'Sawah di Kepala', Kisah Miris Petani di Negeri Agraris

Konten Media Partner
5 Mei 2018 11:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
'Sawah di Kepala', Kisah Miris Petani di Negeri Agraris
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Salah satu adegan pementasan teater komunitas Celah Celah Langit berjudul Petani "Sawah di Kepala" dengan sutradara Iman Soleh. (Agus Bebeng/Bandungkiwari)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Alunan suara kendang menghentak panggung yang remang. Dua tubuh aktor bercerita dendang alam yang riang, dengan imajinasi hamparan padi bunting menguning.
Kebahagiaan sang aktor yang menjadi petani, semakin mengental ketika Dewi Sri—dewi kesuburan—berdarma diri untuk manusia. Riuh angklung yang magis dan canda khas petani meruang pada setting panggung sederhana yang menjadi ruang simbolik sawah.
Itulah suasana kebahagiaan petani yang hadir di tengah hiruk pikuk belakang terminal Ledeng, ketika komunitas Celah Celah Langit mementaskan lakon teater berjudul Petani “Sawah di Kepala” pada Jumat (4/5/2018) malam.
Pementasan yang penuh satire ini mencoba mengungkap beragam hal yang terjadi pada masyarakat petani. Kekentalan suasana agraris yang hadir melalui gerak tubuh lokal dan ritus penghormatan terhadap Dewi Sri, dibenturkan dengan realitas beras impor, kelangkaan pupuk dan keinginan petani untuk menjadi buruh di kota.
ADVERTISEMENT
Dialog putus asa antara mempertahankan diri sebagai petani dan mimpi imajiner hidup di kota. Dibalut dengan pola ungkap lokalitas Sunda. Namun, pementasan ini kembali menarik realitas empiris ke dalam panggung, di mana petani tidak berdaya ketika gempuran industri dan modernitas terus menyerang mereka seperti hama wereng yang tidak bisa dibunuh oleh peptisida.
Lakon Petani yang disutradarai Iman Soleh ini, merupakan trilogi teater yang dipersembahkan untuk penyadaran lingkungan. Dua karya sebelumnya berjudul Air dan Tanah.
Seperti dua pementasan sebelumnya yang berisi kritik sosial, pementasan Petani pun tidak lepas dari hal yang sama. Namun, lebih mengupas keberadaan petani, tanah, dan sawah yang menjadi kesatuan kosmis dalam siklus pertanian.
ADVERTISEMENT
Petani “Sawah di Kepala” menurut Iman Soleh merupakan metafora yang terjadi saat ini di pertanian Indonesia. Para petani saat ini menurutnya hanya memiliki sawah di kepala.
“Mereka bisa mencangkul, tapi apa yang bisa dicangkul? Mereka bisa menanam, tapi yang bisa ditanam? Karena mereka tidak punya tanah” tegas Iman yang juga berprofesi sebagai dosen di ISBI Bandung.
Untuk menunjang kekuatan pendalaman pementasan, Iman melakukan riset tentang pertanian Indonesia. Banyak hal terkait pertanian yang menarik dikaji yang mengakibatkan petani tidak berdaya, seperti regulasi atau sarana dan prasarana yang menunjang pertanian.
Iman menjelaskan, ada banyak aspek yang bisa diperjuangkan untuk para petani di Indonesia agar berdaya. Pentingnya perluasan pertanian, penurunan harga pupuk dan subsidi petani, merupakan hal yang bisa menunjang negeri ini menuju kedaulatan pangan.
ADVERTISEMENT
“Ketika saya bicara pertanian dengan pendekatan teater, banyak orang menilai saya bersuara sumbang,” imbuhnya.
Namun menurut Iman hal itu dilakukan bersama CCL tiada lain karena keinginan melihat petani Indonesia maju. Sekaligus menghadirkan kebanggaan kepada masyarakat jika menjadi petani itu prestisius.
Bahkan, Iman ingin memopulerkan pertanian kepada generasi muda lewat pertunjukan teater itu. (Agus Bebeng)