Kisah Putri Pengayuh Becak yang Tempuh S1 dan S2 di ITB

Konten Media Partner
27 Januari 2019 22:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kisah Putri Pengayuh Becak yang Tempuh S1 dan S2 di ITB
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Haryati, sarjana ITB pemilik IPK tinggi. (itb.ac.id)
BANDUNG, bandungkiwari – Perempuan itu tersenyum simpul sambil memamerkan medali wisuda Institut Teknologi Bandung (ITB). Dia Herayati, putri seorang pengayuh becak yang lulus dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) ITB dengan nilai cemerlang.
ADVERTISEMENT
Keterbatasan ekonomi tak membuat Herayati patah arang selama menempuh pendidikan di kampus ternama di Bandung itu. Kisahnya layak menjadi panutan bagi generasi saat ini yang merindukan kuliah di kampus impian.
Dikutip dari laman resmi ITB, Herayati sudah mengidamkan kuliah di ITB sejak kelas 9 SMP.
“Saya sejak kelas 9 SMP ingin berkuliah di ITB karena terinspirasi seorang alumni dari sekolah saya yang berkuliah di ITB dan mendapatkan beasiswa. Saya juga ingin berkuliah tanpa membebankan biaya ke orang tua,” ujar Herayati.
Ia masuk ke ITB pada 2014 dan berhasil lulus dengan predikat cum laude dengan IPK 3,77. Bahkan ia sempat mendapatkan IP 4,00 pada semester 5.
Perjuangan Herayati untuk masuk ITB awalnya tak berjalan mulus. Saat pendaftaran SNMPTN ia ditolak ITB. Namun ia tak menyerah begitu saja, Herayati mencoba kembali melalui jalur SBMPTN.
ADVERTISEMENT
“Saya tetap berusaha. Alhamdulillah rezeki datang dari SBMPTN dan akhirnya saya diterima di ITB,” jelasnya.
Ia mantap memilih FMIPA ITB karena sejak SMA telah menggemari ilmu kimia. Menurutnya, mempelajari ilmu kimia seru dan menarik.
Meski punya kendala ekonomi, tapi ia tetap bisa berkuliah melalui beasiswa Bidik Misi. Selain itu, anak bungsu dari empat bersaudara ini pernah mendapat bantuan dari Pemerintah Kota Cilegon, Kepala Staf Kepresidenan Indonesia Jend. Moeldoko, dan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan.
Tak selalu bergantung pada beasiswa, untuk mendapatkan uang tambahan, Herayati juga bekerja sambilan sebagai guru privat bagi mahasiswa tingkat pertama ITB.
Saat ini Herayati terdaftar sebagai mahasiswa Program Fast Track yang diadakan oleh Kimia ITB sehingga kuliah S1 dan S2 dapat ditempuh dalam waktu 5 tahun.
ADVERTISEMENT
Di bawah bimbingan Dr. Deana Wahyuningrum dalam menyelesaikan tugas akhir S1, Herayati mengembangkan suatu sintesis yang berasal dari kulit udang yang dapat digunakan untuk menyerap limbah timbal pada air Sungai Cikapundung.
“Penelitian saya yang dibimbing Ibu Deana dapat membantu untuk mengurangi polusi air. Terlebih timbal merupakan logam berat yang berbahaya bagi kesehatan,” jelasnya.
Tak hanya menonjol dalam bidang akademik, Herayati juga pernah menjadi delegasi Indonesia dalam acara Asia Pasific Future Leader Conference 2017 di Kuala Lumpur, Malaysia.
“Rasanya senang menjadi perwakilan dari Indonesia. Ini salah satu momen tak terlupakan selama menjadi mahasiswa karena bertemu orang-orang dari negara lain,” ungkapnya.
Jika ditanya tentang sosok yang memotivasi dirinya untuk terus berprestasi, Herayati dengan mantap menjawab bahwa sosok yang menjadi pemantik semangat di saat lelah berkuliah adalah orang tuanya.
ADVERTISEMENT
“Kedua orang tua selalu mendukung saya. Beliau tak pernah mengeluh walau kondisi ekonomi dalam keadaan yang terbatas. Maka dari itu saya berusaha untuk terus berprestasi di ITB,” jelas putri dari bapak Sawiri itu.
Setelah lulus kuliah ia berkeinginan untuk menjadi dosen dan mengabdikan diri daerah asalnya. Kisah Herayati memang menginspirasi. Ia pun berpesan, bagi mahasiswa yang sedang berjuang mencari ilmu di ITB, untuk tetap sabar dan semangat menjalaninya.
“Semoga selalu sabar, tidak hilang arah dan kembali fokus ke tujuan. Selain itu harus percaya bahwa sesuatu akan indah pada waktu yang tepat,” pungkasnya. (Iman Herdiana)