Mahasiswa Disabilitas Netra Wyata Guna Dijanjikan Akan Bertemu Mensos

Konten Media Partner
19 Januari 2020 11:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang mahasiswa menduduki ranjang di asrama BRSPDSN Wyata Guna setelah mereka diijinkan kembali menetap di tempat itu, Sabtu (18/1). (Foto: Assyifa/bandungkiwari.com)
zoom-in-whitePerbesar
Seorang mahasiswa menduduki ranjang di asrama BRSPDSN Wyata Guna setelah mereka diijinkan kembali menetap di tempat itu, Sabtu (18/1). (Foto: Assyifa/bandungkiwari.com)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Sebanyak 32 mahasiswa disabilitas netra yang tergabung dalam Forum Akademisi Luar Biasa dijanjikan untuk melakukan audiensi dengan Menteri Sosial (Mensos) Republik Indonesia (RI), Juliari Batubara.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, para mahasiswa tersebut telah melakukan perundingan dengan perwakilan Kementerian Sosial (Kemensos) RI pada Jumat (17/1) malam di Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) Wyata Guna.
"Jadi, kemarin kami telah melakukan rundingan dengan pihak Kemensos RI, yang diwakili Sekretaris Dirjen Rehabilitasi Sosial, Direktur Rehabilitasi Sosial, dan Kepala Biro Humas Kemensos," ujar Juru Bicara Forum Akademisi Luar Biasa, Elda Fahmi, di depan kawasan Wyata Guna, Sabtu (18/1) sore.
Melalui perundingan tersebut, para mahasiswa dijanjikan akan difasilitasi untuk bertemu dan melakukan audiensi dengan Juliari Batubara. Selain itu, para mahasiswa juga akan difasilitasi untuk melakukan audiensi dengan Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat. 
"Dengan tujuan menyampaikan aspirasi yang telah dicantumkan dalam Memorandum of Understanding (MoU) yang telah kami sepakati," tutur Elda.
ADVERTISEMENT
Aspirasi yang pertama adalah pencabutan Peraturan Mensos (Permensos) Nomor 18 Tahun 2018. "Untuk mengembalikan hak-hak dan memulihkan sistem panti dan memuncul wadah yang bisa membina, membimbing, dan mendidik kami," imbuhnya.
Selain itu, para mahasiswa juga menginginkan seluruh panti di Indonesia dapat memberikan bimbingan atau pembinaan terhadap tunanetra yang mengambil pendidikan formal sesuai dengan standar Kementerian Pendidikan RI, yaitu 12 tahun wajib belajar dan 5 tahun maksimal perguruan tinggi.
"Dan akan mengembalikan hak-hak dan pelayanan yang mestinya diterima oleh klien vokasional, yakni diberikan pendidikan dan pelatihan keterampilan maksimal 4 tahun. Lalu memberikan jurusan yang akan membentuk klien memiliki sifat profesionalitas, berkualitas, dan berintegerasi tinggi," ujar Elda.
Adapun 4 poin kesepakatan dalam nota kesepahaman yang muncul sebagai hasil perundingan, yaitu:
ADVERTISEMENT
1. Para mahasiswa mendapatkan Layanan Rehabilitasi Sosial Lanjut di BRSPDSN Wyata Guna Bandung sesuai jenis dan standar pelayanan yang berlaku sampai selesai pendidikan tinggi;
2. Rencana pertemuan dengan Menteri Sosial;
3. Mendiskusikan lebih lanjut mengenai pencabutan Permensos Nomor 18 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas di Lingkungan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial;
4. Kemensos terus bersinergi dan mendorong Pemerintah Daerah Provinsi untuk hadirnya layanan Rehabilitasi Sosial Dasar (Panti) bagi Penyandang Disabilitas Sensorik Netra. (Assyifa)