Indonesia 5 Tahun Tanpa UU SDA, Pengelolaan Air Selama Ini Ilegal?

Konten Media Partner
10 Januari 2019 19:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Indonesia 5 Tahun Tanpa UU SDA, Pengelolaan Air Selama Ini Ilegal?
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Air. (Pixabay)
BANDUNG, bandungkiwari – Rabu 18 Februari 5 tahun lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan keputusan mengejutkan terutama bagi perusahaan air minum swasta. MK menghapus UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) yang membolehkan pihak swasta mengelola dan bisnis air.
ADVERTISEMENT
Keputusan MK tersebut mengabulkan jihad konstitusi yang dilakukan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dan kawan-kawan. Salah satu ormas Islam di Indonesia itu mengajukan judicial review terhadap UU SDA yang dinilai tidak konstitusional dan bertentangan dengan UUD 1945. UU tersebut dinilai melegalkan privatisasi dan swastanisasi air yang seharusnya dikuasi negara karena menyangkut hajat hidup orang banyak.
Namun setelah 5 tahun pasca-JR yang dilakukan Muhammadiyah, hingga kini belum ada UU SDA yang baru. Undang-undang tersebut masih berupa rancangan yang masih dalam proses di DPR dan pemerintah. Artinya, selama 5 tahun Indonesia tidak memiliki UU SDA yang baru. Padahal selama itu air terus dikelola dan dipakai. Apakah semua pengelolaan sumber daya air selama ini dilakukan secara illegal?
ADVERTISEMENT
Topik tersebut mengemuka di sela diskusi panel Perhimpunan Ahli Airtanah Indonesia (PAAI) bertema “Mau Dibawa ke Mana Pengelolaan Sumber Daya Air (Tanah) Indonesia” di Mulltiroom Gedung CRCS Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, Kamis (10/1/2019).
“Sudah lima tahun,” kata Ketua Dewan Pakar PAAI Prof.Ir. Lambok Hutasoit M.Sc., Ph.D, terkait kekosongan hukum tentang sumber daya air, saat sesi jumpa pers.
Dengan kekosongan payung hukum tersebut, sulit dilakukan gerakan atau upaya terkait konservasi sumber daya air. “Saya melihatnya kalau undang-undang belum, setiap gerakan perlu payung hukumnya. Ini kan negara hukum, ya. Kalau payung hukumnya ga ada ya illegal. Repot dong kalau ga ada. Saya melihatnya selama 5 tahun ini kayaknya kita melakukan hal-hal yang illegal,” lanjut pakar air ITB tersebut.
ADVERTISEMENT
Contohnya, kata dia, di bidang pengemboran air tanah memerlukan perizinan yang mengacu pada undang-undang. Sementara undang-undangnya sendiri tidak berlaku. “Itu kan dasarnya harus undang-undang sumber daya air. Tapi ga ada, bagaimana,” katanya.
Untungnya, ketika memutuskan UU SDA dihapus, MK memberlakukan kembali UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan. “Tapi dengan Undang-undang tahun 74 ini jadi sedikit dijembatani,” katanya.
Dalam kesempatan itu, PAAI berharap Undang-undang SDA segera diundangkan. “Kalau ada Undang-undang sudah jadi kan jadi tenang. Dasarnya jelas,” tandasnya.
Di tempat yang sama, Asisten Deputi Infrastruktur SDA Kementerian Perekonomian yang juga dari Dewan SDA, Mohammad Zainal Fatah, mengatakan sebenarnya tidak terjadi kekosongan payung hukum di bidang pengelolaan sumber daya air pasca-putusan MK lima tahun lalu.
ADVERTISEMENT
“Apakah terjadi kekosongan hukum? Formali tidak terjadi kekosongan hukum karena pada saat MK mentidakberlakukan UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, secara otomatis MK juga memberlakukan kembali Undang-undang sebelumnya Nomor 11 tahun 1974. Jadi ada,” kata Mohammad Zainal Fatah.
Namun pemerintah menyadari, lanjut dia, Undang-undang 11/1974 sudah berusia uzur sehingga isinya kurang konprehensif dan terlalu sederhana. Maka pasca-putusan MK, pemerintah segera melakukan konsultasi ke MK maupun Mahkamah Agung untuk menghadapi kekosongan hukum tersebut. Sebab konsekuensi dari dihapusnya Undang-undang SDA maka aturan turunannya pun tidak berlaku. Padahal UU SDA memiliki banyak turunan dalam bentuk Peraturan Presiden dan sebagainya.
“Maka waktu itu seluruh norma yang ada di peraturan itu kemudian digunakan dalam peraturan menteri. Jadi kita bikin peraturan menteri, di PU ada 23, di ESDM, Kehutanan,” bebernya.
ADVERTISEMENT
Namun sejumlah peraturan tersebut dirasa masih kurang dalam menaungi pengelolaan air di tanah air ini. Maka pemerintah kemudian membikin dua lagi PP yang kaidahnya menggunakan kaidah batasan MK, yaitu PP 121 dan PP 122 Tahun 2015 tentang Pengusahaan SDA DAN tentang SPAM.
“Karena tidak mungkin kan air minum kita hentikan, bisa mati kita. Jadi itu. Kalau lihat sejarah legal aspeknya,” terangnya. RUU SDA sendiri saat ini masih digodok DPR dan pemerintah, dan ditargetkan bisa segera diundangkan. (Iman Herdiana)