Penanggulangan ODGJ di Bandung Masih Banyak Kendala

Konten Media Partner
11 Oktober 2018 13:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penanggulangan ODGJ di Bandung Masih Banyak Kendala
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Ilustrasi. (Pixabay)
BANDUNG, bandungkiwari - Penanggulangan gelandangan dengan gangguan kejiwaan (psikotik) di Kota Bandung masih terkendala. Kendala antara lain disebabkan masih terbatasnya pemahaman aparatur pemerintah dan masyarakat, belum adanya koordinasi dan pedoman tata laksana yang disepakati, serta tidak adanya data pasti jumlah gelandangan psikotik.
ADVERTISEMENT
Menurut anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) dr Teddy Hidayat, hal itu menyebabkan banyaknya gelandangan psikotik yang terlantar dan berkeliaran.
Teddy menyebutkan kondisi tersebut mencerminkan adanya masalah sosial dan pelanggaran hak asasi manusia.
"Pemerintah pusat dan daerah dituntut keseriusannya merespon hal ini dengan cara menyediakan layanan kesehatan dan jaminan sosial termasuk tempat untuk tinggal," kata Teddy di Bandung, Kamis (11/10/2018).
Berdasarkan pasal 80 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2014 soal kesehatan jiwa, pemerintah pusat dan daerah bertanggungjawab melakukan tata laksana terhadap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang terlantar, menggelandang, mengancam keselamatan dirinya atau orang lain serta mengganggu ketertiban atau keamanan umum.
Sedangkan di pasal 28H ayat 1 Undang-undang Dasar 1945 disebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan.
ADVERTISEMENT
Gelandangan psikotik jelas Teddy, termasuk ke dalam jenis penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang menderita gangguan jiwa berat. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan 2013, diketahui 72 ribu orang di Jawa Barat mengalami gangguan jiwa.
"Sebanyak 1.007 orang pernah mengalami pemasungan dan menggelandang. Padahal jika dihitung per hari, 7.200 ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) memerlukan perawatan intensif atau rawat inap," ujar Teddy.
Namun pelaksanaan perawatan intensif untuk ODGJ tersebut tidak dibarengi dengan fasilitas layanan kesehatan jiwa yang memadai. Akhirnya sebagian besar ODGJ tidak terdeteksi, tidak diobati, menjadi kronik, mengalami kecacatan, menjadi korban kekerasan, dipasung dan menggelandang.
Pemerintah juga sampai kini tidak memiliki panti rehabilitasi dan bengkel kerja bagi ODGJ untuk yang tidak memiliki keluarga. PDSKJI menyarankan agar penanggulangan ODGJ terlaksana dengan baik, pemerintah harus memiliki payung hukum program kesehatan jiwa semisal peraturan daerah atau peraturan wali kota.
ADVERTISEMENT
"Selain itu penyusunan pedoman penatalaksanaan gelandangan psikotik yang telah disepakati bersama otoritas terkait harus dilakukan. Dengan menjelaskan secara rinci tujuan, sasaran dan indikator kegiatan," tutur Teddy.
Tak hanya itu, PDSKJI juga mengajak seluruh kelompok masyarakat yang memiliki kepentingan bersama agar melakukan pendataan gelandangan psikotik di setiap kawasan. Apabila telah dilakukan rehabilitasi maka dikembalikan kepada keluarganya. (Arie Nugraha)