Pembongkaran Rumah Warga Tamansari Dinilai Melanggar Aturan

Konten Media Partner
12 Desember 2019 19:49 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Satpol PP membongkar rumah warga Tamansari Kota Bandung dengan menggunakan kendaraan berat, Kamis (12/12). (Foto: Ananda Gabriel)
zoom-in-whitePerbesar
Satpol PP membongkar rumah warga Tamansari Kota Bandung dengan menggunakan kendaraan berat, Kamis (12/12). (Foto: Ananda Gabriel)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Tindakan pembongkaran rumah warga di RW 11 Tamansari, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, Kamis (12/12) diklaim oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandung sudah sesuai dengan prosedur hukum.
ADVERTISEMENT
"Kami sudah memberikan surat peringatan 1, 2 dan 3. Memang waktunya agak lama (SP2 ke SP3), tapi itu tidak berpengaruh manakala pemerintah akan melaksanakan pembangunan rumah deret maka akan segera diamankan dan ditertibkan," kata Kepala Satpol PP Kota Bandung, Rasdian Setiadi.
Namun pernyataan Rasdian ini dibantah oleh pendamping hukum warga RW 11, Rifki Zulgikar. Menurut Rifki, pembongkaran tersebut menyalahi prosedur hukum karena saat ini proses hukum masih berlangsung di Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Bandung.
Rifki mengatakan, warga yang masih bertahan menggugat tentang izin lingkungan proyek rumah deret tersebut.
"Izin lingkungannya masih diuji tapi ternyata tindakan-tindakan pengosongan ini sudah dilakukan tanpa ada pemberitahuan yang lebih layak," kata Rifki.
Pembongkaran yang dilakukan Satpol ini memaksa warga mengosongkan rumah mereka.
ADVERTISEMENT
"Terus soal prosedur penghancuran bangunan ini akan sejauh mana kita juga tidak tahu. Proses pembongkaran ini jelas merugikan warga," katanya.
Pemerintah Kota Bandung membongkar rumah warga Tamansari dengan alasan akan meneruskan proyek pembangunan rumah deret (rudet) di kawasan pemukiman padat penduduk tersebut. Proyek ini dimulai saat Walikota Bandung dijabat oleh Ridwan Kamil pada 2017.
Ketika pembangunan ini berjalan, sebagian besar warga ada yang bersedia direlokasi ke Rusunawa Rancacili. Namun sebagian lain memilih untuk bertahan sambil melayangkan gugatan ke pengadilan.
Warga yang bertahan ini, menurut Rifki ada 33 kepala keluarga (KK) dan tinggal di 16 bangunan di kawasan tersebut. Mereka tersisa dari hampir 200 Kepala Keluarga.
Rifki menambahkan, dari segi hukum, klaim dari Satpol PP menyebutkan ini tanah milik pemerintah. Namun warga berpendapat di sini statusnya tanah negara bebas, artinya belum ada yang memiliki alasan yang kuat baik dari Pemkot ataupun dari warga.
ADVERTISEMENT
“Kalau kita lihat dari ketentuan hukum agraria, warga di sini sudah menempati lebih dari 30 tahun, memiliki persil terus mengurus lahan ini membayar pajak tanpa ada keberatan dari pihak manapun selama puluhan tahun. Seharusnya warga diberikan prioritas," ujarnya.
Adapun terkait surat pemberitahuan kepada warga, Rifki menilai terlalu mepet karena surat peringatan ketiga yang disampaikan Satpol PP baru diterima warga pada Rabu (11/12) atau sehari sebelum pembongkaran.
"Menurut keterangan warga, mereka baru mendapatkan surat kemarin sore, jam setengah 5 sore. Pemberitahuannya tidak berjarak. Satpol PP ini menganggap surat peringatan ketiga ini lanjutan dari SP2 yang dikirimkan tahun 2018," katanya. (Ananda Gabriel)