Majelis Sastra Bandung Bakal Datangkan Sastrawan Tiongkok

Konten Media Partner
14 Agustus 2018 13:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Majelis Sastra Bandung Bakal Datangkan Sastrawan Tiongkok
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Salah satu toko buku yang menyediakan buku sastra di Bandung. (Foto: Iman Herdiana/Bandungkiwari)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Majelis Sastra Bandung (MSB) akan menggelar pengajian sastra di Gedung Indonesia Menggugat (GIM), Jalan Perintiskemerdekaan, Bandung, Jumat (31/8/2018) pukul dua siang.
Dalam pengajian yang ke-90 itu, MSB akan mengenalkan karya sastra China atawa Tiongkok. Narasumber yang dihadirkan langsung didatangkan dari negeri tirai bambu, Yan Haroan. Acara diskusi ini dipandu Ahda Imran.
Pimpinan atau Rois ‘Am Majelis sastra Bandung, Matdon, mengatakan sastra Tionghoa atau sastra China telah berumur lebih dari 3.400 tahun yang dimulai sejak peninggalan tertulis di Tiongkok ditemukan pada zaman Dinasti Shang.
Namun sastra Tiongkok mengalami peningkatan pesat mulai pada zaman Dinasti Zhou tepatnya di Zaman Musim Semi dan Gugur. Di zaman ini, mulai banyak ditulis karya-karya sastra baik bertema filsafat maupun tema-tema lain berbentuk puisi atau esai.
ADVERTISEMENT
“Sejarah Sastra Tiongkok telah dimulai sejak zaman purba,” kata Matdon, melalui siaran pers yang diterima Bandungkiwari, Selasa (14/8/2018).
Menurut sastrawan Lu Hsun, sambung Matdon, sastra Tionghoa dalam bentuk paling sederhana dimulai ketika kata-kata digunakan untuk menyuarakan perasaan atau menyampaikan kejadian atau peristiwa. Kata-kata itu beredar dari mulut ke mulut sepanjang masa.
Menurut Hu Huai Chen, lanjut Matdon, bentuk-bentuk sastra Tionghoa versi sederhana yang tidak tercatat telah ada ketika manusia belum mengenal tulisan.
Ada dua jenis sastra Cina, yakni sastra berisi pengajaran dan sastra yang berisi hiburan. Sastra yang berisi ajaran-ajaran lebih dihargai oleh bangsa Tionghoa karena ada unsur-unsur yang dapat memajukan pikiran dan akhlak rakyat. Sastra jenis ini antara lain filsafat sejarah dan sajak. Sastra golongan hiburan adalah karangan berupa novel dan cerita fiksi.
ADVERTISEMENT
“Di dalam Wikipedia disebutkan, walaupun novel dan fiksi adalah sumber-sumber sastra yang terutama bagi banyak bangsa di dunia, namun sebaliknya sebelum abad ke-20, bagi bangsa Tionghoa karya-karya seperti ini bernilai rendah dan dianggap tidak bermutu,” katanya.
Walau demikian, jumlah novel dan fiksi Tiongkok terhitung sangat banyak, dan semenjak abad ke-20 telah banyak perhatian terhadap bentuk karya sastra ini terutama dari orang-orang asing.
Karya novel dan fiksi dahulu tidak dibaca secara terbuka, melainkan dengan sembunyi-sembunyi. Karena masyarakat umum memandang rendah novel dan cerita fiksi menyebabkan seringkali di dalam karya-karya semacam itu tidak tertulis siapa pengarangnya. (Iman Herdiana)