Kisah Naufal, Santri yang Ditunjuk Jadi Kepala Madrasah

Konten Media Partner
13 Februari 2019 10:58 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Naufal Rifki Assausan (kanan), santri tingkat SMA yang terpilih menjadi Kepala Madrasah Manba’ul Huda, memimpin rapat. (Dok Manbaul Huda)
zoom-in-whitePerbesar
Naufal Rifki Assausan (kanan), santri tingkat SMA yang terpilih menjadi Kepala Madrasah Manba’ul Huda, memimpin rapat. (Dok Manbaul Huda)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
BANDUNG, bandungkiwari - Kegiatan Sabtu pagi di Pondok Pesantren Persis 110 Manba’ul Huda Tingkat MAS/Mu’allimin seperti hari Senin di sekolah negeri, ada upacara yang dikenal dalam istilahnya 'baiat santri'. Para santri yang setara murid SMA berbaris rapi di lapang depan madrasah untuk mendengar amanat dari pembina.
ADVERTISEMENT
Pagi itu pula menjadi momen yang mengejutkan bagi Naufal Rifki Assausan, santri kelas 11 jurusan IPS. Ia terpilih menjadi kepala madrasah yang memiliki 237 murid dan 25 guru itu. Pemilihan dilakukan di sela amanat pembina 'baiat santri' yang disampaikan Kepala Sekolah Rosihan Fahmi.
Rosihan Fahmi (kanan) dan Naufal Rifki Assausan (kiri), santri tingkat SMA yang terpilih menjadi Kepala Madrasah Manba’ul Huda, sedang rapatdengan para santri. (Dok Manbaul Huda)
Awalnya, Rosihan melempar pertanyaan tentang tugas dan tanggung jawab seorang pemimpin kepada anak-anak peserta 'baiat santri'. Tak satu santri pun mengira bahwa pertanyaan tersebut bersifat “jebakan”. Naufal dan beberapa murid mengacungkan tangan untuk siap menjawab. Mereka lalu menyampaikan argumentasi masing-masing tentang kepemimpinan.
Jawaban terbaik ditentukan secara voting. Murid yang jawabannya mendapat tepuk tangan paling banyak berhak menjadi pemenang. Naufal mendapat tepuk tangan terbanyak. Rosihan Fahmi lalu mengumumkan bahwa sejak itu Naufal resmi menjabat kepala madrasah. Rosihan Fahmi senidiri turun pangkat jadi wakil.
ADVERTISEMENT
“Saya kaget, enggak ada obrolan sebelumnya bakal jadi kepala sekolah,” tutur Naufal, saat ditemui Bandungkiwari di ruangannya pada hari ketika ia resmi bertugas sebagai Kepala Madrasah Manba’ul Huda, Sabtu (9/2).
Naufal Rifki Assausan santri tingkat SMA yang terpilih menjadi Kepala Madrasah Manba’ul Huda, di ruang kepala sekolah. (Iman Herdiana)
Naufal sadar dirinya telah menjadi santri terpilih program “Leadership Challenge: sehari menjadi kepala madrasah!”, program unik yang kali ini memasuki tahun kedua dijalankan ponpes yang beralamat di Jalan Cijawura Girang IV No. 16 Kelurahan Sekejati, Kecamatan Buahbatu, Kota Bandung itu. Tahun lalu, seorang siswa juga berkesempatan duduk di kursi “panas” di pesantren tersebut.
“Tahun lalu ada (Leadership Challenge) tapi saya sudah enggak ingat. Saya tak bisa membayangkan kerja kepala madrasah seperti apa,” ujar siswa kelahiran 18 April 2003 itu.
ADVERTISEMENT
Sejak penunjukan itu, Naufal mengerjakan tugas-tugas kepala sekolah. Pertama-tama ia pergi ke ruang kepala sekolah yang menyatu dengan ruang guru, kemudian melakukan koordinasi dengan guru, menanyakan kehadiran guru dan mengecek kelas mana saja yang mungkin tidak ada gurunya.
Naufal Rifki Assausan santri tingkat SMA yang terpilih menjadi Kepala Madrasah Manba’ul Huda, setelah keluar ruang kelas. (Iman Herdiana)
Ternyata di kelas 10 IPS ada mata pelajaran ekonomi yang gurunya sedang dalam keperluan sehingga tidak bisa ngajar. Naufal berinisiatif mengisi jam kosong tersebut selama dua jam. Ia keluarkan segala kemampuannya tentang teori dasar ekonomi. Selain itu, ia berinisiatif memutar film tentang ekonomi, The Billionaire.
Dengan mengisi pelajaran ekonomi, Naufal pun menjalankan tugas seorang guru. Respons adik-adik kelasnya selama dia mengajar cukup baik, pemaparan Naufal di depan kelas mampu menjadi pusat perhatian murid. Tak ada murid yang tertidur atau mengobrol.
ADVERTISEMENT
Selesai mengajar, Naufal kembali ke ruangannya. Tugas berikutnya sudah menanti, ia harus menerima panitia Hipa dan RGOG. Hipa merupakan acara tahunan pesantren. Sedangkan RGOG adalah organisasi sejenis Osis di sekolah negeri. Selama rapat, Naufal didampingi Rosihan Fahmi.
Tugas Naufal berikutnya cukup pelik, yakni menghadapi kunjungan orang tua murid yang bermasalah. Beberapa hari sebelumnya, ada seorang siswa yang kehilangan dompet. Siswa yang kehilangan dompet tersebut curiga kepada salah satu temannya. Sang teman tak merasa, namun tindak-tanduknya mencurigakan. Nah, orang tua teman yang dicurigai itulah yang datang ke sekolah.
Ponpes Persis 110 Manba’ul Huda Tingkat MAS/Mu’allimin Manba’ul Huda. Jalan Cijawura Girang IV No. 16 Kel. Sekejati Kec. Buahbatu Kota Bandung. (Iman Herdiana)
Naufal menghadapi orang tua siswa tersebut didampingi guru bimbingan dan konseling, Ifa Rufaidah. Namun ternyata siswa tersebut tidak mengambil dompet. Sikapnya yang mencurigakan karena bawaan dari kepribadiaannya yang tertutup dan pendiam. Masalah pun selesai, siswa yang curiga dan dicurigai berdamai.
ADVERTISEMENT
Tapi tugas Naufal masih belum selesai, menjelang pertengahan hari ia menghadapi masalah perundungan (bullying) di antara siswa-siswinya. Masalah perundungan tak kalah pelik, sebab tafsirnya luas, kadang bercanda pun bisa dianggap perundungan. Menghadapi masalah bully ini Naufal berpegangan pada tata krama atau aturan sekolah. Jika suatu candaan sudah melanggar tata krama dan aturan sekolah, maka bisa disebut bully.
Tak terasa sudah setengah hari Naufal mengemban tugasnya sebagai kepala sekolah. Setelah istirahat sejenak, Naufal sempat mengajak berkeliling pesantren 4 lantai itu. Di lantai satu, ia menunjukkan fungsi-fungsi ruang yang ada, mulai ruang kelas sampai toilet guru dan murid. Naik ke lantai dua, terdapat dua kelas, begitu juga lantai tiga. Sesekali Naufal disapa teman sejawatnya. Ada juga yang iseng memanggilnya “pak ustaz”.
ADVERTISEMENT
Rosihan Fahmi, kepala madrasah sesungguhnya sekaligus penggagas Leadership Challenge menjelaskan, program ini berawal dari suatu peristiwa spontan di mana kepala madrasah memberikan kesempatan kepada santri yang terpilih untuk menjadi kepala madrasah dalam waktu sehari.
Kegiatan ini pernah dilakukan 13 Maret 2018. Waktu itu siswa yang terpilih adalah Sultan Rasyid. Lewat program ini, madrasah memfasilitasi siswa yang mempunyai tekad dan visi misi menjadi seorang pemimpin sejati dengan menjadi kepala madrasah.
“Kenapa dinamakan challenge, karena program ini dilakukan secara mendadak, tanpa ada persiapan terlebih dahulu oleh yang bersangkutan, santri sama sekali tidak diberitahu kapan akan dilakukan,” terang Rosihan Fahmi.
Pria yang pernah mengajar filsafat di kampus Jakarta ini menambahkan, program sehari jadi kepala madrasah berupaya membuka pintu kesempatan kepada murid-muridnya untuk merasakan menjadi kepala sekolah. Dengan begitu, ada santri merasakan tantangan sekaligus uji mental, dia terlibat langsung pada setiap keputusan yang harus diambil oleh seorang kepala madrasah sebagaimana yang sudah dilakukan Naufal.
ADVERTISEMENT
Rencananya program ini akan terus dilanjutkan. Semua santriwan maupun santriwati berkesempatan ditunjuk jadi kepala madrasah. Jarang-jarang seorang siswa yang biasanya duduk di bangku kelas tiba-tiba berani tampil menggantikan kepala sekolah. Pengalaman ini diharapkan memberikan nilai yang tertanam mendalam pada diri siswa yang kemudian ditularkan kepada siswa lainnya. (Iman Herdiana)