Peringatan Hari HAM di Bandung Diwarnai 5 Orasi Ilmiah

Konten Media Partner
10 Desember 2018 17:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peringatan Hari HAM di Bandung Diwarnai 5 Orasi Ilmiah
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Direktur Walhi Jabar saat orasi ilmiah terkait Hari HAM Dunia di KaKa Café, Jalan Sultan Tirtayasa 49 Bandung. (Iman Herdiana)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari – Sejumlah komunitas di Bandung memeringati hari Hak Asasi Manusia (HAM) yang jatuh Senin (10/12/2018). Peringatan dilakukan dalam bentuk orasi ilmiah terkait lingkungan, hukum, politik, pers, dan pendidikan.
Orasi ilmiah bertajuk "Kilometer Perjuangan Hukum, Pers, Lingkungan & Komunitas" disampaikan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung, musisi Herry “Ucok” Sutresna yang mewakili komunitas, dan Dian Andriasari, dosen Hukum Pidana dan Kriminoogi Unisba sekaligus aktivis perempuan.
Dihadiri anak muda yang kebanyakan mahasiswa, orasi ilmiah ini dimulai pukul 14.00 WIB di KaKa Café, Jalan Sultan Tirtayasa 49 Bandung. Orasi dimulai Direktur Walhi Jabar Dadan Ramdan yang tentunya menyoroti masalah lingkungan.
ADVERTISEMENT
Dadan mengatakan, selama 2018 rakyat Jawa Barat masih dihadapkan pada semakin memburuknya kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup, konflik dan sengketa lingkungan hidup, meningkatnya bencana lingkungan hidup dan perampasan ruang hidup oleh pembangunan infrastruktur dalam skala besar, industri dan properti.
Mengenai keadilan, Dadan menyatakan keselamatan dan keberlanjutan lingkungan hidup rakyat Jawa Barat pun masih terus berjuang secara politik dan gugatan hukum di meja-meja pengadilan.
Orasi selanjutnya disampaikan Direktur LBH Bandung Willy Hanafi yang menyoroti masalah hukum dan keadilan. Willy melakukan kilas balik pada pemilu 2014 mengingat saat ini Indonesia menyongsong pemilu 2019.
Sejak pemilu 2014, lanjut dia, “pesta demokrasi” yang banyak dibicarakan oleh sebagian orang hanyalah menjadi demokrasi yang semu tanpa makna. Ia melihat demokrasi tidak lagi ditujukan agar warga negara memperoleh keadilan dan kesejahteraan. Sebab banyak rakyat yang justru memperoleh ketidakadilanlah.
ADVERTISEMENT
Dari AJI Bandung diwakili Adi Marsiela yang menyoroti ancaman kebebasan pers di era kekinian pasca-disahkannya Undang-undang ITE. Menurutnya, Undang-undang ITE bukan hanya mengancam kebebasan pers, melainkan kebebasan berekspresi bagi publik.
Jika kebebasan pers direnggut, kata Adi, tinggal tunggu kebebasan-kebebasan lainnya yang dicerabut. Untuk itu kebebasan pers bukan hanya kepentingan pers, melainkan kepentingan publik juga sehingga layak dipertahankan.
Orasi berikutnya disampaikan Herry “Ucok” Sutresna yang mewakili komunitas sekaligus musisi hiphop Homicide. Ucok menyoroti gerakan rakyat yang saat ini kurang terkonsolidasi. Misalnya dalam pesta demokrasi, rakyat menginginkan perubahan memilih golput. Tetapi golput ini tidak dilanjutkan dengan upaya konsolidasi. Seharusnya rakyat yang memilih golput terkonsolidasi untuk membuat gerakan nyata.
Orasi Ucok disambung Dian Andriasari, dosen Hukum Pidana&Kriminoogi Unisba sekaligus aktivis perempuan. Dian yang menyoroti kapitalisme pada sistem pendidikan. Menurutnya perlu dilakukan perubahan besar di bidang pendidikan.
ADVERTISEMENT
Orasi ilmiah ini digagas Geostrategy Study Club (GSC). Pendiri GSC, Furqan, mengatakan orasi ilmiah ini tahun kedua. Sebelumnya GSC juga menggelar hal serupa pada ujung 2017.
“Forum ini beruasaha memberi kesempatan untuk memberi legitimasi kawan-kawan mengabarkan sudah sejauh mana perjuangan kita,” kata Furqan.
Ia menambahkan, orasi tersebut bukan retorika karena ada kata sifat ilmiahnya. Ciri dari ilmiah ialah bisa diukur dan mengikuti metode-metode ilmiah.
“Inisiatif hari ini mudah-mudahan bisa berkenan dan bisa ditindaklanjuti dengan langkah jauh lebih praksis bukan hanya sekedar orasi,” katanya. (Iman Herdiana)