Sekda Jabar Jadi Saksi dalam Sidang Suap Meikarta

Konten Media Partner
28 Januari 2019 15:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sekda Jabar Jadi Saksi dalam Sidang Suap Meikarta
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Sekda Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa (batik hijau) dijadwalkan menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan suap proyek Meikarta, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Senin (28/1/2019). (Ananda Gabriel)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa dijadwalkan menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan suap proyek Meikarta, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Senin (28/1/2019).
Pantauan Bandungkiwari,com, Iwa sudah hadir di ruang sidang Tipikor Bandung. Iwa akan dimintai keterangan termasuk disebut-sebutnya ia menerima Rp1 miliar.
Sebelum persidangan dimulai, Iwa yang mengenakan batik hijau tampak duduk terlebih dahulu di bangku pengunjung.
Selain Iwa, tampak juga Guntoro, salah satu pejabat di Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat.
Keduanya akan bersaksi atas terdakwa Billy Sindoro, Henry Jasmen, Taryudi dan Fitradjadja Purnama.
"Kita hari ini memanggil 8 saksi termasuk Sekda," kata jaksa KPK I Wayan Riana.
ADVERTISEMENT
Wayan mengapresiasi kedatangan Iwa dalam sidang kali ini. Namun pihaknya masih merahasiakan apa yang akan ditanyakan.
"Ya kita berterima kasih semua saksi sudah datang, semoga nanti memberikan keterangan secara jujur dan terbuka," ucapnya.
Seperti diketahui, nama Iwa disebut-sebut menerima duit Rp1 miliar terkait pengurusan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) proyek Meikarta. Nama Iwa pertama kali disebut oleh Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin.
Dalam persidangan disebutkan Iwa menerima uang dari Neneng Rahmi Nurlaili yang menjabat Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi. Neneng menyebut permintaan itu terkait kepentingan Pilgub Jabar.
Kesaksian Dinas Pemadam Kebakaran
Sementara itu dalam kasus yang sama, Pengadilan Tipikor Bandung, juga menghadirkan saksi dari Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi, Sahat MBJ Nahor dan Kepala Bidang Penyuluhan dan Pencegahan Diskar Bekasi, Asep Buchori.
ADVERTISEMENT
Kedua saksi dimintai keterangan terkait sejumlah dokumen perizinan yang dikeluarkan Pemerintah Kabupaten Bekasi terkait pembangunan Meikarta, di Cikarang, Bekasi, yang berstatus 'backdate' alias penanggalan mundur dari waktu sebenarnya. Keduanya juga bersaksi atas terdakwa Billy Sindoro, Henry Jasmen, Taryudi dan Fitradjadja Purnama.
Sekda Jabar Jadi Saksi dalam Sidang Suap Meikarta (1)
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi, Sahat MBJ Nahor dan Kepala Bidang Penyuluhan dan Pencegahan Diskar Bekasi, Asep Buchori, menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan suap proyek Meikarta, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Senin (28/1/2019). (Ananda Gabriel)
Saat ditanya jaksa dari KPK, Sahat mengakui pernah diminta pihak Lippo selaku pengembang Meikarta untuk mengeluarkan rekomendasi pemasangan alat instalasi kebakaran.
"Setahu kami permohonan adalah untuk rekomendasi pemasangan alat instalasi kebakaran. Sebagai syarat lampiran IMB. Aturannya tertuang dalam Perbup Bekasi Tahun 2013 tentang IMB," katanya.
ADVERTISEMENT
Kemudian ia memerintahkan Kabid Penyuluhan dan Pencegahan Diskar Bekasi, Asep Buchori agar pihak Meikarta membuat surat permohonan. Sahat mengatakan, surat permohonan diajukan Lippo sekitar awal Maret 2018 melalui Satriadi.
"Surat permohonannya untuk 53 tower," ujarnya.
Lalu jaksa kembali menanyakan apakah Satriadi dan Edi Soesianto meminta agar menyampaikan rekomendasi dieecepat. Sahat mengungkapkan, pada waktu itu Edi Soesianto meminta agar proses dipercepat.
"Waktu itu pak kabid meminta agar ketemu saya dengan pak Edi dan Satriadi, akhirnya saya sempatkan. Pak Edi Soesianto dan Pak Satriadi menyampaikan kesepakatan pimpinan Lippo dan bupati agar perizinan dipercepat," ungkapnya.
Sahat mengaku sebagai kepala dinas, dirinya hanya melaksanakan peraturan. Ia menyebutkan, setidaknya ada 10 tahapan yang harus dilakukan. Mulai dari pemeriksaan set plan, ekspose, survei lapangan, berita acara, rekomendasi, pengawasan pemsangan alat, pemeiksaan alat, pengujian, berita acara, menerbitkan surat layak pakai.
ADVERTISEMENT
Jaksa kembali bertanya terkait pemberian uang. Setelah dua minggu bertemu Edi Soesianto dan Satriadi, adakah kesepakatan akan diberikan uang?
"Waktu itu saya sampaikan pada tim saya, bahwa untuk dihitung berapa kebutuhan ril yang akan diperlukan dan untuk melakukan studi banding damkar DKI dan kota Bekasi. Karena Kabupaten Bekasi baru pertama mengeluarkan rekomendasi untuk aparetemen dan rumah sakit. Setelah dihitung kebutuhan ril Rp27 juta per tower. Sehingga totalnya Rp1 miliar 67 juta. Semua biaya dibawah pemeriksaan ditanggung pemilik bangunan," beber Sahat.
Commitmen fee Rp27 juta per tower, kata Sahat, disepakati antara Asep Buchori dengan pihak Lippo. "Waktu itu permohonan yang mengajukan Edi Soesianto dan Satriadi. Tetapi terkait jumlah dana, Pak Asep dengan Hendry Jasmen," katanya.
ADVERTISEMENT
Jaksa kembali bertanya, apakah selama proses rekomendasi, Bupati Bekasi Neneng Hasanah menyampaikan agar rekomendasi diercepat? Sahat menjawab ya. "Waktu itu disampaikan Pak Asep dapat perintah dari bupati agar dipercepat," ucapnya.
Jaksa melanjutkan, terkait dengan dugaan 'backdate' pada sejumlah dokumen perizinan, apakah sudah dimulai sebelum proses pengurusan izin selesai.
"Saya tidak mengetahui dibuat tanggal mundur yang saya tahu pak Asep dapat permintaan dari Lippo. Tahu soal backdate pada saat ditanyakan dalam penyidikan. Mundur tidak tahu," kata jaksa membacakan berita acara pemeriksaan Sahat.
Sementara itu, terkait uang dari Hendry Jasmen, Sahat mengakui mendapatkan secara bertahap. Pertama, pada Mei 2018 mendapatkan Rp200 juta. Uang yang dimasukkan ke dalam mobil Asep itu diberikan Hendry di salah satu kantor di Lippo. Kemudian uang dibagi untuk Asep Rp70 juta dan Sahat menerima Rp130 juta.
ADVERTISEMENT
Tahap kedua pada Juni 2018, menerima uang Rp300 juta yang kemudian dibagi kepada Asep sebesar Rp120 juta. Tahap ketiga pada Juli 2018, diterima Asep di Mustika Jaya. Sahat mendapatkan Rp150 juta dan Asep Rp70 juta.
Sedangkan tahap terakhir yang diterima Sahat dan Asep pada 11 Oktober 2018. Saat itu, Hendry Jasmen memberikan amplop kepada Asep di sebuah restoran di Bekasi. Isinya uang rupiah dan dollar Singapura. Keesokan harinya uang tersebut ditukar dan didaatkan Rp230 juta. Asep mendapatkan Rp60 juta dan sisanya Rp170 juta untuk Sahat.
"Total yang saya terima Rp610 juta. Jadi, sisanya untuk biaya pemeriksaan operasional pemasangan alat kebakaran. Seminggu sebelum Lebaran, bupati bilang lagi memerlukan uang. Sehari sebelum Lebaran menghadap beliau memberi Rp30 juta," kata Sahat. (Ananda Gabriel)
ADVERTISEMENT