news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Karena Citarum, Dosen ITB Bikin Lukisan "Berpikir dengan Dengkul"

Konten Media Partner
23 Februari 2019 15:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seniman yang juga dosen ITB Tisna Sanjaya. (Humas ITB)
zoom-in-whitePerbesar
Seniman yang juga dosen ITB Tisna Sanjaya. (Humas ITB)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari – Kondisi Sungai Citarum banyak menginspirasi seniman Tisna Sanjaya dalam menghasilkan karya, antara lain, lukisan terbarunya yang diberi judul “Thinking with Knee” alias “Berpikir dengan Dengkul”.
ADVERTISEMENT
Mengapa dosen seni rupa Institut Teknologi Bandung tersebut membuat lukisan dengan judul yang terkesan menyindir itu?
“Yang saya gambarkan itu, ada ibu di bawah, karena air itu adalah simbol dari ibu sebagai mata air, lalu di atasnya itu digambarkan seperti dengkul, maksudnya berpikir dengan dengkul, karena sekarang itu zaman yang bagus dijelek-jelekin dan yang jelek dibaik-baikan, ada satu masa di kita itu yang seperti itu dan dampaknya kepada lingkungan. Lingkungan jadi buruk, karena energi kebaikan itu dimutilasi,” kata beber Tisna Sanjaya, melalui siaran pers ITB, Sabtu (23/2).
Lukisan “Thinking with Knee” ia bikin saat pameran Citarum Expo 2019 di Dome Balerame Sabilulungan, Soreang, Kabupaten Bandung. Aksinya membuat lukisan menarik perhatian para hadirin yang mendatangi pameran.
ADVERTISEMENT
Judul lukisan yang ia buat ialah “Thinking with Knee” atau berpikir dengan dengkul. Karya tersebut rencananya akan dilelang. Tisna juga berencana menggelar pameran tunggal baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang akan menampilkan semua hasil karyanya mengenai Citarum. Hasil dananya sebagian akan dihibahkan untuk penanganan sungai Citarum.
Bagi Tisna, inspirasi dalam berkarya seni bisa datang dari mana saja, termasuk saat melihat kondisi Sungai Citarum yang kotor dan tercemar. Ia mengaku banyak menghasilkan karya-karya yang inspirasinya dari Citarum. Mulai dari seni sketsa, seni instalasi, seni lukis, performance art dan juga dokumentasi mural yang dikerjakan oleh warga, mahasiswa, dan tentara.
“Saya sudah berada di Citarum selama satu tahun, berkarya dan berproses kreatif dengan melibatkan warga dan aparatus di sana dari mulai kotor sampai bersih,” kata Tisna Sanjaya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, Citarum telah membawa energi baik dan energi luar biasa pada karya seninya. Saat pembuatan karya, ia juga melibatkan masyarakat sekitar, tentara yang sedang bekerja, mahasiswa dan lainnya.
Ia melihat, seni pun ternyata mempunyai daya penggerak terhadap perubahan lingkungan hidup lebih baik. “Tema lukisan tersebut adalah semangat hidup yang saya dapatkan dari proses saya berada di Citarum. Jadi dari mulai air keruh, saya terus berkarya di sana melihat tentara yang bekerja siang malam, itu jadi dorongan untuk berkarya,” tuturnya.
Dampak dari Citarum juga berpengaruh terhadap ITB pada mata kuliah baru seni desain dan lingkungan. Saat mengajar, ia mengajarkan kepada mahasiswa seni ITB bahwa seni jangan hanya ada di menara gading saja. Tapi harus hidup di masyarakat.
ADVERTISEMENT
"Makanya mahasiswa saya juga dibawa ke Sungai Citarum, sudah tahun lalu selama empat bulan melukis 120 meter panjangnya dan tinggi empat meter,” katanya.
Menurut Tisna, pembenahan sungai terpanjang di Jawa Barat ini, harus terkoordinasi dengan baik, tidak bisa bekerja masing-masing. Saat ini, koordinasi tersebut sudah dilakukan dengan membentuk Satgas Citarum Harum, kemudian dikeluarkan pula Keputusan Presiden. Baik dari pemerintah pusat, provinsi, daerah, tentara, komunitas, masyarakat, pegiat lingkungan dan pihak lainnya sudah bekerjasama.
“Kampus-kampus melakukan KKN di sini, pengusaha sadar tidak membuang limbah karena dihukum dengan tegas. Semua pihak harus bekerjasama dalam pembenahan Citarum, karena kalau Citarum bagus efeknya ke kampus kita, ke Bandung, Jawa Barat,” ucapnya. (Iman Herdiana)
ADVERTISEMENT