Elegi Bumi: Ketika Seni Membincang Lingkungan

Konten Media Partner
9 Maret 2020 14:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pertunjukan  'Elegi Bumi' di Taman Hutan Raya (Tahura) Djuanda, Kabupaten Bandung, Minggu (8/3). (Foto-foto: Agus Bebeng/bandungkiwari.com)
zoom-in-whitePerbesar
Pertunjukan 'Elegi Bumi' di Taman Hutan Raya (Tahura) Djuanda, Kabupaten Bandung, Minggu (8/3). (Foto-foto: Agus Bebeng/bandungkiwari.com)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Tubuh perempuan itu berbicara lantang tentang lingkungan. Setiap gerak seolah bahasa yang tajam mempertanyakan ulang makna hidup. Diiringi irama musik mengalun syahdu, Lena Guslina yang menari sekaligus koreografer pementasan tari berbicara tentang bencana yang tak pernah reda menyentuh manusia.
Pertunjukan 'Elegi Bumi' di Taman Hutan Raya (Tahura) Djuanda, Kabupaten Bandung, Minggu (8/3). (Foto-foto: Agus Bebeng/bandungkiwari.com)
Persoalan lingkungan menjadi latar belakang tarian berjudul 'Elegi Bumi'. Karya yang merupakan garapan Legus Studio ini menampilkan kolaborasi seni antara tari, teater, pantomim dan musik tradisi ditampilkan di area Taman Hutan Raya (Tahura) Djuanda, Kabupaten Bandung, Minggu (8/3).
Pertunjukan 'Elegi Bumi' di Taman Hutan Raya (Tahura) Djuanda, Kabupaten Bandung, Minggu (8/3). (Foto-foto: Agus Bebeng/bandungkiwari.com)
'Elegi Bumi' merupakan nyanyian ratapan, yang menyajikan drama penghancuran serta kemerosotan moral dalam pengelolaan lingkungan hidup. Lena yang membawa bola dunia dalam pementasannya mencoba menjelaskan bagaimana bumi sebagai situs hidup beragam makhluk, termasuk manusia telah menjadi tua dan lelah.
Pertunjukan 'Elegi Bumi' di Taman Hutan Raya (Tahura) Djuanda, Kabupaten Bandung, Minggu (8/3). (Foto-foto: Agus Bebeng/bandungkiwari.com)
Kerusakan lingkungan seperti pohon-pohon yang meranggas, hewan-hewan menghirup racun karbondioksida, dan deforestasi menjadi kehancuran karena manusia mengeksploitasi alam tanpa memperhitungkan masa depan keberadaan semesta.
Pertunjukan 'Elegi Bumi' di Taman Hutan Raya (Tahura) Djuanda, Kabupaten Bandung, Minggu (8/3). (Foto-foto: Agus Bebeng/bandungkiwari.com)
Kehadiran plastik yang menjadi setting artistik dan tokoh manusia plastik pada pementasan tersebut dengan tegas menyoal plastik di bumi. Seperti diketahui masyarakat plastik yang konsumsi”sehari-hari telah lahir menjadi bencana.
Pertunjukan 'Elegi Bumi' di Taman Hutan Raya (Tahura) Djuanda, Kabupaten Bandung, Minggu (8/3). (Foto-foto: Agus Bebeng/bandungkiwari.com)
Bukan hanya daratan yang dipenuhi plastik, bahkan laut seolah menjadi tempat pembuangan sampah maha luas. Kita pun acapkali membaca dan melihat kematian hewan karena plastik di media massa.
Pertunjukan 'Elegi Bumi' di Taman Hutan Raya (Tahura) Djuanda, Kabupaten Bandung, Minggu (8/3). (Foto-foto: Agus Bebeng/bandungkiwari.com)
Plastik membutuhkan lebih dari 400 tahun untuk luluh bersama Bumi. Dalam perjalanan menuju 400 tahun plastik menjadi paradoks: teman sekaligus musuh dalam selimut manusia dan makhluk Bumi lainnya.
ADVERTISEMENT
Disadari atau tidak, pelan tetapi pasti, plastik menjelma menjadi monster paling menakutkan di tengah-tengah kehidupan manusia. (Agus Bebeng)