Plus Minus Kampanye Disabilitas Memakai VR

Konten Media Partner
15 November 2019 20:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kampanye isu disabilitas melalui realitas maya (VR). (Foto: Assyifa)
zoom-in-whitePerbesar
Kampanye isu disabilitas melalui realitas maya (VR). (Foto: Assyifa)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Advokasi isu disabilitas melalui karya film dokumenter virtual reality (realitas maya) yang dilakukan oleh Forum Film Dokumenter (FFD) dinilai bisa menjadi langkah awal untuk meningkatkan kepedulian masyarakat mengenai isu tersebut.
ADVERTISEMENT
"Tidak seperti film yang biasanya disajikan dengan dua dimensi, tapi ini dengan kamera 360 derajat itu efeknya tentu sangat berbeda bagi penonton," ujar anggota Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) Indonesia, Ajiwan AH, di Bandung, Kamis (14/11).
Menurutnya, dengan teknologi realitas maya, penonton bisa merasakan kehidupan subjek dalam film tersebut. Termasuk cara subjek mengatasi hambatan yang ia hadapi dalam kehidupannya.
Saat ini, tambah dia, disabilitas memang turut dihadirkan di media mainstream, tetapi belum berjalan sesuai dengan harapan. Sehingga, melalui film dokumenter, disabilitas digambarkan sebagai sosok yang setara dan lebih mengedepankan haknya.
Meski belum sampai pada tahap mengatasi stigma negatif terhadap disabilitas yang ada pada masyarakat, cara ini dinilai bisa menjadi salah satu langkah kecil dalam menangani hal tersebut. "Ini hanya gambaran kecil mengenai isu disabilitas. Sementara, isu disabilitas masih kompleks. Mungkin di tahap pengenalan (isu disabilitas) iya," tutur Ajiwan.
ADVERTISEMENT
Manajer Program Bandung Independent Living Center (BILiC), Dadan Rusmawan menyambut baik upaya ini. "Untuk tahap awal, mereka mau belajar, mau terjun, yang awalnya tidak bersinggungan, menjadi bersinggungan dengan isu disabilitas dan hasilnya sesuai dengan harapan para disabilitas," katanya.
Sementara itu, menurut salah seorang anggota Bina Inklusif Bandung, Agustini Pamungkas, dilihat dari sisi upaya, pembuatan film dokumenter dengan medium VR yang mengangkat isu disabilitas tersebut punya nilai positif tersendiri. "Bagaimana mereka berusaha untuk mengadvokasi, mengkampanyekan keberadaan teman-teman disabilitas untuk bisa diterima di masyarakat umum," ujar Agustini.
Namun Agustini mengritik kelemahan dari gerakan ini justru terletak pada penggunaan VR itu sendiri. "Device-nya mahal dan individual. Jadi, efektivitas sosialisasinya mungkin agak banyak hambatan," tuturnya. (Assyifa)
ADVERTISEMENT