tersebut, mengapresiasi kerja Ahda Imran. Salah satu kendala yang dihadapi selama penulisan roman ialah munculnya masa lalu yang selama ini sudah dilupakan.
ADVERTISEMENT
“Dia (Ahda) tanya yang menyangkut pribadi. Ada beberapa hal kejadian yang ingin saya lupakan. Saya sudah kunci dan kuncinya dilempar ke laut, dia menyelam mengambil kunci itu untuk menggali, dan tiba-tiba saya ingat,” kata Jais Darga, perempuan kelahiran Garut yang kemudian menetap di Bali. (Iman Herdiana)