Pemkab Bandung Dinilai Lalai soal Pabrik yang Cemari Sungai Citarum

Konten Media Partner
11 Juni 2018 7:42 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemkab Bandung Dinilai Lalai soal Pabrik yang Cemari Sungai Citarum
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Satgas Citarum menyegel pabrik PT MTG di Jalan Raya Dayeuhkolot No 341 D Desa Citereup Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. (Istimewa)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari – Satgas Citarum melakukan inspeksi mendadak (sidak) terhadap pabrik PT MTG di Jalan Raya Dayeuhkolot No 341 D Desa Citereup Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Koalisi Melawan Limbah (KML), pabrik tersebut berkegiatan mengolahan emas. KML merupakan koalisi terdiri dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Paguyuban Warga Peduli Lingkungan (Pawapeling), Greenpeace Indonesia, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Indonesian Water Protection (IWP) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung.
Disebutkan, di pabrik tersebut terdapat sebuah gudang yang menyimpan tumpukan dan ceceran bahan berupa serbuk berwarna putih serta berjejeran tong plastik berwarna biru.
Di dalam area lain terlihat sebuah kolam berukurang sekitar 2 x 4 meter yang di dalamnya terdapat genangan air berwarna putih keruh. Bahan itu diduga adalah material air raksa ‘merkuri’ (Hg), sejinis bahan kimia beracun yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan hidup.
ADVERTISEMENT
“Pabrik tersebut tidak memiliki IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah). Padahal, praktik kegiatannya meninggalkan jejak limbah cair yang seharusnya dilakukan pengolahan dengan semestinya. Limbah cair tersebut dibuang lepas ke aliran sungai Citarum,” kata Juru bicara KML, Adi Mulyadi, Senin (11/6).
Menyikapi temuan tersebut, kata Adi, Pemerintah Kabupaten Bandung dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup telah lalai dalam melakukan pengawasan terhadap pabrik.
Hasil investigasi KML diketahui perusahaan tersebut hanya memiliki dokumen UKL/UPL bidang usaha‘proses pembuatan perhiasan’. Namun, tidak memiliki Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC) dan Izin Penyimpanan Sementara Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (IPS B3).
Hal tersebut tentu melanggar UU 32/2009 Tentang PPLH. Atas kejadian tersebut KML mendesak Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung, sesuai dengan kewenangannya untuk segera menindak tegas perusahaan tersebut.
ADVERTISEMENT
KML menuntut Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung memberikan sanski paksaan pemerintah dan menindaklanjuti dengan tindakan hukum, baik secara perdata maupun pidana sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta mengevaluasi semua perizinannya dibuka ke publik secara transparan.
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung selaku pemberi rekomendasi dokumen lingkungan hidup atas kegiatan/usaha perusahaan tersebut seharusnya melakukan pengawasan secara ketat dan berkala sesuai yang dimandatkan dalam UU 32/2009 Tentang PPLH.
“Jika hal tersebut tidak dilakukan dan terjadi kelalaian atau bahkan pembiaran maka DLH Kabupaten Bandung harus bertanggung jawab dan menerima konsekuensi hukum,” tandas Adi.
Adi lalu mengungkap bahaya dari zat merkuri dan senyawanya yang merupakan salah satu logam berat yang bersifat toksik, persisten, bioakumulasi. Menurutnya, orang yang terpapar merkuri melalui rantai makanan dan minuman akan cacat permanen dan berujung pada kematian.
ADVERTISEMENT
Ia menuturkan, penyakit Minamata (Minamata Disease) menjadi sejarah kelam paparan merkuri. Minamata merupakan sebuah teluk di Jepang yang pernah tercemar merkuri. Akibatnya, sebanyak 2.265 individu terserang dan dilaporkan 1.784 korban meninggal dunia karena keracunan setelah memakan ikan dan kerang dari teluk yang tercemar tersebut. (Iman Herdiana)