Gerakan Bersihkan Indonesia Minta Masalah "Korupsi Hukum dan HAM" Jadi Tema Debat Pilpres

Konten Media Partner
16 Januari 2019 20:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gerakan Bersihkan Indonesia Minta Masalah "Korupsi Hukum dan HAM" Jadi Tema Debat Pilpres
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Aksi koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Gerakan Bersihkan Indonesia. (Istimewa)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari – Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Gerakan Bersihkan Indonesia menilai setidaknya ada 5 pekerjaan rumah (PR) utama yang harus diselesaikan oleh pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres dan wapres) 2019-2024 terkait isu lingkungan hidup dan energi.
Lima PR itu terkait korupsi, hukum dan HAM, yang perlu dipertimbangkan sebagai komitmen yang dipaparkan dalam debat resmi paslon capres dan wapres pada Kamis (17/1/2019) nanti.
Gerakan Bersihkan Indonesia merupakan gabungan 35 lembaga, salah satunya Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat. Juru Bicara Bersihkan Indonesia yang juga Direktur Walhi Jawa Barat Dadan Ramdan mengatakan, kasus peminggiran warga dalam berbagai proyek strategis nasional menunjukan aspek HAM dan partisipasi warga masih sering diabaikan.
ADVERTISEMENT
Dadan menjelaskan, dalam catatan Walhi sepanjang tahun 2018, di 13 provinsi saja tercatat 163 pejuang lingkungan dikriminalisasi. Untuk di wilayah Jawa Barat sendiri, selama tahun 2018, ada 32 orang warga, petani, pejuang lingkungan yang mengalami kriminalisasi.
Sayangnya, kata Dadan, kondisi itu bertolak belakang apabila kejahatan dilakukan oleh pihak korporasi dan individu (orang kuat). Dadan menilai, negara belum memiliki ketegasan soal ini.
“PR kedua yang perlu didorong adalah kandidat capres dan cawapres harus berkomitmen menghentikan praktik kriminalisasi oleh aparat negara terhadap rakyat, petani, aktivis pejuang lingkungan, serta segera menyusun aturan yang melindungi para pejuang lingkungan,” tegas Dadan, melalui siaran persnya.
Juru bicar lainnya, Margaretha Quina menjelaskan, sejauh ini belum terlihat adanya capres yang mendorong akses partisipasi dan peran publik atau masyarakat dalam pengambilan keputusan yang berdampak terhadap lingkungan hidup.
ADVERTISEMENT
"Banyaknya gugatan terhadap produk hukum yang dikeluarkan pemerintah merupakan indikasi buruknya partisipasi publik. Sayangnya tren ini terus menguat. Di hulu aturan percepatan meminggirkan partisipasi publik, di hilir perkara-perkara lingkungan hidup yang menggugat pemerintah direspons dengan persistensi pemerintah untuk melindungi proyek," tutur Quina yang juga peneliti Indonesia Center for Environmental Law (ICEL).
Karena itu, menurut Quina, PR pertama yang perlu direalisasikan dalam aspek hukum lingkungan adalah Capres terpilih harus berkomitmen menjalankan aturan transparansi dan partisipasi publik yang telah ada, serta merampungkan PP Partisipasi Publik.
“Sebenarnya ini juga merupakan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” papar Quina.
Sementara itu, Hendrik Siregar, Peneliti Auriga Nusantara mengungkapkan dalam konteks energi, khususnya batu bara, laporan “Coalruption: Elite Politik dalam Pusaran Bisnis Batu bara” telah mengungkap pola elite politik banyak terlibat dalam bisnis batu bara. Di mana akhirnya, batu bara menjadi sumber pendanaan kampanye politik.
ADVERTISEMENT
Bahkan menurutnya para pemain batu bara merupakan figur kunci di tim para kandidat di Pemilihan Presiden 2019. Aliran dana dari pengusaha batu bara dalam perhelatan demokrasi akan menyandera pemenang pemilu untuk berpihak pada keuntungan bisnis semata, dan abai pada keberlanjutan lingkungan.
Untuk itu ia menyatakan penting untuk memperkuat penegakan hukum dalam operasi pertambangan batu bara. Kelemahan yang ada saat ini adalah kehadiran politically-exposed persons (PEPs) dalam kepemilikan dan kepemimpinan perusahaan batu bara.
“PR ketiga yang harus diselesaikan capres terpilih nanti adalah memperkuat langkah hukum yang mencegah konflik kepentingan di antara PEPs, termasuk menciptakan perlindungan yang lebih kuat dari risiko kolusi dan campur tangan politik yang ditimbulkan oleh "fenomena keluar masuk" di mana orang seringkali berpindah jabatan antara sektor publik dan swasta,” tegas Hendrik.
ADVERTISEMENT
Kepala Kampanye JATAM, Melky Nahar menambahkan, PR keempat, tantangan terbesar bagi capres-cawapres yang sedang berlaga adalah menjalankan agenda penegakan hukum yang tegas dan transparan bagi korporasi tambang yang meninggalkan lubang-lubang tambang beracun, tanpa rehabilitasi.
Wira Dillon, Peneliti Center for Energy Research Asia (CERA) menjelaskan, PR kelima yang perlu diperhatikan presiden periode mendatang adalah mengenai jaminan perlindungan dan penetapan hak masyarakat adat dan reforma agraria yang pro-rakyat.
Mengingat kedua paslon mempunyai ide-ide besar mengenai pembangunan infrastruktur dan pemanfaatan lahan, proses pembentukan payung hukum maupun eksekusi rencana-rencana tersebut perlu dicermati dengan baik agar tidak malah memarjinalisasi rakyat sendiri. “Sejauh ini, belum dilihat ada jaminan yang memadai dari kedua paslon terkait hal tersebut,” tukasnya. (Iman Herdiana)
ADVERTISEMENT