Kisah Maruli, Dokter Gigi Penyintas HIV yang Menghadapi Diskriminasi

Konten Media Partner
1 Desember 2019 8:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kisah Maruli, Dokter Gigi Penyintas HIV yang Menghadapi Diskriminasi
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Membincang status HIV bisa jadi masih menjadi suatu hal yang tabu bagi sebagian orang. Stigma seakan telah melekat pada Orang dengan HIV (ODHIV) ataupun Orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Bahkan stigma dan diskriminasi tersebut tak jarang hadir dari orang terdekat.
ADVERTISEMENT
Salah satu kisah mengenai masih tingginya stigma terhadap ODHIV dan ODHA dialami oleh Maruli Togatorop, seorang dokter gigi. Stigma negatif dari keluarga, tak pelak ia terima. Bahkan, pada saat itu, sang istri memilih untuk menceraikannya.
"Tapi sekarang saya sadar, kenapa dulu mereka mendiskriminasi seperti itu, karena mereka tidak paham apa itu HIV," ujar Maruli di Bandung, Sabtu (29/11).
Meski begitu, Maruli pun bisa membuktikan, dirinya mampu hidup sehat dan berprestasi, bahkan lebih daripada sebelumnya. "HIV bagi saya adalah berkah. Kalau enggak HIV, saya enggak akan seperti ini, saya semakin bersemangat, saya mengerti makna hidup yang sebenarnya, saya bisa berbagi dengan sesama," ujar pria yang didiagnosa HIV positif pada Juli 2014 di Jakarta.
ADVERTISEMENT
Menurut Maruli, dengan dirinya terbuka akan status HIV yang dimilikinya, ia dapat memberikan informasi dan meluruskan stigma negatif mengenai HIV, terutama mengenai kemampuan untuk bangkit dan menyintas HIV/AIDS.
Tidak hanya Maruli. Hayu Ari Setyaningtyas, juga sempat mengalami diskriminasi dari pihak keluarga almarhum suaminya. Perempuan yang akrab disapa Arini ini didiagnosa mengidap HIV pada tahun 2013.
Pada saat itu, almarhum suaminya lebih dulu terdeteksi HIV positif dan meninggal dunia. "Saya didepak jauh-jauh dan dikeluarkan dari rumah, itu 40 hari setelah kematian suami saya," tutur Arini.
Akan tetapi, hal tersebut justru menjadi pemicu untuk melakukan pembuktian. "Saya masih punya hidup, saya masih bisa bangkit, saya masih punya karir," ujar Arini. Perempuan yang juga merupakan penyintas kanker ini pun pernah menerbitkan buku resep sehat bebas gluten.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Arini mengaku mendapatkan dukungan penuh dari keluarga intinya. "Mereka mendukung saya, ketika saya harus akses layanan untuk akses ARV, saya selalu mendapat support. Walaupun ada sedikit keraguan di hati saya, bahwa saya itu akan mati. Itu dalam pikiran mereka karena mereka enggak mengerti," ujarnya.
Kisah lain diungkapkan oleh Nurdiyanto. Pria yang lebih dikenal dengan nama Antonio Chaniago ini juga sempat mendapatkan stigma dari sahabatnya sendiri. Pada saat itu, Antonio yang sedang bermalam di rumah sahabatnya, turut meminjam baju. Beberapa hari kemudian, ia mendapatkan informasi dari rekannya yang lain, bahwa baju yang ia pinjam dibakar oleh sahabatnya itu.
"Di satu sisi saya marah, tapi di sisi lain ini menjadi pelajaran bagi saya, apa sih yang salah? Sepertinya sahabat saya kurang mengerti, kurang paham mengenai cara penularan HIV," ungkap pria yang aktif sebagai pendamping ODHA di Yayasan Kasih Suwitno Jakarta tersebut. (Assyifa)
ADVERTISEMENT