“Melihat Lebih Dekat” Karya Autis

Konten Media Partner
14 Maret 2018 21:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
“Melihat Lebih Dekat” Karya Autis
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Pengunjung melihat deretan karya kriya penyandang autis pada pameran bertajuk "Melihat Lebih Dekat". (Foto: Agus Bebeng/bandungkiwari.com)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Sebuah pameran kriya bisa jadi hal yang biasa. Tapi kali ini, bisa disebut istimewa. Pasalnya, pameran yang diselenggarakan oleh Keluarga Kriya Mata Kucing (KMK) Bandung di Galeri Silverroad ini menampilkan 70 karya kriya dari 12 pekarya yang notabene penyandang gangguan sindrom Autis.
Seperti diketahui, gangguan spektrum autis sering dikaitkan mengalami keterbatasan intelektual dan kesulitan dalam kordinasi. Namun dalam pameran bertajuk “Melihat Lebih Dekat”, 12 anak yang bekerjasama bersama ibu mereka ini mampu memerlihatkan keunggulan dalam minat seni.
Karya kriya yang dipamerkan pada pameran ini cukup beragam, mulai batik ikat celup, lukis, gambar, sarung bantal dan lainnya. Namun dibalik karya yang dipamerkan ini memerlukan proses yang cukup panjang.
ADVERTISEMENT
“Karya yang dipamerkan ini prosesnya dilakukan kurang lebih 1 tahun” ujar Ketua KMK, Diana Sofian .
Lamanya proses dalam berkarya ini tiada lain karena diselaraskan dengan banyak persoalan seperti yang dialami secara mendasar oleh anak-anak penyandang autis. Selain faktor emosi, hal yang terpenting dalam berkaryanya adalah melatih motorik halus, kelenturan tangan, fokus pada yang dilihat dan dikerjakan. Tak ketinggalan pula aspek kerjasama bersama kawan, karena ada beberapa karya yang dikerjakan secara bersama.
Pameran ini menurut Diana berawal dari kebingungan orangtua. Mereka memikirkan apa yang bisa dikerjakan untuk anak-anak mereka sejak 2007 lalu. Umumnya anak-anak yang berpameran telah berhenti sekolah, yang dilanjutkan dengan terapi yang berlangsung 2 hingga 3 tahun, kemudian kembali dirumahkan.
ADVERTISEMENT
“Setelah mereka dirumahkan, kami berpikir apa yang bisa membuat mereka produktif. Akhirnya kami berusaha membuat skill center untuk kelemahan di bidang motorik,” lanjut Diana.
Namun pameran bukan menjadi keinginan terakhir Diana. Mereka berharap kegiatan ini mampu memberdayakan anak-anak autis agar kelak bisa mandiri, dan pameran ini merupakan langkah awal menuju ranah industri.
Sementara itu, kurator pameran tema “Melihat Lebih Dekat”, Kenatik, menyebutkan acara ini dimaksudkan agar masyarakat bisa melihat lebih dekat kondisi anak-anak berkebutuhan khusus yang tidak sepenuhnya dilihat oleh pemerintah. Ken berharap adanya sekolah-sekolah khusus yang memiliki tenaga ahli untuk menangani mereka.
Pada awalnya Ken meragukan kemampuannya sendiri untuk berkarya dengan anak-anak autis ini, tetapi sejak bersama dari 2007 akhirnya mereka mampu beradaptasi. Meski secara pandangan umum karya kriya ini dianggap biasa, tetapi dalam prosesnya membutuhkan upaya luarbiasa.
ADVERTISEMENT
“Seperti mengikat (tali) bagi kita mungkin dianggap gampang, tetapi untuk mereka persoalan tersendiri,” tegas Ken.
Karya kriya yang disampaikan pada pameran ini menurut Ken merupakan pesan secara visual anak-anak yang mengalami keterbatasan dalam komunikasi verbal. Namun secara kekaryaan, kriya yang dibuat 12 anak autis ini merupakan hal luarbiasa. Seiring proses yang demikian panjang dan memerlukan kesabaran hingga jadi pameran yang diselenggarakan dari 15-24 Maret mendatang.
“Jika ada yang mendanai, saya berani untuk membawa mereka berpameran di tempat lain,” tegas Ken ketika ditanya kemungkinan berpameran di tempat lain.
Sementara itu beberapa pelaku pameran seperti Raka, Dendy, Leony dan Andre menyatakan kebahagiaan mereka berpameran. Mereka berharap ke depan akan ada program lanjutan yang bisa memerlihatkan karya mereka agar mampu diapresiasi banyak orang. Bahkan Andre berharap mampu membuka toko yang dapat menjual karya mereka.
ADVERTISEMENT
Sementara Tety, ibu dari Paul, yang memiliki kegemaran bermusik merasakan kebahagiaanya dengan kehadiran komunitas seperti ini. Dirinya berharap ke depan semakin banyak komunitas peduli terhadap anak-anak penyandang autis.
“Saya ingin pemerintah melek dan bisa memberikan kesempatan kerja untuk mereka,” katanya. (Agus Bebeng)