Menanti Semerbak Harum Citarum

Konten Media Partner
17 Juli 2018 19:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menanti Semerbak Harum Citarum
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Sungai Citarum (Foto: rana akbari f/bandungkiwari.com)
BANDUNG, bandungkiwari - Suasana musim panen mulai terasa di Desa Sukamulya, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung. Padi menguning terlihat di dua petak sawah terdekat dengan jalan utama desa. Aman Culik (44), Ketua Perlindungan Masyarakat (Linmas) Desa Sukamulya mengenakan pakaian dinas lengkap dengan topi turun ke sawah bertelanjang kaki. Ia bergabung bersama dua petani lain selesai menggiling padi yang panen. Jerami padi yang tersisa dibakar untuk dijadikan sekam.
ADVERTISEMENT
Aman menuturkan, lahan sawahnya selalu menghasilkan padi yang baik. Perkebunan tomat dan jagung di halaman warga pun berbuah bagus. Berbeda dengan desa di sekitarnya, sawah mereka aman, tidak ada ancaman gagal panen dari limbah pabrik yang mencemari air tanah Sungai Citarik, anak Sungai Citarum yang mengaliri desanya jernih. Inilah kunci keberhasilan panen di Desa Sukamulya.
“Kalau di Desa Linggar itu (tetangga Desa Sukamulya), setiap mau panen, (padi) selalu mati. Setelah sebulan digarap, hasil padinya hitam,” ungkap Aman beberapa waktu lalu.
Ia menambahkan, setiap Rabu, Kamis dan Sabtu, tercium bau menyengat akibat pembuangan limbah pabrik besar di sekitar desa. Limbah cair yang dibuang kerap berwarna-warni dan bersuhu tinggi. “Warnanya merah, hitam pekat, kadang hijau. Yang kena limbah itu Desa Linggar dan Jelegong,” ujar Aman.
ADVERTISEMENT
Aman menjelaskan, paling tidak ada dua pabrik besar yang menjadi dalang utama pembuangan limbah ke sungai, PT. Kahatex dan PT. SKR. Dua pabrik tersebut menjadi raksasa industri tekstil di 2.500 produsen rumahan dan pabrikan di kawasan Majalaya, kecamatan yang berseberangan dengan Rancaekek. Aman melihatnya sendiri, gorong-gorong yang langsung menuju sungai berasal dari dua produsen tekstil itu.
Menanti Semerbak Harum Citarum (1)
zoom-in-whitePerbesar
Aman Culik, Linmas Desa Sukamulya, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung.(Foto: Melisa Qonita Ramadhiani)
Sulaiman (60), mantan ketua RW 01 Desa Linggar, mengaku menyampaikan keluhan pada pihak kecamatan, provinsi, bahkan nasional. Sulaiman, mantan anggota TNI, beberapa kali menggunakan posisinya ketika masih menjabat untuk memberikan aspirasi warga pada pemerintah setempat. “Tapi mau bagaimana lagi, tidak pernah ada tindak lanjut dari kecamatan,” ujar Sulaiman ketika ditemui di rumahnya di RW 01 di Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek.
ADVERTISEMENT
Banyaknya warga Kecamatan Rancaekek dan Majalaya yang bekerja di tiga raksasa industri tersebut menjadi alasan bagi pemerintah untuk tidak menutup mereka. Hal ini dilematis, jika pabrik itu ditutup maka akan ada PHK massal. Bumerang bagi warga yang menjadi buruh di industri tersebut.
Dilansir dari tulisan Donny Iqbal pada situs berita lingkungan Mongabay.com, LSM Greenpeace pernah melakukan investigasi di Kecamatan Rancaekek pada 2012. Hasilnya, lahan pertanian di Desa Linggar, Jelegong, Sukamulya dan Bojong Loa rusak parah akibat air dari Sungai Cikijing tercemar berat. Luas sebaran pencemaran lebih dari 1.000 ha.
Sebuah artikel yang dimuat di jurnal terbitan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Puspiptek Serpong mengindikasi bahan kimia berbahaya seperti kromium (Cr)  dan raksa (Hg) ditemukan dalam air tanah di Desa Linggar. Ada dua logam berat yang terdeteksi dalam konsentrasi tinggi di tanah sawah Rancaekek. Dua zat kimia itu ialah Cr (174,7 mg/L) dan Hg (92,2 mg/L). Padahal, mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, kadar maksimum kromium dalam air sebesar 0,05mg/L.
ADVERTISEMENT
Kromium ialah salah satu bahan tambahan untuk pembuatan baja tanpa karat. Logam kromium bersifat toksik, akumulasi dalam tubuh dapat menyebabkan kanker paru-paru, kerusakan liver dan ginjal. Sementara air raksa atau merkuri dapat menghambat pembentukan melanin atau pigmen kulit.
Deputi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jabar, Dwi Rena, mengungkapkan kebanyakan pabrik yang beroperasi di wilayah Majalaya dan Rancaekek sudah memiliki instalasi pengolahan air limbah pabrik (IPAL) yang memadai. Namun kenyataannya, limbah yang dibuang masih terindikasi berbahaya dan mencemari air sungai,“ katanya.
Ihwal pencemaran ini, juru bicara PT. Kahatex Majalaya Denny Cahyadi, mengaku sudah mengikuti instruksi dari Surat Keputusan Gubernur Nomor 6 tahun 1999 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri Jawa Barat. “IPAL kami pun sudah sesuai baku mutu,” ujar Denny.
ADVERTISEMENT
Namun kata Denny, meski sudah melewati berbagai tahapan pengolahan, yang namanya limbah tidak akan sesuai dengan lingkungan. "Pasti memang akan berdampak buruk untuk pertanian,” katanya. ( Melisa Qonita Ramadhiani)