Mengungkap Tabu Keluarga Lewat Teater Boneka Puno dan Tala

Konten Media Partner
6 September 2018 14:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mengungkap Tabu Keluarga Lewat Teater Boneka Puno dan Tala
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Maria Tri Sulistyani atau Ria Papermoon. (Twitter)
BANDUNG, bandungkiwari – Kematian menjadi tema sentral dalam lakon “PUNO (Letters To The Sky)” garapan kelompok teater boneka Papermoon Puppet Theatre. Pendiri yang juga sutradara Papermoon Puppet Theatre, Maria Tri Sulistyani, mengungkap alasan mengapa lakon tersebut mengulas tema tentang kematian.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, lakon “PUNO (Letters To The Sky)” sebenarnya menekankan persahabatan di dalam keluarga antara ayah dan anak, yakni Puno dan putri perempuannya, Tala. Tema ini bersifat umum atau global. Sebelumnya, di awal-awal berdirinya Papermoon Puppet Theatre punya lakon serupa, namun kemudian dalam penggarapan melahirkan lakon baru “PUNO (Letters To The Sky)” yang mengulas tabu di keluarga, yaitu kematian.
“Kita merasa tema ini penting dipentasin lagi, buat kita kematian itu kayak jadi hal tabu dibicarakan di keluarga, sesakit apa pun kayaknya kita gak mau hadapi kenyataan bahwa suatu hari anggota keluarga kita akan pergi, apalagi untuk orang tua dan anak itu kayak tabu banget untuk diomongin,” terang perempuan yang akrab disapa Ria, di sela pertunjukan Puno di pusat kebudayaan Prancis IFI Bandung, Jalan Purnawarman, baru-baru ini.
ADVERTISEMENT
Maka lewat seni pertunjukan, khususnya teater boneka, hal tabu tersebut dibahas dalam perspektif berbeda tanpa terasa menggurui atau memvonis.
“Buat kami pertunjukan atau seni itu adalah ruang di mana kita bisa bicarakan ruang atau hal-hal yang sulit sebenarnya. Ketika seni medium di mana kita bisa bicarakan hal-hal yang sulit untuk dibicarakan, kemudian kenapa karya ini kami pikir perlu dipentasin lagi salah satunya itu,” terang perempuan peraih Anugerah Perempuan Hebat 2017.
Lulusan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini menjelaskan, lakon “PUNO (Letters To The Sky)” fokus pada karakter orang tua dan anak, yakni Puno dan Tala. Sebab masalah yang dihadapi Puno dan Tala sebenarnya dihadapi semua orang tua dan anak dalam kehidupan nyata.
ADVERTISEMENT
Namun dalam pementasannya, lakon tersebut disisipkan komedi-komedi segar dan kolaborasi dengan aktor manusia, bahkan dengan penonton. Pelibatan pemain teater dan penonton dalam pertunjukan Papermoon sudah dilakukan sejak 2011 dengan cara yang berbeda-beda.
Dalam lakon Puno di IFI Bandung, boneka Puno sengaja menginjak kepala beberapa pengunjung. Tapi dalam kesempatan lain, misalnya dalam kisah Secangkir Kopi dari Playa, penonton diajak tur menuju lokasi pertunjukan. Namun interaksi paling usil memang baru terjadi dalam lakon Puno. Bagi Papermoon, interaksi antara boneka, aktor, dan penonton merupakan elemen penting.
“Karena kami teater kami punya penonton, apa yang bisa kita libatkan dari penonton. Karena bagi kami selalu ada tiga elemen itu, penonton, boneka, dan pemain. Tiga elemen ini yang pengin kami punya relasi terus,” terang perempuan kelahiran 4 November 1981 yang sudah melanglang buana ke berbagai negara untuk mementaskan teater bobekanya. (Iman Herdiana)
ADVERTISEMENT