Disnakertrans Jabar: Penerapan Upah Sektoral Tergantung Kemampuan Perusahaan

Konten Media Partner
30 November 2018 11:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Disnakertrans Jabar: Penerapan Upah Sektoral Tergantung Kemampuan Perusahaan
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Buruh dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) menuntut Ridwan Kamil mencabut Peraturan Gubernur Nomor 54 Tahun 2018, di depan Kantor Gubernur Jawa Barat, Bandung. (Arie Nugraha)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Disnakertrans Jawa Barat, Diana Ramadiany tidak memungkiri apabila untuk mewujudkan UMSK ini pemerintah sulit melakukan intervensi. Sebab, sekalipun besarannya dipastikan lebih tinggi dari UMK atau UMP, namun upah sectoral tetap bergantung pada kemampuan perusahaan.
Diana menuturkan, dalam Kepmen 1999 yang sebelumnya tahun 2013 disampaikan bahwa besaran UMSK paling sedikit lebih tinggi 5 persen dari UMK. Namun, sambung dia, setelah ada permen baru nomor 7 2013 itu tidak ditentukan lagi besarannya. Sehingga, UMSK bersifat adaptif terhadap kemampuan perusahaan di sektor unggulan masing-masing.
“Artinya bahwa itu yang unggul dan mampu membayar lebih kepada pekerjanya, dan itulah bentuk perlindungan pemerintah, kalau yang mampu bayar lebih tolong dong bayar lebih. Kalau sudah dikategorikan unggul ya perusahaan harus mau membayar lebih kepada pekerja, ini perlu dipahami tidak serta merta semua perusahaan digeneralisir sektor unggulan,” ucap Diana.
ADVERTISEMENT
Dari hasil FGD ini, Diana mengungkapkan adanya kemungkinan untuk pengajuan usulan agar penggunaan upah minimum sektoral kurang tepat. Lagipula, UMSK tersebut dinilainya belum terlalu kuat untuk melindungi kesejahteraan pekerja.
“Karena itu semua tergantung kepada kemampuan perusahaan, ini perlu diklarifikasi bahwa upah minimum sektor bukan menjadi jaring pengaman, jaring pengaman itu UMP dan UMK. Itu disebut upah minimum itu memang untuk masa kerja di bawah satu tahun dan lajang, yang pemerintah dorong untuk peningkatan kesejahteraan itu penerapan dari struktur dan skala upah. Bagaimana memberikan upah sesuai dengan jabatannya dan kompetensinya itu yang berkeadilan,” bebernya.
Lebih lanjut, Wakil Ketua DPRD Kota Bandung, Haru Suandharu yang turut hadir menjadi narasumber dalam FGD menyatakan bahwa perjuangan serikat buruh dan serikat pekerja tidak cukup hanya pergerakan di lapangan saja. Apabila ingin memperjuangkan UMSK, maka diperlukan langkah hukum.
ADVERTISEMENT
“Karena kewenangan ini di pusat dan produknya PP dan Permenakaer saya kira temen-temen harus melakukan langkah yudisial review untuk kemudian mencocokan agar PP dan Permenaker sesuai dengan undang-undang,” ujar Haru.
Dalam momentum menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 nanti, Haru mengingatkan agar para buruh juga harus memiliki kekuatan politis. Sebab, intervensi kebijakan tidak hanya cukup datang dari jalanan saja.
“Saya kira aspek politis dan aspek hukum harus diperkuat oleh temen-temen buruh sehingga perlawanannya bisa lebih efektif, jadi tidak dengan cara demo, walaupun itu jika diperlukan ya silakan lakukan sesuai dengan perundangan,” katanya.(Utara Jaya)