Ketika Emak-emak di Bandung Menyuarakan Solidaritas

Konten Media Partner
11 Oktober 2019 23:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Puluhan perempuan di Bandung menggelar aksi solidaritas bagi korban kekerasan saat demonstrasi akhir September lalu. (Foto-foto: Assyifa)
zoom-in-whitePerbesar
Puluhan perempuan di Bandung menggelar aksi solidaritas bagi korban kekerasan saat demonstrasi akhir September lalu. (Foto-foto: Assyifa)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Puluhan perempuan, mulai dari ibu-ibu hingga mahasiswa yang tergabung dalam Suara Perempuan Bandung menggelar aksi solidaritas di Taman Vanda Bandung, pada Kamis (10/9). Mereka menyuarakan solidaritasnya terhadap berbagai kasus kekerasan yang dialami oleh massa aksi dalam aksi demonstrasi pada 23, 24, dan 30 September lalu.
ADVERTISEMENT
Menurut salah satu peserta aksi, Vini, aksi ini dilatarbelakangi oleh obrolan antara para perempuan yang merasa resah dengan kondisi negara saat ini. Terlebih, mereka melihat kejadian-kejadian dalam aksi beberapa waktu silam, termasuk banyaknya korban yang berjatuhan, serta adanya tindakan represif dari aparat.
"Kami punya pandangan yang sama, bahwa bagaimana bersolidaritas terhadap adik-adik kita, kawan-kawan kita yang menjadi korban (tindakan represif)," ujar Vini..
Aksi ini membawa tiga tuntutan utama. Pertama, meminta adanya pernyataan tertulis dari Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Bandung untuk tidak melakukan tindakan represif atau kekerasan kembali dalam bentuk apapun serta terhadap siapapun yang tengah menyampaikan pendapatnya. Mengingat, kebebasan menyampaikan pendapat dalam hal ini dilindungi oleh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan UU nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
ADVERTISEMENT
Kedua, peserta aksi juga meminta pihak sekolah dan kepolisian untuk mengembalian hak menyampaikan pendapat bagi para pelajar ataupun mahasiswa di Bandung. Adapun tuntutan yang ketiga, peserta aksi menuntut agar dibentuknya tim independen guna mengidentifikasi dan mengadili aparat pelaku kekerasan.
Tuntutan-tuntutan tersebut tak hanya disuarakan melalui orasi dari para perempuan yang hadir. Mereka juga mengacungkan sejumlah poster yang berisi tuntutan mereka itu. Ada yang bertuliskan "Bentuk tim independen untuk menginvestigasi dan mengadili aparat pelaku kekerasan". Ada pula poster berwarna hitam bergambar seorang ibu yang membawa tulisan seperti: "Jangan tembak anak2 kami", "Jangan bunuh anak2 kami", serta "Jangan pukuli anak2 kami".
Para peserta aksi bergantian menyuarakan pendapatnya. Menyampaikan kekecewaan terhadap tindakan represif yang dialami oleh massa aksi. Sebagai seorang perempuan dan juga ibu, mereka merasa resah menyaksikan kejadian-kejadian tersebut. Tak hanya orasi, seorang peserta aksi juga membacakan puisi ciptaannya dalam aksi tersebut.
Selain itu, Suara Perempuan Bandung juga mendukung delapan (7+1) tuntutan yang dibawa dalam aksi pada 23, 24, dan 30 September silam. "Kami menolak RKUHP, mendesak supaya presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpuu). Tapi kita mendukung disahkannya RUU PKS," tegas Vini.
ADVERTISEMENT
Kertas tuntutan pun disebar kepada para pengguna jalan yang melintas. Menurut Vini, hal ini dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai arti demokrasi. "Agar masyarakat sadar, bahwa suara kita diperlukan," tuturnya.
Vini menambahkan, jika tuntutan yang dibawa oleh Suara Perempuan Bandung tidak direalisasikan, mereka akan menggelar aksi serupa. "Tergantung apa tindakan dari pemerintah merespon tuntutan kita," katanya. (Assyifa)