Foto: Pergulatan Batin Cut Nyak Dhien
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Jumat malam (13/7) di NuArt Sculpture Park, suasana begitu temaram. Dingin melarung pada tubuh-tubuh urban yang mecari jejak sejarah. Dari kegelapan, sesosok tubuh perempuan renta berkerudung, berjalan menyeret kakinya yang lemah. Ditemani lampu minyak yang menjadi teman sunyi, perempuan renta itu mengaku bernama Cut Nyak Dhien.
Cut Nyak Dhien memang hadir malam itu, meruang dalam peradaban jaman melalui monolog yang dibawakan Shah Ine Febriyanti, yang sekaligus menjadi sutradara pementasan.
Dialog-dialog perlawanan perlahan hadir merayap memasuki telinga penonton. Cut Nyak dengan tubuh ringkihnya menceritakan pengasingan, buah perjuangannya bersama sang suami.
Tubuh renta itu berubah menjadi perempuan perkasa, ketika menceritakan masa peperangan melawan penjajah dan kisah pengkhiatan di dalamnya. Sampai akhirnya perempuan perkasa yang menolak tunduk pada penindasan itu menutup mata di pengasingannya di Sumedang pada 6 November 1908.
Pementasan yang penuh dengan nafas perjuangan itu diharapkan mampu memberikan pengetahuan lebih dalam mengenai sosok Cut Nyak Dhien. Seorang ibu, sekaligus pejuang dari Nangroe Aceh Darusallam yang tidak mau menyerah pada penjajahan. (Agus Bebeng)
ADVERTISEMENT