Festival Cihideung, dari Mencari identitas Desa Hingga Menjaga Mata Air

Konten Media Partner
21 Oktober 2018 14:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Festival Cihideung, dari Mencari identitas Desa Hingga Menjaga Mata Air
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Warga desa Cihideung mengikuti upacara Irung-irung pada rangkaian kegiatan Festival Cihideung Kabupaten Bandung Barat. (Foto: Agus Bebeng/Bandungkiwari)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Udara dingin menembus kulit mulai terasa saat memasuki Desa Cihideung, kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat. Namun dingin membekukan yang menggiring batas ingatan, larut dalam suasana pagi yang indah karena mata dijamu sarapan warna dari bunga dan pepohonan.
Sabtu (21/10/2018) pagi itu suasana di Padepokan Kalang Kamuning memang sudah ramai. Abah Yanto Susanto (53) sang pemilik Padepokan tari tampak melakoni hidup sebagai gangsing yang terus berputar. Memersiapkan beragam hal demi kelangsungan acara tradisi yang nyaris terlupakan.
Pagi itu keriaan hadir pada wajah anak-anak desa dan ratusan mahasiswa yang meruang dalam dendang kebahagiaan bertemu aura tradisi. Upacara adat Irung-irung memang menjadi agenda kebudayaan mereka yang akan diselenggarakan di kampung Kancah.
Festival Cihideung, dari Mencari identitas Desa Hingga Menjaga Mata Air (1)
zoom-in-whitePerbesar
Warga desa Cihideung mengikuti upacara Irung-irung pada rangkaian kegiatan Festival Cihideung Kabupaten Bandung Barat. (Foto: Agus Bebeng/Bandungkiwari)
ADVERTISEMENT
Bunyi tetabuhan terdengar mulai mengalun, mengikuti gerak lembut kelopak mawar yang bergerak dimainkan angin. Sementara tawon pencari saripati bunga, tidak berhenti memutari bunga-bunga bermekaran yang mengiringi kepergian embun terakhir yang dibakar matahari.
Perjalanan menuju tempat mata yang diringin tetabuhan tradisi menggoyang kampung Cihideung yang biasanya tenang. Sejumlah bocah kampung terus berteriak ketika Bangbarongan dan Kuda Lumping memasuki area mata air.
Usai melakukan ritus tradisi, anak-anak yang membalut pinggangnya dengan kain memasuki mata air. Selongsong bambu mulai menelan air dari mata air. Dalam hitungan detik air pun beterbangan membuat suasana gaduh.
Festival Cihideung, dari Mencari identitas Desa Hingga Menjaga Mata Air (2)
zoom-in-whitePerbesar
Warga desa Cihideung mengikuti Perang Cai pada upacara Irung-irung kegiatan Festival Cihideung Kabupaten Bandung Barat. (Foto: Agus Bebeng/Bandungkiwari)
Sejumlah fotografer pun ikut panik menyelamatkan “istri” mereka dari terkaman air. Tidak terkecuali warga yang mengikuti acara. Berlarian tidak tentu arah karena ditembak “Bedil Bambu” yang terus menerus mengeluarkan air.
ADVERTISEMENT
Suasana kebahagiaan, senyum simpul dan gerutu orang yang basah tersiram membuat Upacara Irung-irung di mata air menjadi pertempuran ideologis kebudayaan tradisi yang melawan hegemoni budaya asing yang masif menyerang.
Tentu tidak banyak orang mengerti apa itu upacara Irung-irung. Dahulu kisaran 1938 kegiatan Irung-irung ini dinamakan menurut Abah Yanto dinamakan “Nyalametkeun Solokan”, sebuah kegiatan tradisi masyarakat desa untuk menjaga kelestarian mata air dan saluran air.
Festival Cihideung, dari Mencari identitas Desa Hingga Menjaga Mata Air (3)
zoom-in-whitePerbesar
Warga desa Cihideung mengikuti Perang Cai pada upacara Irung-irung kegiatan Festival Cihideung Kabupaten Bandung Barat. (Foto: Agus Bebeng/Bandungkiwari)
Air dalam ritus masyarakat tradisi tentu memiliki bobot yang sakral dalam cara pandang mereka. Apalagi mayoritas masyarakat desa Cihideung saat ini, merupakan petani bunga yang membutuhkan kalimpahan air dalam aktivitasnya.
ADVERTISEMENT
Keterikatan masyarakat Cihideung pada air berakibat mereka memiliki penghormatan, dan melahirkan kearifan lokal dalam memaknai air. Namun dalam perkembangannya, tradisi “Nyalametkeun Solokan” terhenti.
“Tahun 2008 dilakukan upacara Irung-irung untuk menyambut perayaan Hari Kemerdekaan. Dan pada 2010 Upacara Irung-irung dilakukan sebagai kegiatan untuk mengawali acara Festival Cihideung, yang bertemakan agrowisata dan seni. Disingkat Agni,” jelas Nanu Muda yang menjadi Tim Kreatif kegiatan tersebut.
Selain sebagai hiburan, acara Irung-irung menurut Abah Yanto, sebagai sarana menanamkan kesadaran warga untuk peduli lingkungan terutama mata air untuk usaha pertanian bunga yang mereka kelola.
“Hal lain dari acara ini agar menyadarkan kembali esensi Cihideung sebagai daerah penghasil bunga,” ucapnya.
Festival Cihideung, dari Mencari identitas Desa Hingga Menjaga Mata Air (4)
zoom-in-whitePerbesar
Warga desa Cihideung mengikuti Perang Cai pada upacara Irung-irung kegiatan Festival Cihideung Kabupaten Bandung Barat. (Foto: Agus Bebeng/Bandungkiwari)
ADVERTISEMENT
Abah Yanto ingin Festival Cihideung yang didukung Disbudpar Kabupaten Bandung Barat ini mampu menjadi jembatan mengenalkan potensi daerah Cihideung sebagai sentra penghasil bunga. Karena menurutnya selama ini orang masih banyak orang mengatakan bunga dihasilkan di daerah Lembang, padahal sesungguhnya dihasilkan dari petani bunga Cihideung.
“Keinginannya sih, Festival Cihideung menjadi kalender kegiatan setiap tahun yang ditetapkan. Sehingga kegiatan ini menjadi kegiatan bersama yang mampu menarik kunjungan wisatawan,” tegasnya.
Keinginan menjadikan Cihideung yang memiliki identitas sebagai desa pariwisata bunga, memang menjadi harapan warga Cihideung.
Selain untuk melahirkan identitas desa, kegiatan festival Cihideung ini menurut Nanu Muda sebagai sarana kreatifitas yang melahirkan satu aspek seni dan ekonomi pada masyarakat.
“Apabila kegiatan ini berkelanjutan sangat berpotensi mendatangkan keuntungan secara ekonomi,” ucap Nanu Muda, seraya menambahkan kegiatan tahun ini diramaikan pula dengan lomba Tumpeng, selain kegiatan yang telah biasa mereka selenggarakan, seperti lomba kendaraan hias, karnaval, perang cai, merangkai bunga dan pertunjukkan tarian.
ADVERTISEMENT
Di balik keriaan Festival Cihideung, tentu kegiatan utama pelestarian mata air untuk warga agar tidak terjadinya privatisasi air oleh individu merupakan tujuan mulia. Apalagi keberadaan petani bunga di daerah Cihideung sangat tergantung keberadaan air yang setiap saat digunakan merawat bunga agar tidak mati.
Dari perayaan sederhana warga kampung kita seolah diingatkan, bagaimana air memiliki makna penting untuk kehidupan. Setidaknya dari kegiatan sederhana warga kampung kita paham air adalah anugerah terindah untuk bumi tercinta ini. (Agus Bebeng)