Kasbi Ungkap Masalah Serius Tenaga Kerja di Masa Rezim Jokowi-JK

Konten Media Partner
16 November 2018 7:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kasbi Ungkap Masalah Serius Tenaga Kerja di Masa Rezim Jokowi-JK
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Aksi unjuk rasa Federasi Persatuan Perjuangan Buruh Kogres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (FPPB Kasbi) Bandung Raya di Bandung. (Arie Nugraha)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Federasi Persatuan Perjuangan Buruh Kogres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (FPPB Kasbi) Bandung Raya menuding Pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla terburuk dalam menangani urusan ketenagakerjaan dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2015 soal formulasi upah minimum berdasarkan inflansi dan pertumbuhan ekonomi.
Ketua FPPB Kasbi Bandung Raya Sudaryanto mengatakan, aturan tersebut menyebabkan peningkatan upah minimum buruh di luar angka komponen hidup layak (KHL). Sudaryanto membandingkan sebelum Jokowi-JK berkuasa, peningkatan upah minimum buruh di kisaran 12 persen dan itu pun dianggap masih belum ideal.
"Tapi setelah adanya rezim Jokowi-JK mengeluarkan PP 78, jatuh karena berdasarkan laju pertumbuhan ekonomi tidak lebih dari delapan persen saat ini kan? Hanya 8,03 persen itu sangat-sangat menyakiti kaum buruh," kata Sudaryanto di depan Kantor Gubernur Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Bandung, Kamis (15/11/2018).
ADVERTISEMENT
Sudaryanto menyebutkan kondisi tersebut diperparah dengan diterbitkannya Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 561/Kep.1046-Yanbangsos/2018 tentang upah minimum Provinsi Jawa Barat Tahun 2019 senilai Rp 1.668.372 pada 1 November 2018.
Nilai upah minimum provinsi itu kata Sudaryanto, mengikuti tingkat inflansi dan laju pertumbuhan ekonomi seperti yang disebutkan dalam Surat Eadaran Kementerian Tenaga Kerja RI Nomor B.240/M.NAKER/PHIJSK-UPAH/X/2018.
Sudaryanto menegaskan, formulasi upah minimun itu secara tidak langsung mengikuti dalam Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2015. Untuk itu FPPB Kasbi Bandung Raya meminta Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, agar mencabut penggunaan PP 78 Tahun 2015 untuk sistem pengupahan dan menaikkan besarannya menjadi 20 persen.
"Toh dulu juga bisa membedakan (UMK) Kota Bandung dengan kota kabupaten lain di Jawa Barat. Kenapa ini enggak bisa ? Tinggal keberanian para pemimpin," kata Sudaryanto.
ADVERTISEMENT
Sudaryanto mengatakan Pemprov Jabar harus menentukan sikap untuk mendukung warganya atau tunduk dan takut atas kepentingan negara lain. Jika bersikukuh menjalankan formulasi upah minimum lanjut Sudaryanto, artinya sudah diketahui sikap rezim pemerintah sekarang ini.
Diberlakukannya PP 78 Tahun 2015 soal formulasi upah minimum harus mengacu kepada pertumbuhan ekonomi dan inflansi, maka besaran upah minimum kota kabupaten tidak boleh melebihi angka 8,03 persen. (Arie Nugraha)