Pentingnya Kanal Banjir dan Bangunan Anti Gempa Jika Pusat Kota Bandung Pindah ke Gedebage

Konten Media Partner
8 Desember 2018 9:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pentingnya Kanal Banjir dan Bangunan Anti Gempa Jika Pusat Kota Bandung Pindah ke Gedebage
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Kota Bandung. (Iman Herdiana)
BANDUNG, bandungkiwari - Pemerintah Kota Bandung pernah mewacanakan kepindahan kantor-kantor dinasnya ke wilayah Bandung timur seiring dibangunnya teknopolis di Gedebage.
ADVERTISEMENT
Rencana yang muncul di era Wali Kota Ridwan Kamil itu dimaksudkan agar kantor pemerintahan Pemkot Bandung terkoordinasi di satu titik. Selain itu, tingkat kepadatan penduduk dan lalu lintas juga akan tersebar ke timur.
Meski wacana tersebut kini redup kembali, namun pembangunan Bandung timur kini terus bergeliat dengan dibangunnya komplek perumahan dan perkantoran. Apalagi salah satu titik perhentian kereta cepat juga direncanakan dibangun di sana.
Hanya saja pembangunan Bandung timur harus didukung sistem drainase yang terjamin dan andal. Tanpa membangun drainase, kawasan kota baru ini diprediksi akan terendam.
“Kalau daerah itu mau dikembangan saluran airnya harus benar-benar diperhitungkan, kalau tidak pasti kerendam,” kata pemerhati Bandung yang juga aktivis Geotrek, T Bachtiar, di Bandung, baru-baru ini.
ADVERTISEMENT
Faktanya, kondisi Bandung timur khususnya Gedebage kerap dilanda banjir ketika musim hujan. Padahal semestinya pembangunan drainase dilakukan jauh sebelum dimulainya pembangunan teknopolis.
Pembangunan drainase tersebut satu paket dengan dibuatnya fasilitas-fasilitas umum yang multifungsi seperti taman-taman, kolam retensi, dan penanaman pohon. Fasilitas public ini selain berfungsi sebagai tempat rekreasi warga, juga sebagai resapan air hujan. Sehingga lantai-lantai fasilitas publik harus terbuka, tidak boleh ditembok.
“Sekarang kan (pembangunan drainase) dibelakangkan, setelah banjir baru bikin saluran, kolam retensi. Harusnya diperhitungkan dari awal, bikin saluran, bikin kanal-kanal,” katanya.
Karena itulah penting dilakukan sebuah perencanaan pembangunan kota. Di masa perencanaan inilah dilakukan penghitungan volume air hujan, model kanal air, lokasinya di mana saja, berapa jumlah kanalnya, di mana saja kanal dan ruang terbuka harus dibangun.
ADVERTISEMENT
Ia mengacu pada sejarah pembangunan Situ Aksan di zaman kolonial Belanda. Situ atau waduk buatan yang kini sudah berubah jadi hutan beton itu dulunya sangat terkenal sebagai tempat rekreasi publik, tempatnya teduh karena rimbun pepohonan, aksesnya mudah dijangkau, dan terdapat juga kanal pembuangan air.
“Jadi dalam membangun Bandung timur, prioritas sebelum membangun pertama adalah kanal. Sistem drainasenya yang besar, bagus, dan dalam untuk memperhitungkan volume air yang datang ke sana,” katanya.
Pemindahan pusat-pusat pemerintahan Pemkot Bandung akan diikuti dengan pertumbuhan pemukiman dan perkantoran atau pusat bisnis. Sehingga perencanaan masalah drainase ini menjadi krusial. Tanpa perencanaan, T Bachtiar khawatir pembangunan Bandung timur malah gagal. “Kalau tidak, akan ditinggalkan, jadi kota mati lagi nanti,” katanya.
ADVERTISEMENT
Tanpa perencanaan pembangunan drainase, menurutnya kondisi lingkungan daerah yang dibangun akan semakin jelek. Warga tidak akan mau pindah ke daerah yang secara lingkungan tidak bagus.
Alih-alih melakukan pemerataan pembangunan, membangun tanpa dibarengi perencanaan lingkungan malah akan menambah kesenjangan antara barat dan timur Bandung.
Kini meski pembangunan teknopolis sudah dimula, Pemkot Bandung sebenarnya masih bisa mengantisipasi dengan rekayasa fisik, walau terlambat. “Kalau dipaksakan ke sana ya rekayasa fisik, kanal-kanal harus bagus. Folder-folder air, kolam-kolam penampungan air harus diperbanyak,” katanya.
Namun selain banjir, Bandung timur khususnya kawasan Gedebage diintai ancaman lain yang tak kalah serius, yaitu gempa bumi. Gedebage merupakan salah satu titik terendah di Kota Bandung yang dulunya bekas danau purba. Tanah Gedebage merupakan endapan atau sedimentasi yang rentan terhadap suatu goncangan.
ADVERTISEMENT
“Harus perhitungkan dampak bencana lainnya, gempa bumi. Sebab itu kan bekas endapan danau jadi harus benar-benar diperhitungkan, bangunan rumah dan konstruksinya ya harus tahan gempa. Sebab kematian warga itu dari bangunan,” tandas T Bachtiar. (Iman Herdiana)