Mekanisme Retribusi Sampah Perlu Direformasi

Konten Media Partner
20 September 2019 15:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi Terbuka Kualitas Hidup dan Keselamatan Kerja Petugas Pengelolaan Sampah, di Taman Lansia Jalaprang. (Assyifa)
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi Terbuka Kualitas Hidup dan Keselamatan Kerja Petugas Pengelolaan Sampah, di Taman Lansia Jalaprang. (Assyifa)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Persampahan merupakan salah satu sektor yang kurang mendapatkan perhatian dari segi penganggaran. Hal ini disebutkan oleh Founder Greenation Indonesia, M. Bijaksana Junerosano dalam Diskusi Terbuka Kualitas Hidup dan Keselamatan Kerja Petugas Pengelolaan Sampah, di Taman Lansia Jalaprang, akhir pekan lalu.
ADVERTISEMENT
Menurut Sano, sektor persampahan tidak memungkinkan untuk mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ataupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Ia menambahkan, dalam kajian APBN disebutkan, bahwa APBN hanya dapat membantu 30% upaya pengolahan sampah di seluruh Indonesia. "Itu pun mereka enggak bisa membantu semua kota/kabupaten di seluruh Indonesia," tandasnya.
Begitupula dengan ABPD. Hal ini disebabkan oleh banyaknya prioritas yang dimiliki oleh pemerintah kota, seperti kesehatan, pendidikan, pembangunan infrastruktur, dan lain sebagainya.
Keadaan yang diobservasi oleh Greenation ini relevan dengan kajian United Nation. Kajian tersebut menyebutkan, bahwa dalam mengatasi permasalahan sampah bukan hanya masalah teknologi, tetapi hal yang perlu disoroti adalah tata kelola. Beberapa aspek tata kelola yang perlu dibenahi ini berkaitan dengan aturan dan regulasi yang harus ditegakkan, kemitraan dan kelembagaan, serta pembiayaan.
ADVERTISEMENT
Sano menekankan, bahwa pembiayaan merupakan aspek yang paling kritis. Pasalnya, saat ini pemungutan retribusi sampah di Indonesia belum baik dan belum adil. Ia mencontohkan, ketika terdapat dua orang yang memiliki luas rumah yang sama, tetapi dengan jumlah penghuni rumah, serta sikap dalam pengolahan sampah yang jauh berbeda, kedua orang tersebut tetap membayar retribusi sampah dengan nominal yang sama.
Menurutnya, orang dengan jumlah penghuni rumah yang lebih banyak, terlebih tidak melakukan pengelolaan sampah sendiri, seharusnya membayar retribusi sampah dengan nominal yang lebih besar. "Sama persis kayak orang bayar listrik. Kalau saya pakai lampu nyala terus, bayar listrik saya mahal," ujarnya. Ia menegaskan, bahwa pembayaran retribusi harusnya berbasis seberapa banyak sampah yang diletakkan di depan rumah.
ADVERTISEMENT
Sano juga menyebutkan, bahwa pembayaran retribusi secara konvensional pun menyebabkan sulitnya pelacakan muara dari uang retribusi tersebut. Berdasarkan riset Greenation, secara nasional, uang retribusi yang sampai di pemerintah tidak mencapai 30%. "Akibatnya pemerintah kota seluruh Indonesia enggak punya kekuatan untuk mengurus sampah dengan baik dan benar," tandas Sano.
Menurut Sano, ketika mekanisme pembiayaan ini direformasi, maka pemerintah kota akan memiliki dana. Hal ini menjadi memungkinkan pewujudan harapan dan aspirasi dari para petugas kebersihan. "Bukan menaikkan tanpa dasar, tetapi membenahi reformasi pembiayaan yang berkeadilan," pungkas Sano.
Hal ini diaminkan oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung, Kamalia Purbani. Menurutnya, hanya perlu dicari mekanisme penerapan yang tepat untuk gagasan tersebut. "Memang agak ribet pasti di awalnya," ujar Kamalia.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, retribusi yang diterapkan saat ini masih jauh dari pelayanan yang diberikan. Pemerintah Kota Bandung mensubsidi pelayanan sampah mulai dari rumah sampai ke tempat pembuangan akhir (TPA). Sementara, retribusi yang diberlakukan masih berkisar Rp3.000-Rp20.000,00.
Bahkan, ia menambahkan banyak masyarakat yang masih enggan untuk membayar retribusi sampah. "30% dari masyarakat Kota Bandung willingness to pay-nya," ungkap Kamalia. Menurutnya, hal ini menjadi tantangan tersendiri, yaitu melakukan komunikasi kepada masyakat mengenai perlu adanya pembiayaan dalam pengelolaan sampah.
Sementara, Direktur Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung, Gun Gun Saptari, menekankan mengenai pentingnya pendataan. "Karena data ini akan bisa bunyi dan dikolaborasikan dengan hal lain," ujarnya. Gun Gun memberikan contoh pentingnya pendataan sebagai bahan pemberian alat pelindung diri bagi para petugas.
ADVERTISEMENT
Kedua, Gun Gun menyebutkan mengenai pentingkan komunikasi intensif antar berbagai pihak. Selain itu, ia juga menyebutkan mengenai kurang seimbangnya idealisme dan realita perihal pengolahan sampah.
"Poinnya kita terus bergerak bersama-sama, kita fokus ke solusi saja, yang bisa kita jalankan dulu, yang belum kita masukkan dalam rencana-rencana kita masih berjuang nanti," tutur Gun Gun. (Assyifa)