news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Foto: Para Pelajar di Bandung Mengenang Berakhirnya Perang Dunia II

Konten Media Partner
17 Agustus 2019 19:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto-foto: Agus Bebeng/bandungkiwari
zoom-in-whitePerbesar
Foto-foto: Agus Bebeng/bandungkiwari
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Senja dengan bayang kematian di pemakaman Pandu, menyiratkan sendu. Ada gejolak nasionalisme yang hadir tatkala deretan nisan prajurit Belanda membeku kaku diselimuti waktu.
ADVERTISEMENT
Simbol keagamaan pada makam Belanda, laiknya tombol pemutar kisah sejarah yang terluka di sudut ruang pustaka. Kamis sore (15/8), itu di makam Pandu. Mendung perlahan menyiratkan lintasan sejarah bangsa. Sejumlah pelajar bersama beberapa kelompok anak muda membukakan kembali pintu sejarah Perang Dunia II.
Setelah menyanyikan lagu kebangsaan Belanda dan Indonesia, siswa Sakola Ra’jat Iboe Inggit Garnasih bersama Oorlogs Graven Stichting, SD Astana Anyar, dan Kelompok Anak Rakyat (Lokra) meletakkan rangkaian bunga untuk setiap orang yang menjadi korban Perang Dunia II. Peringatan ini mengajak kembali kita menapaki jejak sejarah kelam keganasan perang di seluruh dunia.
Bagi sebagian orang yang tidak mengikuti lekuk tubuh sejarah, tentu tidak akan memandang penting peristiwa berakhirnya Perang Dunia II di Asia. "Tepatnya pada 15 Agustus 1945, Kekaisaran Jepang melalui Kaisar Hirohito menyampaikan pidato radio di hadapan rakyat yang menyatakan menyerah kepada Sekutu," ucap Gatot Gunawan, koordinator acara.
Gatot menjelaskan, dalam pidato radio yang disebut Gyokuon-hōsō (Siaran Suara Kaisar), Hirohito membacakan Perintah Kekaisaran tentang rekapitulasi perang. "Peristiwa bertekuk lututnya Jepang terhadap sekutu, berpengaruh besar bagi Indonesia untuk mencapai kemerdekaan.
ADVERTISEMENT
Kekalahan Jepang mengakibatkan kondisi di Indonesia mengalami 'Kekosongan Kekuasaan' atau 'Vacuum of Power'. Kondisi inilah, kata Gatot, yang kemudian dimanfaatkan bangsa Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Perang Dunia II merupakan perang global yang berlangsung pada tahun 1939-1945. Perang ini melibatkan banyak sekali negara di dunia, termasuk semua kekuatan besar yang pada akhirnya membentuk dua aliansi militer yang saling bertentangan, yakni Sekutu (Inggris, Amerika, Prancis, Belanda, Kanada, Uni Soviet) dan Poros (Jerman, Italia, Jepang).
Perang ini juga menjadi perang terluas dalam sejarah, yang melibatkan lebih dari 100 juta orang dari berbagai pasukan militer. Dus, menjadi perang dengan konflik paling mematikan sepanjang sejarah umat manusia yang memakan korban mencapai kisaran 70 juta warga sipil.
ADVERTISEMENT
Mengingat demikian parahnya perang tersebut maka diadakanlah Upacara Peringatan Berakhirnya Perang Dunia II pada setiap 15 Agustus untuk mengenang berhentinya perang tersebut.
"Upacara diselenggarakan setiap tahun oleh pihak Kedutaan Besar Kerajaan Belanda di Ereveld Menteng Pulo Jakarta. Untuk di Bandung, Sakola Ra’jat Iboe Inggit Garnasih bekerja sama dengan Yayasan Oorlogs Graven Stichting menjadi yang pertama menyelenggarakan upacara ini," ucap Gatot.
Menurut Gatot pesan penting dari Peringatan Perang Dunia II ini menjadi tanda untuk semua orang, jika senjata dan nafsu untuk saling menguasai serta menghancurkan merupakan malapetaka bagi umat manusia. Apalagi dengan terlibatnya para pelajar, pemuda, dan beberapa orang perwakilan dari warga Lio Genteng, mampu memahami untuk mengedepankan dialog atau diplomasi merupakan hal penting dalam penyelesaian setiap konflik.
ADVERTISEMENT
Upacara yang ditemani gerimis di Taman Kehormatan Kerajaan Belanda Ereveld Pandu, memang hanya dalam hitungan menit. Namun di balik waktu yang demikian sempit ada keinginan besar untuk melahirkan dan membesarkan anak-anak muda agar mencintai kedamaian dan mencintai negerinya sendiri.
Sebelum magrib menjelang, upacara telah usai. Semua peserta upacara tanpa terkecuali siswa SD, basah karena hujan. Sementara rumput kering dan tanah mengeluarkan aroma tubuhnya. Tempat pemakaman kembali hening. Hanya menyisakan sejarah orang-orang yang meninggal karena kekejaman perang. (Agus Bebeng)